Merupakan fitur yang memungkinkan pengguna untuk mencari kata kunci di dalam dokumen Publikasi
Menampilkan 2 halaman dengan kata kunci "Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013"
Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 ISBN - No. Publikasi 34533.13.13 Katalog BPS 1101002.34 Ukuran Buku 17,6 Cm X 25 Cm Jumlah Halaman 98 Naskah Bidang Neraca Wilayah Dan Analisis Statistik Gambar Kulit Bidang Neraca Wilayah Dan Analisis Statistik Diterbitkan Oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Boleh Dikutip Dengan Menyebut Sumbernya Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 TIM PENYUSUN Penanggung Jawab Ir. Wien Kusdiatmono, MM Editor 1. Mainil Asni, SE, ME 2. Mutijo, S.Si, M.Si Penulis Waluyo, SST, SE, M.Si Pengolah Data Gita Octavia, S.Si Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id Halaman Ini Sengaja Dikosongkan Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id Kata Pengantar Puji Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa Atas Diterbitkannya Buku Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Publikasi Ini Memuat Berbagai Informasi Dan Indikator Terpilih Seputar Daerah Istimewa Yogyakarta Yang Dianalisis Secara Sederhana Untuk Membantu Pengguna Data Dalam Memahami Perkembangan Pembangunan Serta Potensi Yang Ada Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Buku Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Diterbitkan Untuk Melengkapi Publikasi-Publikasi Statistik Yang Sudah Terbit Secara Rutin Setiap Tahun. Berbeda Dengan Publikasi-Publikasi Yang Sudah Ada, Publikasi Ini Lebih Menekankan Pada Aspek Analisis Dalam Membaca Dan Memahami Data. Materi Yang Disajikan Dalam Buku Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Adalah Berbagai Informasi/Indikator Terpilih Yang Terkait Dengan Pembangunan Di Berbagai Sektor. Diharapkan Informasi Tersebut Dapat Menjadi Rujukan/Kajian Dalam Perencanaan Dan Evaluasi Kegiatan Pembangunan. Kritik Dan Saran Konstruktif Berbagai Pihak Kami Harapkan Untuk Penyempurnaan Penerbitan Mendatang. Semoga Publikasi Ini Mampu Memenuhi Tuntutan Kebutuhan Data Statistik, Baik Oleh Institusi Pemerintah, Swasta, Kalangan Akademisi, Maupun Masyarakat Luas. Yogyakarta, Oktober 2013 Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Kepala Ir. Wien Kusdiatmono, MM. Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id Halaman Ini Sengaja Dikosongkan Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id DAFTAR ISI 1. Geografi Dan Iklim ................... 1 11. Industri Pengolahan ...................... 47 2. Pemerintahan ........................... 3 12. Konstruksi ...................................... 52 3. Penduduk ................................. 9 13 Hotel Dan Pariwisata ..................... 54 4. Ketenagakerjaan ...................... 13 14. Perbankan Dan Investasi ............... 59 5. Pendidikan ................................ 17 15. Harga-Harga ................................... 64 6. Kesehatan ................................. 23 16. Pengeluaran Penduduk ................. 69 7. Pembangunan Manusia ............ 27 17. Perdagangan ................................. 73 8. Kemiskinan .............................. 31 18 PDRB .............................................. 76 9. Pertanian .................................. 35 19. Perbandingan Regional ................. 79 10. Pertambangan Dan Energi ........ 43 Lampiran .............................................. 81 Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id Halaman Ini Sengaja Dikosongkan Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 1 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 KONDISI GEOGRAFIS Daerah Istimewa Yogyakarta DIY Merupakan Wilayah Setingkat Provinsi Dengan Luas Wilayah Terkecil Kedua Di Republik Indonesia, Setelah Provinsi DKI Jakarta. Secara Astronomis, DIY Terletak Pada Posisi 7O.33- 8O.12 Lintang Selatan Dan 110O.00-110O.50 Bujur Timur. Luas Wilayah Daratan DIY Sebesar 3.185,80 Km2, Atau 0,17 Persen Dari Wilayah Daratan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Posisi Geografis DIY Berada Di Bagian Tengah Pulau Jawa, Tepatnya Sisi Selatan. Wilayah Daratan DIY Dikelilingi Oleh Wilayah Administrasi Provinsi Jawa Tengah, Yakni Kabupaten Purworejo Di Sisi Barat, Kabupaten Magelang Dan Boyolali Di Sisi Utara Serta Kabupaten Klaten Dan Kabupaten Wonogiri Di Sisi Timur. Wilayah Selatan DIY Berbatasan Langsung Dengan Samudera Indonesia. Bentang Alam Wilayah DIY Merupakan Kombinasi Antara Daerah Pesisir, Dataran Dan Perbukitan/Pegunungan Yang Dikelompokkan Menjadi Empat Satuan Fisiografi. Pertama, Satuan Fisiografi Gunung Merapi Dengan Ketinggian 80- 2.911 M Dan Terbentang Mulai Dari Kerucut Gunung Api Hingga Dataran Fluvial Gunung Api Serta Bentang Lahan Vulkanik Di Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta Dan Sebagian Kabupaten Bantul. Kedua, Satuan Fisiografi Pegunungan Selatan Ketinggian 150-700 M Yang Menjadi Bagian Dari Jalur Pegunungan Seribu Dan Terletak Di Wilayah Kabupaten Gunungkidul. Kawasan Ini Didominasi Oleh Perbukitan Batu Kapur Dan Karst Yang Tandus Dan Kekurangan Air Permukaan, Sehingga Kurang Potensial Untuk Kegiatan Pertanian. Ketiga, Satuan Fisiografi Pegunungan Kulonprogo Yang Terletak Di Bagian Utara Kulonprogo Dan Menjadi Bentang Lahan Dengan Topografi Perbukitan. Keempat, Satuan Fisiografi Dataran Rendah Ketinggian 0-80M Yang Membentang Di Bagian Selatan Wilayah DIY Mulai Dari Kulonprogo Sampai Wilayah Bantul Yang Berbatasan Dengan Pegunungan Seribu. Kawasan Ini Sangat Subur Dan Cukup Potensial Untuk Kegiatan Pertanian. Mayoritas Desa Di DIY Berada Di Daerah Dataran Dengan Jumlah 305 Desa Atau 69,64 Persen Dari Seluruh Desa. Sementara, Desa Yang Terletak Di Punggung/Lereng Bukit Dan Daerah Pesisir Masing- Masing Sebanyak 100 Desa 22,83 Persen Dan 33 Desa 7,53 Persen. Gambar 1.1. Peta Wilayah Administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber Bakosurtanal, Elantowow.Wordpress.Com Tahukah Anda Luas Wilayah Daratan DIY Sebesar 3.185,8 Km2 Atau 0,17 Persen Dari Luas Daratan Republik Indonesia Grafik 1.1. Distribusi Desa Di DIY Menurut Tipologi Wilayah Hasil Podes 2012 Sumber BPS Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 2 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 KONDISI IKLIM DAN CUACA Kondisi Cuaca Dan Iklim Di Wilayah DIY Secara Ringkas Disajikan Dalam Tabel 1.1. Secara Umum DIY Termasuk Wilayah Yang Beriklim Tropis, Sehingga Memiliki Dua Musim Penghujan Dan Kemarau. Rata-Rata Suhu Udara Selama Tahun 2012 Mencapai 270 Celsius, Dengan Suhu Terendah Sebesar 170 Celsius Yang Terjadi Di Bulan Agustus Dan Suhu Tertinggi 350 Celsius Yang Terjadi Di Bulan November. Intensitas Hujan Selama Tahun 2012 Mengalami Penurunan Dibandingkan Dengan Tahun 2011. Rata-Rata Curah Hujan Per Bulan Di Tahun 2012 Tercatat Sebesar 122 Mm Dengan Rata-Rata Hari Hujan Per Bulan Sebanyak 9 Hari, Sementara Di Tahun 2011 Curah Hujan Per Bulan Mencapai 254 Mm Dengan Hari Hujan 14 Hari. Curah Hujan Tertinggi Di Tahun 2012 Terjadi Pada Bulan Desember Dengan Intensitas Sebesar 409 Mm Selama 28 Hari, Sementara Pada Tahun 2011 Terjadi Pada Bulan Februari Dengan Curah Hujan Sebesar 404 Mm. Rata-Rata Kelembaban Udara Selama Tahun 2012 Mencapai 80 Persen Atau Meningkat 2 Persen Dibandingkan Dengan Tahun 2011 78 . Kelembaban Udara Minimum Mencapai 47 Persen Yang Terjadi Selama Bulan Januari Dan Kelembaban Udara Maksimum Mencapai 100 Persen Yang Terjadi Di Bulan Januari, Februari Serta Maret. Secara Rata-Rata Kelembaban Udara Terendah Terjadi Selama Bulan September Dengan Angka Mencapai 74,5 Persen Dan Yang Tertinggi Terjadi Selama Bulan Februari Yakni Mencapai 82,9 Persen. Tekanan Udara Maksimum Mencapai 1.021 Milibars, Sementara Tekanan Udara Minimum Mencapai 1.006 Milibars. Rata- Rata Tekanan Udara Selama Tahun 2012 Mencapai 1014 Milibars Dan Mengalami Peningkatan Dari Tahun Sebelumnya 995 Milibars. Selama Bulan Mei-November Angin Bertiup Ke Arah Selatan, Sementara Selama Bulan Januari-April Serta Desember Angin Bertiup Ke Arah Barat. Kecepatan Angin Selama Tahun 2012 Berada Pada Kisaran 0-36 Knots Dengan Rata-Rata Mencapai 14,79 Knots. Arah Dan Kecepatan Angin Juga Dipengaruhi Oleh Posisi Geografis, Terutama Keberadaan Gunung Merapi. Merapi Merupakan Gunung Api Tipe Strato- Volcano Yang Terbentuk Secara Geodinamik Pada Busur Kepulauan Akibat Subduksi Pertemuan Lempeng Indo-Australia Dengan Lempeng Asia. Tabel 1.1. Indikator Iklim Di Wilayah DIY, 2010-2011 Indikator Satuan 2010 2011 2012 Suhu Udara Terendah 0 C 22 18 17 Suhu Udara Tertinggi 0C 35 40 35 Rata-Rata Suhu Udara 0C 27 26 27 Curah Hujan Maksimum Mm 512 405 409 Rata-Rata Curah Hujan/Bulan Mm 254 173 122 Rata-Rata Hari Hujan Kali 17 14 9 Kelembaban Udara Minimum 41 42 47 Kelembaban Udara Maksimum 97 96 100 Rata-Rata Kelembaban Udara 74 78 80 Tekanan Udara Minimum Milibars 1.005 990 1.006 Tekanan Udara Maksimum Milibars 1.015 1.000 1.021 Rata-Rata Tekanan Udara Milibars 1.010 995 1.014 Sumber Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika Statiun Kelas I Yogyakarta Tahukah Anda Gunung Merapi Berada Pada Posisi 7O 32 5 LS Longitude 110O 265 BT Serta Mencakup Wilayah Administratif Provinsi Jawa Tengah Dan DIY.. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 3 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Daerah Istimewa Yogyakarta DIY Menjadi Wilayah Yang Memiliki KeIstimewaan Khusus Dalam Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Dalam Kerangka NKRI. KeIstimewaan Yang Dimaksud Dituangkan Dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 Yang Mengatur Tentang Kedudukan Hukum DIY Berdasarkan Sejarah Dan Hak Asal Usul Untuk Mengatur Dan Mengurus Kewenangan Istimewa. Kewenangan Dalam Urusan KeIstimewaan Meliputi Tata Cara Pengisian Jabatan, Kedudukan, Tugas Dan Wewenang Gurbernur Dan Wakil Gubernur Kelembagaan Pemerintah Daerah Kebudayaan Pertanahan Dan Tata Ruang. Dasar Filosofi Penyelenggaraan Pemerintahan Dan Pembangunan Di DIY Adalah Hamemayu Hayuning Bawana, Sebagai Cita-Cita Luhur Untuk Menyempurnakan Tata Nilai Kehidupan Masyarakat Yogyakarta Berdasarkan Nilai Budaya Daerah Yang Perlu Dilestarikan Dan Dikembangkan. Secara Administratif, Wilayah DIY Terbagi Menjadi Empat Kabupaten Dan Satu Kota, Yakni Kabupaten Kulonprogo, Bantul, Gunungkidul, Sleman Dan Kota Yogyakarta. Pusat Pemerintahan DIY Berada Di Kota Yogyakarta. Berbeda Dengan Provinsi Lain Yang Banyak Mengalami Pemekaran Wilayah Sejak Diberlakukannya Kebijakan Otonomi Daerah Pada Tahun 2001, Jumlah Kabupaten/Kota Di DIY Tidak Mengalami Perubahan. Demikian Pula Dengan Jumlah Kecamatan Dan Desa/Kelurahan, Selama Beberapa Tahun Terakhir Juga Tidak Mengalami Perubahan. Jumlah Kecamatan Di DIY Di Tahun 2012 Sebanyak 78 Kecamatan Dan Terbagi Menjadi 438 Desa/Kelurahan. Sebanyak 45 Kelurahan Yang Ada, Semuanya Berstatus Sebagai Daerah Perkotaan. Sementara, Dari 393 Desa Yang Ada Mayoritas Berstatus Sebagai Daerah Perdesaan 269 Desa Dan Sisanya Sebanyak 124 Desa Berstatus Sebagai Desa Perkotaan. Tabel 2.1. Statistik Pemerintahan DIY, 2009-2012 Jumlah 2009 2010 2011 2012 Kabupaten 4 4 4 4 Kota 1 1 1 1 Kecamatan 78 78 78 78 Desa/Kelurahan 438 438 438 438 Desa 393 393 393 393 Kelurahan 45 45 45 45 Perkotaan K 169 169 169 169 Perdesaan D 269 269 269 269 Sumber Daerah Istimewa Dalam Angka 2009-2012 Gambar 2.1. Logo Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber
P//Id.Wikipedia.Org Tabel 2.2. Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan Dan Desa/ Kelurahan Menurut Kabupaten/Kota Di DIY, 2012 Kabupaten/ Kota Luas Wilayah Km2 Kec. Status Desa/Kelurahan K D Jumlah Kulonprogo 586,27 12 13 75 88 Bantul 506,85 17 47 28 75 Gunungkidul 1485,36 18 5 139 144 Sleman 574,82 17 59 27 86 Yogyakarta 32,50 14 45 0 45 DIY 3185,80 78 169 269 438 Sumber BPS DIY Keterangan K Perkotaan Dperdesaan Tahukah Anda DIY Menjadi Provinsi Tertua Kedua Setelah Jawa Timur. Wilayah DIY Yang Terluas Berada Di Kabupaten Gunungkidul 46,62 Persen, Sementara Kota Yogyakarta Hanya 0,01 Persen. Ht P //Y Og Ya Ka R A .B Ps .G O. Id 4 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Daerah Yang Memiliki Wilayah Terluas Adalah Kabupaten Gunungkidul Dengan Luas 1.485,36 Km2 Atau 46,62 Persen Dari Wilayah DIY. Kota Yogyakarta Memiliki Wilayah Yang Terkecil Dengan Luas 32,5 Km2 Atau 0,01 Persen Dari Wilayah DIY. Meskipun Demikian, Dengan Status Sebagai Ibukota Provinsi Kehidupan Sosial Ekonomi Kota Yogyakarta Lebih Majemuk Dan Dinamis Dibandingkan Dengan Keempat Kabupaten Lainnya. PEMERINTAHAN Daerah Penyelenggara Pemerintahan Di DIY Terdiri Dari Pemerintah Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. Pemerintah Daerah Berfungsi Eksekutif Yang Dipimpin Oleh Seorang Gubernur Dan Dibantu Oleh Seorang Wakil Gubernur Dalam Melaksanakan Tugas Dan Wewenangnya. Dalam Urusan Penyelenggaraan Pemerintahan, Gubernur Juga Dibantu Oleh Perangkat Daerah Yang Terdiri Dari Sekretaris Daerah Sekda Dan Lembaga Teknis Daerah Seperti Dinas-Dinas, Badan-Badan Dan Kantor- Kantor. Berbeda Dengan Provinsi Lainnya, Gubernur Dan Wakil Gubernur Di DIY Tidak Dipilih Melalui Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah Pilkada, Namun Melalui Proses Penetapan Sultan Yogyakarta Yang Bertahta Menjadi Gubernur Dan Adipati Paku Alam Yang Bertahta Menjadi Wakil Gubernur Sebagai Salah Satu Bentuk KeIstimewaan DIY. Sekretaris Daerah Sebagai Pembantu Gubernur Dalam Pelaksanaan Kegiatan Pemerintahan, Membawahi Tiga Asisten. Pertama, Asisten Pemerintahan Dan Kesejahteraan Rakyat Yang Membawahi Biro Tata Pemerintahan Biro Hukum Dan Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat. Kedua, Asisten Perekonomian Dan Pembangunan Yang Membawahi Biro Administrasi Perekonomian Dan SDA Serta Biro Administrasi Pembangunan. Ketiga, Asisten Administrasi Umum Yang Membawahi Biro Organisasi Dan Biro Umum Humas Dan Protokol. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Daerah DPRD Merupakan Lembaga Legislatif Yang Merepresentasikan Perwakilan Rakyat/Masyarakat Yang Dipilih Melalui Mekanisme Pemilu Setiap Lima Tahun Sekali. Komposisi Anggota DPRD DIY Periode 2009- 2014 Hasil Pemilu 2009 Berjumlah 55 Orang, Terdiri Dari 43 Anggota Laki-Laki 78 Dan 12 Perempuan 22 . Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDIP Menempatkan Wakil Terbanyak Sejumlah 11 Orang, Diikuti Oleh Partai Demokrat Dan Partai Amanat Nasional PAN Dengan Jumlah Wakil Masing- Masing 10 Dan 8 Orang. Partai Golkar Dan Partai Keadilan Sejahtera PKS Menempatkan Wakil Masing- Masing 7 Orang. Selama Tahun 2012, DPRD DIY Mampu Menghasilkan Sebanyak 19 Peraturan Daerah Perda Dan Lebih Meningkat Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya 16 Perda. Tabel 2.3. Jumlah Peraturan Daerah Hasil Keputusan DPRD DIY, 2009-2012 DPRD 2009 2010 2011 2012 Kulonprogo 14 13 12 23 Bantul 9 23 20 24 Gunungkidul 6 17 22 22 Sleman 9 18 22 20 Yogyakarta 15 9 9 11 DIY 6 12 16 19 Sumber Sekretariat DPRD DIY Grafik 2.1. Komposisi Anggota DPRD DIY Menurut Partai Politik, 2009-2014 Sumber Sekretariat DPRD DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rt .B Ps .G O. Id 5 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 PEGAWAI NEGERI SIPIL Jumlah Pegawai Negeri Sipil PNS Di DIY Pada Tahun 2012 Tercatat Sebanyak 81.984 Orang. Penerapan Kebijakan Zero Growth Dalam Sistem Kepegawaian Di DIY Cukup Berpengaruh Terhadap Perubahan Jumlah PNS Selama Beberapa Tahun Terakhir. Dengan Jumlah Penduduk Sebanyak 3,51 Juta Jiwa, Maka Rasio PNS Per 100 Orang Penduduk Di Tahun 2012 Sebesar 2,3 Atau Terdapat 2 Orang PNS Per 100 Orang Penduduk. Hal Ini Berarti Setiap Seorang PNS Di Wilayah DIY Bertanggung Jawab Untuk Memberi Pelayanan Kepada Sekitar 43 Orang Penduduk. Komposisi PNS Menurut Jenis Kelamin Sampai Tahun 2011 Masih Didominasi Oleh PNS Laki-Laki 54,53 , Namun Porsinya Semakin Berkurang Dari Tahun Ke Tahun. Selama Delapan Tahun Terakhir, Porsi PNS Perempuan Menunjukkan Peningkatan Secara Signifikan Dari 39 Persen Di Tahun 2004 Menjadi 45,47 Persen Di Tahun 2011. Fenomena Ini Menggambarkan Adanya Proses Menuju Kesetaraan Gender Di Birokrasi Pemerintahan DIY. Komposisi PNS Berdasarkan Wilayah Tugas Menunjukkan Bahwa Kabupaten Sleman Dan Kota Yogyakarta Memiliki Jumlah PNS Terbanyak Dengan Porsi Sebesar 25,53 Persen Dan 15,21 Persen. Berdasarkan Golongan Kepangkatan, Mayoritas PNS Di Birokrasi Pemerintahan DIY Merupakan Pegawai Golongan III Dengan Porsi 47,04 Persen Dan Diikuti Oleh Pegawai Golongan IV Dan II Dengan Porsi Masing-Masing Sebesar 31,25 Persen Dan 19,15 Persen. Jumlah Pegawai Pada Golongan I Juga Masih Cukup Banyak Dengan Porsi Sebesar 2,57 Persen. Struktur PNS Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan Menunjukkan Bahwa Mayoritas PNS Telah Berpendidikan Sarjana/S1 37,74 , Diikuti Oleh Tamatan SLTA Dan Diploma Dengan Porsi Masing-Masing Sebesar 28,25 Persen Dan 22,78 Persen. Tabel 2.4. Jumlah Pegawai Negeri Sipil PNS Di Diymenurut Jenis Kelamin, 2004-2011 Tahun Jenis Kelamin Jumlah Laki-Laki Perempuan 2004 53.333 34.216 87.549 2005 52.147 35.197 87.344 2006 49.868 35.085 84.953 2007 50.283 35.695 85.978 2008 54.174 40.608 94.782 2009 52.586 41.278 93.864 2010 51.875 41.532 93.407 2011 47.646 39.735 87.381 Sumber BKN Provinsi DIY Grafik 2.2. Komposisi Pegawainegeri Sipil DIY Menurut Golongan Kepangkatan, 2012 Sumber Badan Kepegawaian Negara Regional Jawa Tengah Dan DIY Grafik 2.3. Komposisi Pegawai Negeri Sipil DIY Menurut Pendidikan, 2012 Sumber Badan Kepegawaian Negara Regional Jawa Tengah Dan DIY Tahukah Anda Mayoritas PNS Dalam Birokrasi Pemerintahan DIY Telah Berpendidikan Sarjana Dan Berada Dalam Golongan Kepangkatan III. Rata-Rata Seorang Pegawai Bertanggung Jawab Melayani 40 Orang Penduduk. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 6 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 KEUANGAN Daerah Penerimaan Untuk Pembiayaan Pembangunan Yang Dikelola Oleh Pemerintah DIY Berasal Dari Beberapa Sumber, Yakni Pendapatan Asli Daerah PAD, Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak Dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum/DAU Dan Dana Alokasi Khusus/DAK, Serta Penerimaan Lain Yang Sah. Sampai Saat Ini, Komponen PAD Yang Bersumber Dari Pajak Daerah Dan DAU Menjadi Sumber Penerimaan Terpenting Bagi Pemerintah DIY. Berdasarkan Rencana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah RAPBD DIY 2012, Jumlah Pendapatan Yang Direncanakan Mencapai Rp 1,94 Triliun Atau Meningkat 36,27 Persen Dari Periode Sebelumnya Yang Sebesar Rp 1,42 Triliun. Sumber Utama Pendapatan Berasal Dari Dana Perimbangan 43,94 Dan PAD 41,34 . Komponen Terbesar Dana Perimbangan Berasal Dari DAU Dengan Nilai Rp 757 Milyar Atau 38,12 Persen, Sementara Sumber Utama PAD Berasal Dari Pajak Daerah Dengan Nilai Rp 689,6 Milyar Atau 35,63 Persen. Dibandingkan Dengan Tahun 2011, Rencana Pengeluaran Pada RAPBD 2012 Meningkat Sebesar 33,53 Persen. Komposisi Pengeluaran Daerah Untuk Belanja Langsung Sebesar Rp 857,26 Milyar 40,36 Atau Meningkat 15,47 Persen Dibandingkan Dengan Rencaa Pengeluaran 2011 Yang Sebesar 743,67 Milyar. Sementara, Jumlah Belanja Tidak Langsung Sebesar Rp 1,267 Triliun 59,64 Dan Meningkat 49,21 Persen Dibandingkan Dengan Tahun 2011 Yang Sebesat 849,12 Milyar. RAPBD DIY Tahun 2012 Mengalami Defisit Sebesar Rp 18,84 Milyar. Alokasi Biaya Langsung Yang Terbesar Digunakan Untuk Belanja Barang Dan Jasa 24,85 , Sementara Porsi Untuk Belanja Modal Dan Belanja Pegawai Masing- Masing Sebesar 10,26 Persen Dan 5,25 Persen. Komponen Biaya Tak Langsung Yang Terbesar Digunakan Untuk Belanja Pegawai Dengan Porsi 23,10 Persen. Berdasarkan Fungsinya, Pengeluaran Terbesar Dalam RAPBD 2012 Digunakan Untuk Pelayanan Umum Sebesar Rp 1.113,8 Miliar52,44 Dan Selanjutnya Adalah Pengeluaran Bidang Ekonomi Dan Pendidikan Dengan Porsi Sebesar 12,56 Persen Dan 12,88 Persen. Sementara, Porsi Pengeluaran Untuk Perumahan Dan Fasilitas Umum Serta Kesehatan Masing- Masing Sebesar 9,91 Persen Dan 6 Persen. Grafik 2.4. Rencana Pendapatan DIY Menurut Sumber, 2012 Persen Sumber RAPBD DIY 2012 Tabel 2.5. Rencana Belanja DIY Menurut Fungsi, 2009-2012 Rp Milyar Fungsi 2009 2010 2011 2012 Pelayanan Umum 629,84 671,53 692,50 1.113,80 Ketertiban Dan Ketentraman 16,54 17,16 18,86 25,88 Ekonomi 252,45 239,30 258,45 266,83 Lingkungan Hidup 10,76 8,39 9,03 10,45 Perumahan Dan Fasilitas Umum 216,71 169,80 216,30 210,44 Kesehatan 53,29 53,38 62,00 127,52 Pariwisata Dan Budaya 37,91 37,20 34,18 48,38 Pendidikan 153,33 156,96 254,36 273,59 Perlindungan Sosial 41,23 40,72 45,11 47,23 Jumlah 1.412,05 1.394,45 1.590,79 2.124,14 Sumber RAPBD 2009-2011 DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka T .B Ps .G O. Id 7 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Berdasarkan Realisasinya, Pendapatan DIY Selama Tahun 2011 Mencapai Rp 1,60 Triliun Dan Meningkat Sebesar 17,15 Persen Dibandingkan Dengan Tahun 2010 Mencapai Rp 1,37 Triliun. Sementara, Realisasi Belanja Dan Transfer Selama Tahun 2011 Mencapai Rp 1,56 Triliun Dan Meningkat Sebesar 14,70 Persen Dibandingkan Dengan Tahun 2010 Yang Sebesar Rp 1,36 Triliun. Selama Tahun 2011, Keuangan DIY Mengalami Surplus Sebesar Rp 43 Milyar Setelah Pada Periode Sebelumnya Surplus Sebesar Rp 20 Milyar. Realisasi Penerimaan Dan Pengeluaran Daerah Menurut Kabupaten/Kota Pada Tahun 2011 Sangat Bervariasi. Kabupaten Sleman Menjadi Daerah Dengan Realisasi Penerimaan Tertinggi Sebesar Rp 1,311 Triliun Dan Diikuti Oleh Kabupaten Bantul Sebesar Rp 1,811 Triliun. Kabuapten Kulonprogo Menjadi Daerah Dengan Realisasi Penerimaan Yang Terendah, Yakni Sebesar Rp 792 Milyar. Pengeluaran/Belanja Juga Memiliki Pola Yang Hampir Sama. Selama Tahun 2010, Terdapat Tiga Daerah Yang Mengalami Defisit Keuangan Yakni Bantul Rp 25 Milyar, Sleman Rp 36 Milyar Dan Kota Yogyakarta Rp 24 Milyar. Sementara, Pada Tahun 2011 Semua Kabupaten/Kota Mengalami Surplus Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. Komposisi Pendapatan Daerah Berdasarkan Sumbernya Menunjukkan Bahwa Mayoritas Kabupaten/Kota Di DIY Pada Tahun 2011 Masih Memiliki Derajad Ketergantungan Fiskal Yang Cukup Tinggi Terhadap Transfer Dana Perimbangan Dari Pemerintah Pusat. Fenomena Ini Terlihat Dari Nilai Rasio Realisasi Pendapatan Asli Daerah PAD Terhadap Total Pendapatan Kabupaten/Kota Yang Masih Rendah, Sehingga Kemampuan Sumber Keuangan Daerah Dalam Membiayai Kegiatan Pembangunan Juga Masih Rendah. Nilai Rasio PAD Terhadap Total Pendapatan Yang Tertinggi Dimiliki Oleh Kota Yogyakarta Sebesar 24,05 Persen Dan Meningkat Dari Tahun Sebelumnya Yang Sebesar 22 Persen. Sementara, Nilai Rasio Di Kabupaten Yang Lainnya Masih Berada Di Bawah 18 Persen. Dibandingkan Dengan Tahun 2010, Nilai Rasio Di Tiga Kabupaten/Kota Bantul, Sleman Dan Yogyakarta Semakin Meningkat, Sehingga Tingkat Kemandirian Fiskalnya Semakin Baik. Sebaliknya, Di Kabupaten Kulonprogo Dan Gunungkidul Justru Menurun Atau Semakin Tergantung Pada Transfer Dana Dari Pemerintah Pusat. Grafik 2.6. Realisasi Penerimaan Dan Pengeluaran Daerah Menurut Kabupaten/Kota, 2011 Rp Milyar Sumber Realisasi APBD 2011, DJPK Kemenkeu RI Grafik 2.5. Realisasi Penerimaan Dan Pengeluaran Daerah Menurut Kabupaten/Kota, 2010 Rp Milyar Sumber Realisasi APBD 2010, DJPK Kemenkeu RI Ht Tp //Y Og Y Ka Rta .B Ps .G O. Id 8 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Komposisi Pendapatan Tahun 2011 Yang Bersumber Dari Transfer Didominasi Oleh Dana Alokasi Umum DAU Yang Dengan Porsi Yang Bervariasi Antara 45-60 Persen. Semakin Tinggi Proporsi DAU Dalam Pendapatan Daerah Menunjukkan Ketergantungan Fiskal Yang Semakin Besar, Sebaliknya Jika Semakin Rendah Maka Ketergantungan Fiskalnya Juga Semakin Rendah. Proporsi DAU Yang Tertinggi Dimiliki Oleh Kabupaten Gunungkidul Dan Kulonprogo Dengan Nilai Masing-Masing Sebesar 59,22 Persen Dan 56,08 Persen. Sementara, Kota Yogyakarta Dan Sleman Dengan Nilai Proporsi DAU Sebesar 45,83 Persen Dan 48,18 Persen Merupakan Daerah Yang Memiliki Proporsi DAU Terendah . Secara Umum, Fenomena Ini Menunjukkan Bahwa Kabupaten Kulonprogo Dan Gunungkidul Menjadi Daerah Yang Memiliki Ketergantungan Fiskal Yang Terbesar. Berbeda Dengan DAU Yang Penggunaannya Lebih Bersifat Umum, Dana Alokasi Khusus DAK Merupakan Bentuk Dana Transfer Perimbangan Yang Memiliki Tujuan Lebih Khusus Terutama Untuk Meningkatkan Kualitas Infrastruktur Fisik Di Daerah. Porsi DAK Dalam Realisasi Pendapatan Kabupaten/ Kota Di DIY Sangat Bervariasi Dan Yang Tertinggi Diterima Oleh Kabupaten Gunungkidul Dengan Porsi Sebesar 6,12 Persen. Dengan Kondisi Infrastruktur Yang Relatif Sudah Lebih Baik, Kota Yogyakarta Menjadi Daerah Yang Menerima DAK Dengan Porsi Yang Terendah Sebesar 0,19 Persen. Dari Sisi Belanja/Pengeluaran, Komposisi Terbesar Dalam Realisasi Anggaran 2011 Kabupaten/Kota Digunakan Untuk Kegiatan Operasional Atau Kegiatan Yang Bersifat Rutin Seperti Belanja Pegawai, Belanja Barang Dan Jasa, Bunga, Subsidi Dan Lainnya. Porsi Untuk Kegiatan Operasional Berkisar Antara 82-93 Persen Dari Total Pengeluaran Dan Transfer. Sementara Itu, Porsi Pengeluaran Daerah Untuk Belanja Modal/Infrastruktur Masih Sangat Rendah Dan Nilainya Berkisar Antara 6-14 Persen. Padahal, Jenis Pengeluaran Inilah Yang Sebenarnya Dinikmati Secara Luas Oleh Publik. Porsi Belanja Modal Yang Tertinggi Dicapai Oleh Kabupaten Kulonprogo Dengan Nilai Sebesar 13,53 Persen Dan Yang Terendah Adalah Kota Yogyakarta Dengan Nilai 6,78 Persen. Tabel 2.6. Realisasi Pendapatan Dan Belanja Daerah Menurut Kabupaten/Kota, 2011 Persen Rincian Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogya Karta Pendapatan 100 100 100 100 100 PAD 6,79 10,92 5,64 17,29 24,05 DBH 3,78 3,91 3,71 6,05 6,59 DAU 56,08 52,95 59,22 48,18 45,83 DAK 6,10 3,89 6,12 3,25 0,19 Transfer Lain 24,51 16,36 25,30 23,55 19,51 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 2,74 11,98 0,00 1,68 3,84 Belanja 99,76 97,13 95,16 96,92 100,00 Operasional 86,09 86,45 83,13 89,36 93,05 Modal 13,53 10,59 11,94 7,52 6,78 Lainnya 0,14 0,09 0,09 0,04 0,17 Transfer Lain 0,24 2,87 4,84 3,08 0,00 Belanjatransfer 100 100 100 100 100 Sumber Realisasi APBD 2010, DJPK Kemenkeu RI Tahukah Anda Tingkat Kemandirian/Kemampuan Fiskal Kota Yogyakarta Adalah Yang Tertinggi Di DIY. Rasio Belanja Modal/Infrastruktur Kabupaten/Kota Di DIY Masih Rendah. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rt .B Ps .G O. Id 9 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Hasil Sensus Penduduk 2010 Mencatat Jumlah Penduduk DIY Mencapai 3.457.491 Jiwa, Dengan Komposisi 49,43 Persen Laki-Laki Dan 50,57 Persen Perempuan. Penduduk Tersebut Dan Tersebar Di Lima Kabupaten/Kota Dengan Populasi Terbesar Terdapat Di Kabupaten Sleman Dan Diikuti Oleh Kabupaten Bantul Dan Gunungkidul. Pada Tahun 2012, Populasi Penduduk Yang Tinggal Di Kabupaten Sleman Sebanyak 1.114.833 Jiwa Atau 31,72 Persen Dari Seluruh Penduduk DIY Dan Di Bantul Sebanyak 927.956 Jiwa Atau 26,40 Persen. Sebagai Pusat Perekonomian Dan Pemerintahan, Kota Yogyakarta Dihuni Oleh 394.012 Jiwa Penduduk Atau 11,19 Persen Dari Seluruh Populasi Penduduk DIY. Meskipun Demikian, Wilayah Kota Yogyakarta Sudah Semakin Jenuh Untuk Menampung Penduduk Akibat Meningkatnya Kegiatan Sosial Dan Ekonomi Masyarakat. Hal Ini Membawa Konsekuensi Terhadap Perkembangan Penduduk Di Wilayah Penyangga Di Sekitarnya, Terutama Di Kabupaten Sleman Dan Bantul. Jumlah Penduduk DIY Selalu Bertambah Setiap Tahun, Namun Laju Pertumbuhannya Cenderung Berfluktuasi. Hasil Sensus Penduduk Tahun 1971 Mencatat Jumlah Penduduk Yang Tinggal Di DIY Sebanyak 2,49 Juta Jiwa Dan Terus Meningkat Menjadi 3,46 Juta Jiwa Di Tahun 2010. Laju Pertumbuhan Penduduk Selama Periode 1971-1980 Tercatat Sebesar 1,10 Persen Per Tahun. Laju Ini Melambat Menjadi 0,58 Persen Per Tahun Di Periode 1980-1990 Dan 0,72 Persen Per Tahun Di Periode 1990-2000 Sebagai Dampak Keberhasilan Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Program Keluarga Berencana KB Maupun Perbaikan Taraf Kesehatan Masyarakat. Peningkatan Taraf Kesehatan Masyarakat Ditandai Oleh Membaiknya Kesehatan Ibu, Anak Dan Balita Sehingga Terjadi Penurunan Angka Kematian Bayi Secara Signifikan Dan Mampu Menurunkan Tingkat Kelahiran. Meskipun Demikian, Dalam Sepuluh Tahun Terakhir 2000-2010 Laju Pertumbuhan Penduduk Kembali Meningkat Menjadi 1,04 Persen Per Tahun. Fenomena Ini Berkaitan Dengan Semakin Menurunnya Angka Kematian Dan Meningkatnya Angka Harapan Hidup Serta Semakin Bertambahnya Migrasi Masuk Dengan Tujuan Bersekolah Atau Bekerja. Grafik 3.1. Jumlah Penduduk DIY Menurut Kabupaten/Kota, 2012 Sumber Estimasi Berdasarkan Hasil SP2010, BPS Tabel 3.1. Jumlah Dan Laju Pertumbuhan Penduduk DIY Menurut Kabupaten/Kota, 1971-2010 Kabupaten/ Kota Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Per Tahun 1971 1980 1990 2000 2010 1971- 1980 1980- 1990 1990- 2000 2000- 2010 Kulonprogo 370.629 380.685 372.309 370.944 388.869 0,29 -0,22 -0,04 0,48 Bantul 568.618 634.442 696.905 781.013 911.503 1,21 0,94 1,19 1,57 Gunungkidul 620.085 659.486 651.004 670.433 675.382 0,68 -0,13 0,30 0,07 Sleman 588.304 677.323 780.334 901.377 1.093.110 1,56 1,43 1,50 1,96 Yogyakarta 340.908 398.192 412.059 396.711 388.627 1,72 0,34 -0,39 -0,21 DIY 2.488.544 2.750.128 2.912.611 3.120.478 3.457.491 1,10 0,58 0,72 1,04 Sumber Profil Kependudukan SP2010, BPS DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B P .G O. Id 10 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Laju Pertumbuhan Penduduk Yang Tercepat Selama Empat Dekade Terakhir Terjadi Di Kabupaten Sleman Dan Bantul. Selama Periode 2000-2010 Kedua Daerah Tersebut Memiliki Laju Pertumbuhan Penduduk Sebesar 1,92 Persen Dan 1,55 Persen Per Tahun. Sebaliknya, Kota Yogyakarta Justru Mengalami Pertumbuhan Penduduk Negatif Sebesar 0,21 Persen. Fenomena Ini Terkait Dengan Semakin Berkembangnya Kawasan Pemukiman Di Sekeliling Kota Yogyakarta Akibat Berpindahnya Beberapa Perguruan Tinggi Ke Daerah Pinggiran Maupun Semakin Maraknya Kegiatan Ekonomi Dan Sosial Sehingga Mendorong Penduduk Untuk Tinggal Di Kawasan Pinggiran Yang Suasananya Lebih Nyaman Dan Harganya Terjangkau. Kepadatan Penduduk DIY Di Tahun 2010 Sebesar 1.085 Jiwa Per Km2, Artinya Setiap 1 Km2 Wilayah DIY Dihuni Oleh 1.085 Jiwa Penduduk. Angka Kepadatan Penduduk Ini Berada Pada Urutan Ketiga Secara Nasional Setelah Provinsi DKI Jakarta Dan Jawa Barat, Yang Masing-Masing Memiliki Kepadatan Penduduk 14.469 Jiwa Per Km2 Dan 1.217 Jiwa Per Km2. Dibandingkan Dengan Kepadatan Penduduk Pada Tahun 2000 Yang Mencapai 979 Jiwa Per Km2, Kepadatan Penduduk Pada Tahun 2010 Meningkat Cukup Tajam Dengan Selisih 106 Jiwa Per Km2. Hal Ini Berarti, Selama Rentang Sepuluh Tahun Jumlah Penduduk Di Setiap 1 Km2 Wilayah DIY Bertambah Sebanyak 106 Jiwa. Berdasarkan Wilayah, Kepadatan Penduduk Tertinggi Terjadi Di Kota Yogyakarta. Setiap 1 Km2 Wilayah Kota Yogyakarta Dihuni Oleh 11.958 Jiwa Penduduk. Tingginya Kepadatan Penduduk Di Kota Yogyakarta Sangat Berkaitan Dengan Statusnya Sebagai Ibukota Pemerintahan Maupun Sebagai Pusat Perekonomian Dan Pendidikan. Faktor Ini Menjadi Daya Tarik Bagi Sebagian Penduduk Dari Luar Daerah Untuk Bermigrasi Dan Melakukan Aktivitas Ekonomi Maupun Aktivitas Pendidikan Di Kota Yogyakarta. Di Sisi Lain, Luas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta Relatif Terbatas Untuk Menampung Populasi Penduduk Sehingga Banyak Di Antara Mereka Yang Tinggal Di Daerah Pinggiran Yang Menjadi Penyangga Kota. Kabupaten Sleman Dan Bantul Berada Pada Urutan Berikutnya Dengan Kepadatan Masing-Masing Sebesar 1.902 Jiwa/Km2 Dan 1.798 Jiwa/Km2. Sementara Itu, Gunungkidul Menjadi Daerah Dengan Kepadatan Penduduk Terendah Yakni 445 Jiwa/Km2. Rendahnya Kepadatan Penduduk Di Gunungkidul Berkaitan Dengan Karakteristik Wilayah Yang Berupa Pegunungan Kering Maupun Infrastruktur Yang Kurang Memadai Untuk Dijadikan Sebagai Tempat Tinggal Maupun Tempat Untuk Melakukan Aktivitas Ekonomi. Tabel 3.2. Distribusi Penduduk DIY Menurut Kabupaten/Kota, 1971-2010 Persen Kab/Kota 1971 1980 1990 2000 2010 Kulonprogo 14,89 13,84 12,78 11,89 11,25 Bantul 22,85 23,07 23,93 25,03 26,36 Gunungkidul 24,92 23,98 22,35 21,48 19,53 Sleman 23,64 24,63 26,79 28,89 31,62 Yogyakarta 13,70 14,48 14,15 12,71 11,24 Jumlah 100 100 100 100 100 Sumber Profil Kependudukan SP2010, BPS DIY Tabel 3.3. Luas Wilayah Dan Kepadatan Penduduk DIY Menurut Kabupaten/Kota, 1971-2010 Jiwa/Km 2 Kab/Kota Luas Wilayah Kepadatan Penduduk Per Km2 Km2 1971 1980 1990 2000 2010 Kulonprogo 586 18,40 632 649 635 633 663 Bantul 507 15,91 1.122 1.252 1.375 1.541 1.798 Gunungkidul 1.486 46,63 418 444 438 451 455 Sleman 575 18,04 1.024 1.178 1.358 1.568 1.902 Yogyakarta 32 1,02 10.490 12.252 12.679 12.206 11.958 DIY 3.186 100 781 863 914 979 1.085 Ht Tp //Y Og Ya K Rta .B Ps .G O. Id 11 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Komposisi Penduduk DIY Menurut Kelompok Umur Pada Periode 2000 Dan 2010 Disajikan Dalam Grafik 3.2 Dan 3.3. Secara Umum, Struktur Penduduk DIY Selama Dua Periode Masih Didominasi Oleh Penduduk Berusia Muda, Tetapi Terjadi Sedikit Perubahan Dalam Komposisinya. Pada Piramida Tahun 2010, Komposisi Didominasi Oleh Penduduk Pada Usia 15-24 Tahun. Pada Tahun 2010, Komposisi Penduduk Pada Usia 0-45 Tahun Cukup Berimbang Dan Telah Terjadi Penggemukan Pada Usia 25-45 Tahun. Hal Ini Menunjukkan Adanya Peningkatan Jumlah Penduduk Pada Usia 25 Tahun Ke Atas, Yang Mencakup Angkatan Kerja Dan Penduduk Usia Lanjut. Peningkatan Jumlah Angkatan Kerja Perlu Diwaspadai Terkait Ketersediaan Lapangan Kerja Yang Jumlahnya Terbatas, Sehingga Tidak Berdampak Pada Meningkatnya Jumlah Pengangguran. Peningkatan Jumlah Penduduk Usia Lanjut Secara Tidak Langsung Menunjukkan Adanya Perbaikan Dalam Kualitas Kesehatan Penduduk. Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2010, Jumlah Penduduk Laki-Laki Di DIY Sebanyak 1.708.910 Jiwa Dan Perempuan Sebanyak 1.748.581 Jiwa. Seks Rasio Yang Terhitung Sebesar 97,73 Atau Terdapat 98 Laki-Laki Untuk Setiap 100 Perempuan. Artinya, Jumlah Penduduk Perempuan 2,27 Persen Lebih Banyak Dibandingkan Dengan Jumlah Penduduk Laki-Laki. Dibandingkan Dengan Hasil Sensus Penduduk 2000, Seks Rasio Penduduk DIY Tahun 2010 Sedikit Mengalami Penurunan Dari 98,3 Menjadi 97,73. Grafik 3.4. Sex Rasio Penduduk Diymenurut Kelompok Umur, 2010 Persen Sumber SP2010, BPS DIY Tabel 3.4. Sex Rasio Penduduk DIY Menurut Kabupaten/ Kota, Tahun 2000 Dan 2010 Persen Kab/Kota Rasio Jenis Kelamin 2000 2010 Selisih Kulonprogo 97,00 96,23 -0,77 Bantul 99,00 99,45 0,45 Gunungkidul 95,10 93,70 -1,40 Sleman 101,80 100,49 -1,31 Yogyakarta 95,80 94,81 -0,99 D.I. Yogyakarta 98,30 97,73 -0,57 Sumber SP2000 Dan SP2010, BPS DIY Grafik 3.2. Piramida Penduduk DIY, 2000 Grafik 3.3. Piramida Penduduk DIY, 2010 Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 12 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Seks Rasio Di Mayoritas Kabupaten/Kota Memiliki Nilai Kurang Dari 100, Artinya Jumlah Penduduk Perempuan Cenderung Lebih Banyak Dibandingkan Dengan Penduduk Laki-Laki. Namun Demikian, Kabupaten Sleman Justru Memiliki Seks Rasio Lebih Dari 100 Yang Berarti Jumlah Penduduk Laki-Lakinya Lebih Banyak Dari Perempuan. Hampir Semua Kabupaten/Kota Juga Mengalami Penurunan Seks Rasio, Kecuali Bantul Yang Meningkat Dari 99 Persen Pada Tahun 2000 Menjadi 99,45 Persen Pada Tahun 2010. Berdasarkan Kelompok Umur, Seks Rasio Menunjukkan Pola Semakin Menurun Seiring Dengan Meningkatnya Kelompok Umur. Nilai Seks Rasio Penduduk DIY Mulai Dari Lahir Sampai Umur 29 Tahun Berada Di Atas 100, Artinya Jumlah Penduduk Laki-Laki Pada Usia Tersebut Lebih Dominan Dari Perempuan. Mulai Usia 30 Tahun, Jumlah Penduduk Perempuan Lebih Dominan Dari Laki-Laki Yang Ditunjukkan Oleh Nilai Sex Rasio Yang Kurang Dari 100. Namun, Pada Kelompok Umur 55-59 Nilai Sex Rasio Berada Di Atas 100. Pada Kelompok Umur 60 Tahun Ke Atas, Jumlah Penduduk Perempuan Sangat Dominan. Fenomena Ini Terjadi Karena Angka Harapan Hidup Perempuan Relatif Lebih Tinggi Dari Laki-Laki Yang Disebabkan Laki- Laki Cenderung Melakukan Pekerjaan Dan Aktivitas Yang Sifatnya Lebih Berat, Kasar Serta Memiliki Resiko Yang Lebih Besar Dibandingkan Dengan Perempuan. Rasio Ketergantungan Dependency Ratio Merupakan Rasio Yang Menyatakan Perbandingan Antara Banyaknya Penduduk Yang Belum Dan Tidak Produktif Umur Dibawah 15 Tahun Dan 65 Tahun Ke Atas Dengan Banyaknya Penduduk Yang Termasuk Produktif Secara Ekonomi Umur 15-64 Tahun. Rasio Ketergantungan Penduduk DIY Pada Tahun 2010 Sebesar 45,9 Persen. Secara Kasar, Hal Ini Berarti Setiap 100 Penduduk Produktif Menanggung Sekitar 46 Orang Yang Tidak Produktif. Angka Tersebut Lebih Tinggi Dibanding Rasio Ketergantungan Penduduk DIY Pada Tahun 2000 Yang Sebesar 44,7 Persen. Semakin Tinggi Rasio Ketergantungan Menunjukkan Semakin Tingginya Beban Yang Harus Ditanggung Penduduk Usia Produktif 15-64 Tahun Untuk Membiayai Hidup Penduduk Yang Belum Produktif 0-14 Tahun Dan Yang Sudah Tidak Produktif Lagi 65 Tahun Lebih. Rasio Beban Ketergantungan Di Daerah Perkotaan Tercatat Sebesar 42,08 Persen, Sementara Di Daerah Perdesaan 54,19 Persen. Hal Ini Menunjukkan Bahwa Penduduk Usia Produktif Di Perdesaan Memiliki Beban Yang Lebih Berat Dibandingkan Dengan Penduduk Usia Produktif Di Perkotaan. Grafik 3.5. Rasio Ketergantungan Penduduk DIY, 1971-2010 Sumber SP2010, BPS DIY Tahukah Anda Seks Rasio Penduduk DIY Semakin Menurun Seiring Dengan Meningkatnya Kelompok Umur. Seks Rasio Penduduk Usia 60 Tahun Ke Atas Cenderung Rendah Karena Angka Harapan Hidup Para Lansia Perempuan Lebih Tinggi Dibandingkan Laki-Laki. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 13 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tenaga Kerja Menjadi Salah Satu Faktor Produksi Yang Memiliki Peran Sentral Dalam Menggerakkan Aktivitas Perekonomian. Sebagai Faktor Produksi, Tenaga Kerja Merupakan Unsur Manusia Yang Memiliki Perilaku Berbeda-Beda. Setiap Orang Akan Berharap Mendapat Balas Jasa Yang Memadai Sesuai Pekerjaan Yang Telah Dilakukannya. Namun, Sistem Dan Struktur Upah Dalam Pasar Tenaga Kerja Ditentukan Berdasarkan Pada Pertimbangan Berbagai Faktor Seperti Pendidikan Yang Ditamatkan, Masa Kerja, Jenis Dan Resiko Pekerjaan, Lokasi Kerja, Pengalaman Kerja, Usia, Dan Jabatan Yang Bersangkutan Di Tempat Kerja. Terbatasnya Kesempatan Kerja Yang Tersedia Menyebabkan Tidak Semua Angkatan Kerja Dapat Terserap Dalam Pasar Kerja, Sehingga Timbul Pengangguran. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK Di DIY Selama Periode 2009-2012 Berada Pada Kisaran 70 Persen. Secara Kasar, Angka Ini Menggambarkan Besarnya Proporsi Penduduk Berusia Kerja Yang Terlibat Aktif Dalam Kegiatan Perekonomian Baik Yang Berstatus Bekerja Maupun Mencari Kerja Atau Penganggur. Dibandingkan Dengan Periode Sebelumnya, TPAK Tahun 2012 Sedikit Mengalami Peningkatan Hingga Mencapai 70,85 Persen. Proporsi Bukan Angkatan Kerja Mencapai 30,31 Persen Terdiri Dari Penduduk Yang Bersekolah, Mengurus Rumah Tangga Dan Lainnya. Bagian Dari Angkatan Kerja Yang Tidak Terserap Oleh Pasar Tenaga Kerja Termasuk Dalam Kategori Pengangguran Terbuka TPT. Selama Periode 2006-2012, TPT DIY Cukup Berfluktuasi Dan Memiliki Kecenderungan Semakin Menurun Dari 6,31 Persen Di Tahun 2006 Menjadi 3,97 Persen Di Tahun 2012. Berdasarkan Wilayah, TPT Perkotaan Tercatat Selalu Lebih Tinggi Dibandingkan Daerah Perdesaan. Pada Tahun 2012, TPT Perkotaan Mencapai 4,53 Persen, Sedangkan TPT Di Perdesaan Mencapai 2,99 Persen. Fenomena Ini Menunjukkan Bahwa Penduduk Di Perdesaan Lebih Mudah Terserap Di Pasar Kerja, Meskipun Pasar Tenaga Kerja Di Perdesaan Relatif Terbatas Dengan Struktur Homogen Dan Dominan Pada Sektor Pertanian. Sebaliknya, Penduduk Perkotaan Lebih Selektif Dalam Memilih Lapangan Usaha Dan Jenis Pekerjaan Yang Sesuai Dengan Pendidikannya. Lamanya Waktu Dalam Mencocokkan Jenis Pekerjaan Yang Sesuai Inilah Yang Mendorong TPT Daerah Perkotaan Menjadi Lebih Tinggi. Tabel 4.1. Statistik Ketenagakerjaan DIY 2009-2012 Uraian 2009 2010 2011 2012 Angkatan Kerja 2.016.694 1.882.296 1.872.912 1.944.858 Bekerja 1.895.648 1.775.148 1.798.595 1.867.708 Pengangguran 121.046 107.148 74.317 77.150 Bukan Angkatan Kerja 855.025 815.838 814.511 800.214 Penduduk Usia Kerja 2.871.719 2.698.134 2.687.423 2.745.072 TPAK Persen 70,23 69,76 69,69 70,85 TPT Persen 6,00 5,69 3,97 3,97 Sumber Sakernas DIY Bulan Agustus, 2008-2012 Tahukah Anda Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja DIY Periode 2006-2012 Berada Pada Kisaran 70 Persen, Sementara Tingkat Pengangguran Tebuka Memiliki Tren Semakin Menurun Hingga Mencapai 3,97 Persen Di Tahun 2012. Grafik 4.1. TPT DIY Menurut Status Wilayah, 2006-2012 Sumber Sakernas DIY Bulan Agustus, 2006-2012 Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 14 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 STRUKTUR TENAGA KERJA Struktur Angkatan Kerja Berdasarkan Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Menunjukkan Bahwa Mayoritas Angkatan Kerja Di DIY Pada Tahun 2012 Telah Mengenyam Pendidikan Sampai Tingkat SLTA Dengan Proporsi 34,02 Persen. Namun Demikian, Proporsi Angkatan Kerja Berpendidikan SD Ke Bawah Juga Masih Sangat Besar Yakni 34,48 Persen. Bahkan, 5,83 Persen Diantaranya Berstatus Tidak/Belum Pernah Sekolah Dan 10,10 Persen Tidak Tamat SD. Proporsi Angkatan Kerja Yang Berpendidikan SLTP Dan Perguruan Tinggi Masing-Masing Sebesar 18,29 Persen Dan 13,32 Persen. Struktur Tenaga Kerja Dalam Pasar Tenaga Kerja Di DIY Didominasi Oleh Empat Lapangan Usaha, Yakni Perdagangan, Hotel Dan Restoran Pertanian Jasa-Jasa Dan Industri Pengolahan. Sektor Pertanian Memiliki Peranan Sangat Dominan Dalam Menyerap Tenaga Kerja Di Tahun 2005 34,4 , Tetapi Secara Bertahap Peranannya Semakin Menurun Hingga 26,9 Persen Di Tahun 2012. Sektor Perdagangan Mampu Menyerap Hingga 24,2 Persen Persen Tenaga Kerja Di Tahun 2005 Dan Meningkat Menjadi 24,9 Persen Di Tahun 2012. Sektor Jasa-Jasa Dan Sektor Industri Pengolahan Mampu Menyerap Tenaga Kerja Sebanyak 18,8 Persen Dan 15,11 Persen Di Tahun 2012. Dibandingkan Dengan Tahun 2005, Kedua Sektor Ini Mengalami Peningkatan Yang Cukup Signifikan Dalam Menyerap Tenaga Kerja Masing-Masing Meningkat Sebesar 4,1 Persen Dan 2,0 Persen. Keempat Sektor Yang Lainnya Pertambangan, Listrik, Gas Dan Air Bersih Konstruksi Angkutan Dan Komunikasi Dan Keuangan Memiliki Andil Yang Relatif Rendah, Tetapi Perkembangan Andilnya Yang Semakin Meningkat Dari Tahun Ke Tahun. Grafik 4.2. Angkatan Kerja DIY Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan, 2012 Persen Sumber Sakernas Bulan Agustus 2011, DIY Sumber Sakernas Bulan Agustus 2005 Dan 2012, BPS DIY Tahukah Anda Sektor Pertanian Memiliki Kontribusi Terbesar Dalam Menyerap Tenaga Kerja Di DIY, Tetapi Secara Perlahan Andinya Semakin Menurun Dan Mulai Tergantikan Oleh Sektor Perdagangan, Hotel Dan Restoran. 34,4 0,813,1 7,7 24,2 3,3 1,8 14,7 26,9 0,9 15,1 7,1 24,9 3,3 3,1 18,8 Pertanian Pertambangan, Listrik Air Industri Konstruksi Perdagangan Angkutan Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa 2005 2012 Grafik 4.3. Komposisi Tenaga Kerja Di DIY Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 Dan 2012 Persen Ht Tp //Y Og Y Ka Rta .B Ps .G O. Id 15 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Berdasarkan Status Pekerjaan Utama, Mayoritas Penduduk Bekerja Di DIY Melakukan Kegiatan Sebagai Buruh/Karyawan. Pada Tahun 2008, Proporsi Buruh/Karyawan Mencapai 30,83 Persen Dan Terus Meningkat Menjadi 39,06 Persen Di Tahun 2012. Sementara Itu, Proporsi Pekerja Yang Berstatus Berusaha Mencapai 35,86 Persen Dan Terdiri Dari Berusaha Sendiri 12,69 , Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak Dibayar 18,78 Dan Berusaha Dibantu Buruh Tetap 4,38 . Selama Lima Tahun Terakhir, Proporsi Yang Berusaha Sendiri Maupun Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Tidak Dibayar Menunjukkan Pola Yang Semakin Menurun. Proporsi Pekerja Yang Berstatus Pekerja Bebas/Lepas Di Sektor Pertanian Selama Lima Tahun Terakhir Semakin Menurun Hingga Menjadi 2,21 Persen. Secara Kasar, Fenomena Ini Menggambarkan Kondisi Sektor Pertanian Yang Semakin Jenuh Dalam Menampung Kelebihan Penawaran Tenaga Kerja. Meskipun Menjadi Tumpuan Utama Dalam Menampung Angkatan Kerja, Namun Peranannya Semakin Menurun Sebagai Akibat Dari Lambatnya Peningkatan Produktivitas Dan Area Lahan Yang Semakin Menyempit. Akibatnya, Terjadi Perpindahan Status Penduduk Dari Pekerja Bebas Di Sektor Pertanian Menjadi Pekerja Lepas Di Sektor Lainnya Atau Bahkan Berubah Menjadi Pekerja Tetap/Buruh/Pegawai. Hal Lain Yang Cukup Menarik Untuk Dicermati Adalah Semakin Berkurangnya Proporsi Pekerja Tak Dibayar Atau Pekerja Keluarga Dari 16,43 Persen Di Tahun 2008 Menjadi 16,38 Persen Di Tahun 2012. Secara Kasar, Fakta Ini Sangat Menggembirakan Karena Dengan Semakin Berkurangnya Status Pekerja Tak Dibayar Menjadi Pekerja Tetap, Pekerja Bebas Atau Berusaha Sendiri Akan Berpengaruh Terhadap Peningkatan Pendapatan Diri Dan Keluarga Dari Pekerja Yang Bersangkutan. Meskipun Demikian, Jika Dilihat Dari Jumlah Jam Kerja Per Minggu Masih Cukup Banyak Pekerja Yang Termasuk Dalam Kategori Setengah Pengangguran Under Unemployment Karena Memiliki Jumlah Jam Kerja Kurang Dari Jam Kerja Normal Yakni 35 Jam Per Minggu. Pada Tahun 2010, Sebanyak 24,15 Persen Dari Penduduk Bekerja Memiliki Jam Kerja Kurang Dari 35 Jam Per Minggu Dan Meningkat Menjadi 28,24 Persen Di Tahun 2012. Fenomena Ini Menunjukkan Meskipun TPT Secara Umum Menurun, Namun Tingkat Setengah Pengangguran Justru Meningkat. Artinya, Penduduk Yang Berubah Status Dari Pengangguran Terbuka Menjadi Bekerja Sebagian Besar Memiliki Jam Kerja Di Bawah Jam Kerja Normal. Bahkan, Lebih Dari 6 Persen Diantaranya Memiliki Jam Kerja Di Bawah 14 Jam Per Minggu. Tabel 4.2. Struktur Penduduk Bekerja Di DIY Menurut Status Pekerjaan Utama, 2008-2012 Persen Status Pekerjaan Utama 2008 2009 2010 2011 2012 Berusaha Sendiri 16,46 14,33 13,75 13,91 12,69 Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak Dibayar 22,80 23,81 24,35 19,35 18,78 Berusaha Dibantu Buruh Tetap 4,00 2,96 3,90 4,27 4,38 Buruh/Karyawan/Pegawai 30,83 32,44 30,57 40,12 39,06 Pekerja Bebas Pertanian 3,01 2,89 2,02 1,39 2,21 Pekerja Bebas Non Pertanian 6,47 7,67 6,54 7,02 6,50 Pekerja Keluarga 16,43 15,90 18,87 13,95 16,38 Total 100 100 100 100 100 Sumber Sakernas DIY Bulan Agustus, 2008-2012 Gambar 4.4. Struktur Penduduk Bekerja Di DIY Menurut Jumlah Jam Kerja Per Minggu, 2010-2011 Sumber Sakernas DIY Bulan Agustus, 2010-2012 Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 16 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 UPAH MINIMUM PROVINSI UMP UMP Merupakan Standar Upah Minimal Yang Harus Dibayarkan Oleh Pengusaha/Perusahaan Kepada Karyawan/ Buruh/Pegawai Sesuai Dengan Tingkat Kebutuhan Hidup Minimum Yang Layak KHL Yang Berlaku Di Provinsi Yang Bersangkutan. Tujuan Utama Penetapan Upah Minimum Adalah Untuk Menjaga Daya Beli Penduduk Akibat Adanya Kenaikan Harga Atau Inflasi. Penentuan UMP Dilakukan Oleh Dewan Pengupahan Daerah Yang Terdiri Dari Perwakilan Birokrat, Akademisi Dan Serikat Pekerja Melalui Survei Kebutuhan Hidup Minimum Yang Dilakukan Setiap Tahun. Sampai Saat Ini, UMP Menjadi Isu Yang Sangat Sensitif Karena Dalam Realitanya Tidak Semua Perusahaan Melakukan Pembayaran Upah Sesuai Dengan Ketentuan UMP Dengan Alasan Kemampuan Perusahaan Dalam Membayar Upah Berbeda-Beda. Pada Tahun 2012, UMP DIY Secara Nominal Ditetapkan Sebesar Rp 892,66 Ribu Per Bulan Dan Meningkat 10,48 Persen Dari UMP Tahun 2011. Perkembangan Nilai Nominal UMP Selama Periode 2007-2012 Menunjukkan Peningkatan, Meskipun Dari Sisi KHL Cenderung Berfluktuasi Dan Sangat Tergantung Pada Tingkat Harga Yang Berlaku. Berbeda Dengan Periode Sebelumnya Dimana UMP Selalu Lebih Rendah Dari KHL, Mulai Tahun 2011 Nilai UMP Sedikit Berada Di Atas KHL. Hal Ini Menjadi Pertanda Baik, Namun Banyak Pihak Terutama Dari Kalangan Serikat Buruh/Pekerja Yang Merasa Kecewa Karena KHL Yang Ditetapkan Di DIY Jauh Lebih Rendah Dibandingkan Dengan Beberapa Provinsi Lainnya Di Indonesia. Gambar 4.1. Demo Buruh Menolak Praktek Pekerja Kontrak Grafik 4.5. Perkembangan Nilai Upah Minimum Regional UMR DIY, 2007-2012 Rp 000 Sumber Dewan Pengupahan Daerah DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rt .B Ps .G O. Id 17 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 5.1. Rata-Rata Murid Dan Guru Per Sekolah, Rasio Murid Guru Dan Murid Kelas Menurut Tingkatan Pendidikan Di DIY Tingkatan Pendidikan Tahun Ajaran Rata-Rata Per Sekolah Rasio Murid Guru Rasio Murid Kelas Murid Guru SD 2004/2005 143 9 16 22 2006/2005 147 10 14 23 2007/2006 156 11 14 22 2007/2008 157 12 14 22 2008/2009 157 12 13 22 2009/2010 158 12 13 23 2010/2011 158 12 13 22 2011/2012 158 12 13 22 2012/2013 158 12 14 21 SLTP 2004/2005 258 18 14 38 2006/2005 265 20 13 39 2007/2006 261 19 13 37 2007/2008 260 20 13 36 2008/2009 261 20 13 35 2009/2010 263 20 13 33 2010/2011 261 20 13 29 2011/2012 256 19 13 29 2012/2013 290 25 12 29 SLTA 2004/2005 204 16 13 37 2006/2005 213 16 13 37 2007/2006 210 16 13 36 2007/2008 213 17 12 35 2008/2009 216 18 12 34 2009/2010 220 18 12 32 2010/2011 266 18 15 31 2011/2012 218 18 12 29 2012/2013 319 34 9 26 SMK 2004/2005 388 40 10 29 2006/2005 395 41 10 30 2007/2006 387 41 9 30 2007/2008 347 38 9 30 2008/2009 327 35 9 31 2009/2010 357 39 9 31 2010/2011 341 38 9 32 2011/2012 353 39 9 31 2012/2013 378 39 10 27 Sumber Diolah Dari Data Dinas Pendidikan DIY Salah Satu Tujuan Negara Yang Diamanahkan Dalam Pembukaan UUD 1945 Adalah Untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Langkah Yang Ditempuh Oleh Pemerintah Untuk Melaksanakannya Adalah Dengan Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui Jalur Pendidikan Baik Pendidikan Di Dalam Sekolah Formal Maupun Di Luar Sekolah Non Formal. Selama Kurun Waktu Beberapa Tahun Terakhir, Pembangunan Pendidikan Yang Dilaksanakan Telah Menunjukkan Kemajuan Yang Menggembirakan. Program Wajib Belajar Sembilan Tahun, Yang Didukung Dengan Pembangunan Infrastruktur Sekolah Dan Penyediaan Tenaga Pendidik Yang Mencukupi Maupun Pengalokasian Anggaran Pendidikan Sebesar 20 Persen Dari APBN/APBD Menjadi Bukti Keseriusan Pemerintah Dalam Melaksanakan Amanah UUD 1945. RASIO MURID GURU DAN MURID KELAS Secara Umum, Rata-Rata Jumlah Murid Dan Guru Per Sekolah Semakin Meningkat Seiring Dengan Meningkatnya Jenjang Pendidikan. Pada Tahun 2012/2013, Setiap Sekolah Pada Level SD Rata-Rata Menampung Sebanyak 158 Orang Murid, Level SLTP 290 Murid, Level SLTA 319 Murid Dan Level SMK 378 Murid. Rasio Murid Guru Memiliki Pola Semakin Menurun Seiring Dengan Meningkatnya Jenjang Pendidikan, Sehingga Rasio Pada Tingkat SD Lebih Tinggi Dari SLTP Dan SLTP Lebih Tinggi Dari SLTP. Pada Tahun 2012/2013, Seorang Guru SD Rata-Rata Memiliki Beban Untuk Mengajar Sebanyak 14 Murid. Sementara, Pada Tingkat SLTP SLTA Dan SMK Masing Masing Memiliki Beban Mengajar Sebanyak 12, 9 Dan 10 Murid. Perkembangan Rasio Murid Guru Pada Semua Tingkatan Pendidikan Selama Delapan Tahun Terakhir Masih Berada Daam Kondisi Ideal, Bahkan Pada Tingkat SD Dan SLTP Cenderung Menurun. Hal Ini Menjadi Indikasi Yang Baik, Karena Semakin Rendah Rasionya Berarti Ketersediaan Tenaga Pendidik Menjadi Semakin Tercukupi. Rasio Murid Kelas Pada Tingkat SD Berkisar Antara 21-23 Murid Dan Angka Ini Menggambarkan Daya Tampung Kelas Pada Tingkat SD. Rasio Di Tingkatan Pendidikan Lainnya Cenderung Lebih Tinggi Dan Masih Belum Berada Dalam Kondisi Ideal, Meskipun Polanya Cenderung Semakin Rendah. Rasio Murid Kelas Yang Ideal Berada Pada Kisaran 20-30 Murid Per Kelas, Sehingga Sampai Dengan Kondisi 2012/2013 Rasio Murid Kelas Pada Semua Tingkatan Di DIY Semakin Mendekati Kondisi Ideal. Ht Tp //Y Og Y Ka Rta .B Ps .G O. Id 18 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH Angka Partisipasi Sekolah APS Merupakan Ukuran Daya Serap Sistem Pendidikan Terhadap Penduduk Usia Sekolah. Indikator Ini Juga Sangat Berguna Untuk Mengetahui Seberapa Besar Akses Penduduk Usia Sekolah Terhadap Institusi Pendidikan Yang Tersedia, Semakin Tinggi Nilai APS Maka Secara Kasar Mencerminkan Semakin Besar Pula Penduduk Usia Sekolah Yang Mendapat Kesempatan Bersekolah. APS Memperhitungkan Adanya Perubahan Komposisi Penduduk Terutama Pada Kelompok Usia Muda. APS Terdiri Dari Angka Partisipasi Sekolah Kasar APK Dan Murni APM. Angka Partisipasi Sekolah Kasar APK Mencerminkan Tingkat Partisipasi Penduduk Secara Umum Pada Suatu Tingkat Pendidikan. Sama Halnya Dengan APK, Angka Partisipasi Sekolah Murni APM Juga Menunjukkan Partisipasi Sekolah Penduduk Usia Sekolah Di Tingkat Pendidikan Tertentu, Namun Angka APM Lebih Baik Karena APM Melihat Partisipasi Penduduk Kelompok Usia Standar Di Jenjang Pendidikan Yang Sesuai Dengan Standar Tersebut. Berdasarkan Grafik 5.1, APS Di DIY Memiliki Pola Semakin Menurun Seiring Dengan Meningkatnya Kelompok Umur Sehingga APS Penduduk 7-12 Tahun APS 13-15 Tahun APS 16-18 Tahun APS 19- 24 Tahun. APS Penduduk Berusia 7-12 Tahun Di DIY Selama Sepuluh Tahun Terakhir Sudah Mendekati 100 Persen Dan Nilainya Pada Tahun 2012 Mencapai 99,77 Persen. Fenomena Ini Mengindikasikan Masih Terdapat 0,23 Persen Penduduk Pada Usia 7-12 Tahun Yang Belum/Tidak Mendapat Kesempatan Untuk Mengenyam Bangku Sekolah Atau Sudah Tidak Bersekolah Lagi. APS Penduduk Berusia 13-15 Tahun Usia SLTP Di Tahun 2012 Mencapai 98,32 Persen Dan Angka Ini Semakin Meningkat Jika Dibandingkan Dengan Beberapa Tahun Sebelumya. Angka Tersebut Juga Mengindikasikan Masih Terdapat 1,68 Persen Penduduk Berusia 13-15 Tahun Yang Tidak/Belum Pernah Bersekolah Atau Sudah Tidak Bersekolah Lagi Karena Berbagai Alasan, Meskipun Kebijakan Wajib Belajar Sembilah Tahun Telah Dicanangkan Sejak Tahun 2004. Berbagai Permasalahan Seperti Biaya, Jarak, Membantu Ekonomi Keluarga Atau Tidak Mau Bersekolah Karena Alasan Tidak Mampu Menjadi Alibi Bagi Mereka Yang Tidak Berpartisipasi Dalam Sekolah. Dengan Pencanangan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun Seharusnya Sudah Tidak Ada Lagi Penduduk Berusia 7-15 Tahun Di DIY Yang Tidak Bersekolah Karena Alasan Biaya. APS Penduduk Berusia 16-18 Dan 19-24 Tahun Di DIY Pada Tahun 2012 Mencapai 80,22 Persen Dan 44,32 Persen. Dibandingkan Dengan APS Tahun 2003 Yang Mencapai 73,58 Persen, APS Penduduk Berusia 16-18 Tahun Di Tahun 2012 Mengalami Kenaikan Yang Cukup Signifikan. Di Sisi Yang Lain, Masih Terdapat Sekitar 19,78 Persen Penduduk Berusia 16-18 Tahun Yang Tidak/Belum Berpartisipasi Dalam Mengenyam Pendidikan Sekolah. Tingginya Angka Ini Secara Umum Lebih Berkaitan Dengan Persoalan Ekonomi Seperti Mahalnya Biaya Pendidikan, Keterbatasan Ekonomi Keluarga Serta Persoalan Aksibilitas Seperti Terpusatnya Infrastruktur Pendidikan Tingkat Menengah Di Daerah Perkotaan. Grafik 5.1. Angka Partisipasi Sekolah APS Menurut Kelompok Umur Di DIY, 2009-2012 Sumber Inkesra 2003-2012, BPS DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 19 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 APK Merupakan Rasio Antara Jumlah Penduduk Yang Sedang Bersekolah Pada Suatu Jenjang Pendidikan Berapapun Usianya Dengan Jumlah Penduduk Pada Kelompok Usia Jenjang Pendidikan Yang Bersangkutan Dan Dihitung Dalam Satuan Persen. Konsep Tersebut Membawa Konsekuensi Besaran Nilai APK Bisa Berada Di Atas 100, Karena Terdapat Kemungkinan Penduduk Di Luar Batasan Usia Tersebut Masih Bersekolah Pada Jenjang Pendidikan Yang Bersangkutan Baik Karena Terlalu Cepat Masuk Sekolah Maupun Karena Kasus Tinggal Kelas Dan Tidak Lulus. Berdasarkan Grafik 5.2, APK Penduduk Usia SD 7-12 Tahun Di DIY Tahun 2011 Sebesar 104,52 Persen. Hal Ini Berarti Tidak Semua Siswa Yang Bersekolah Pada Tingkat SD Adalah Mereka Yang Berusia 7-12 Tahun, Tetapi Ada Yang Berusia Di Atas 12 Tahun Dan Di Bawah 7 Tahun. Sementara, Pada Kelompok Usia SLTP Dan SLTA Masing-Masing Sebesar 89,40 Persen Dan 85,86 Persen. Berbeda Dengan APK, APM Dihitung Berdasarkan Jumlah Penduduk Yang Sedang Bersekolah Pada Jenjang Sekolah Yang Sesuai Dengan Usianya Dibagi Dengan Jumlah Penduduk Pada Kelompok Usia Yang Sama. Indikator Ini Berguna Untuk Melihat Proporsi Penduduk Sekolah Yang Tepat Waktu. Secara Umum, Nilai APM Lebih Rendah Dari APK, Karena APK Mencakup Penduduk Di Luar Kelompok Usia Pada Jenjang Pendidikan Yang Bersangkutan. APM Penduduk Berusia SD Pada Tahun 2011 Mencapai 91,98 Persen, Artinya Jumlah Penduduk Yang Berusia SD 7-12 Tahun Yang Sedang Bersekolah Di Tingkat SD Mencapai 91,98 Persen. Sisanya, Sebanyak 8,02 Persen Dari Penduduk Berusia 7-12 Tahun Kemungkinan Masih Belum Bersekolah Pada Tingkat SD Atau Sudah Bersekolah Pada Tingkat SLTP Atau Sudah Putus Sekolah. APM Pada Tingkat SLTP Dan SLTA Masing-Masing Sebesar 69,15 Persen Dan 59,68 Persen. Secara Umum, APM Semakin Menurun Seiring Dengan Meningkatnya Jenjang Pendidikan Atau APM SDSLTPSLTA. Berdasarkan Jenis Kelamin, APM Di Semua Tingkatan Tidak Menunjukkan Perbedaan Yang Signifikan. Hal Ini Mencerminkan Adanya Kesetaraan Jender Dalam Hal Memperoleh Kesempatan Pendidikan Sampai Level Pendidikan Menengah. Grafik 5.2. Angka Partisipasi Sekolah Kasar APK Menurut Kelompok Umur Di DIY, 2009-2012 Sumber Inkesra DIY 2009-2012, BPS DIY Tahukah Anda Tidak Terdapat Perbedaan Yang Signifikan Dalam Hal Partisipasi Sekolah Antara Laki-Laki Dan Perempuan Pada Semua Jenjang Pendidikan Di DIY. Grafik 5.3. Angka Partisipasi Sekolah Murni APM Menurut Kelompok Umur Di DIY, 2009-2012 Sumber Inkesra DIY 2009-2012, BPS DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 20 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Grafik 5.4. Distribusi Anak Putus Sekolah Di DIY Menurut Jenjang Pendidikan, 2012 Sumber Diolah Dari Data Dinas Pendidikan DIY ANGKA PUTUS SEKOLAH Angka Putus Sekolah Mencerminkan Jumlah Penduduk Usia Sekolah Yang Sudah Tidak Bersekolah Lagi Atau Tidak Menamatkan Pendidikan Pada Jenjang Tertentu Drop Out. Pada Tahun Ajaran 2012/2013, Jumlah Murid Yang Putus Sekolah Di DIY Mencapai 1.160 Siswa, Terdiri Dari 1.053 Siswa Dari Sekolah Yang Berada Di Bawah Naungan Diknas Dan 107 Siswa Dari Sekolah Yang Berada Di Bawah Naungan Non Diknas. Jumlah Tersebut Meningkat Sebesar 0,96 Persen Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya Yang Mencapai 1.149 Orang Siswa. Penyebab Putus Sekolah Sangat Beragam Dan Tergantung Dari Jenjang Pendidikan Yang Diikuti, Diantaranya Adalah Rendahnya Kesadaran Orang Tua Akan Pentingnya Pendidikan Orang Tua, Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga, Keterbatasan Serta Kesulitan Dalam Mengakses Infrastruktur Pendidikan Atau Karena Siswa Tidak Mampu Mengikuti Pelajaran. Berdasarkan Distribusinya, Jumlah Anak Putus Sekolah Terbanyak Terdapat Pada Jenjang SLTA Sederajat Yakni Sebanyak 61,64 Persen. Sementara, Jumlah Anak Putus Sekolah Pada Jenjang SLTP Sederajat Dan SD Sederajat Masing-Masing Mencapai 19,91 Persen Dan 18,45 Persen. Masih Besarnya Porsi Anak Putus Sekolah Pada Jenjang SLTP Ke Bawah Harus Menjadi Perhatian Serius, Karena Hal Ini Menjadi Kontraproduktif Dengan Kebijakan Wajib Belajar Sembilan Tahun. Persoalan Biaya Seharusnya Tidak Lagi Menjadi Penyebab Utama Dalam Kasus Anak Putus Sekolah. Tabel 5.3. Jumlah Murid Putus Sekolahdi DIY Menurut Jenjang Pendidikan, 2008-2012 Tingkatan Sekolah 2008/ 2009 2009/ 2010 2010/ 2011 2011/ 2012 2012/ 2013 Dikbud 746 966 1.308 985 1.053 SD 183 201 207 184 187 SLTP 210 244 218 178 176 SLTA 52 103 128 146 124 SMK 301 418 755 477 566 Non Dikbud 103 450 117 164 107 SD-MI 9 331 17 18 27 SLTP-MTS 62 83 37 63 55 SLTA-MA 32 36 63 83 25 Jumlah 849 1.416 1.425 1.149 1.160 Sumber Dinas Pendidikan, Pemuda Dan Olahraga DIY Sumber Waspada.Co.Id Sumber Foto.Detik.Com Gambar 5.1. Suasana Kegiatan Belajar Mengajar Tingkat SD Dan SLTA Di DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 21 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 ANGKA MELEK HURUF AMH AMH Menjadi Salah Satu Tolok Ukur Keberhasilan Pembangunan Pendidikan Di Masa Lampau Dan Mencerminkan Kualitas Sumber Daya Manusia Dalam Suatu Wilayah. Indikator Ini Juga Menggambarkan Tingkat Kecerdasan Dan Kemampuan Dasar Penduduk Suatu Wilayah Dalam Berkomunikasi Baik Secara Lisan Maupun Tertulis Serta Kemampuan Untuk Menyerap Informasi Dari Berbagai Media. AMH Diukur Dari Proporsi Penduduk 15 Tahun Ke Atas Yang Mampu Membaca Dan Menulis Sebuah Kalimat Sederhana Baik Dalam Huruf Latin Maupun Huruf Lainnya. Perkembangan AMH DIY Selama Periode 2002-2012 Menunjukkan Pola Yang Semakin Meningkat. Pada Tahun 2002, AMH Tercatat Sebesar 83,8 Persen Dan Secara Bertahap Meningkat Hingga Menjadi 92,0 Persen Di Tahun 2012. Hal Ini Berarti 92 Persen Penduduk Berusia 15 Tahun Ke Atas Telah Memiliki Kemampuan Baca Tulis, Sementara Sisanya Sebanyak 8 Persen Masih Berstatus Buta Huruf Tidak Memiliki Kemampuan Baca Tulis. Berdasarkan Jenis Kelaminnya, AMH Penduduk Laki-Laki Selalu Lebih Tinggi Dibandingkan Dengan AMH Wanita. AMH Penduduk Laki Laki Pada Tahun 2012 Mencapai 96 Persen, Sementara AMH Penduduk Wanita Baru Mencapai 86,7 Persen. Secara Tidak Langsung, Fenomena Tersebut Menggambarkan Adanya Ketimpangan Jender Dalam Memperoleh Akses Pendidikan Pada Masa Lampau. Namun Demikian, Selama Rentang Periode 2002-2012 Gap Antara Keduanya Sudah Semakin Mengecil. RATA-RATA LAMA SEKOLAH RLS Selain AMH, Kualitas Sumber Daya Manusia Juga Dapat Dilihat Dari Rata-Rata Usia Lama Sekolah Yang Ditempuh Oleh Penduduk Berusia Produktif 15 Tahun Ke Atas. Semakin Tinggi RLS Di Suatu Daerah Maka Semakin Baik Pula Kualitas SDM Yang Dimilikinya. Perkembangan RLS DIY Selama Periode 2002-2012 Menunjukkan Kecenderungan Yang Semakin Meningkat. Pada Tahun 2002, RLS Penduduk Berusia 15 Tahun Ke Atas Mencapai 7,8 Tahun Atau Setara Dengan Kelas 7 SLTP. Angka Tersebut Meningkat Hingga Mencapai 9,2 Tahun Atau Setara Dengan Lulus Jenjang SLTP Sederajad Pada Tahun 2012. Secara Rata-Rata, Angka Tersebut Menunjukkan Bahwa Penduduk Berusia Produktif Di DIY Telah Menamatkan Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Grafik 5.5. Angka Melek Huruf Penduduk DIY Berusia 15 Tahun Ke Atas, 2002-2012 Persen Sumber Susenas, BPS DIY Grafik 5.6. Rata-Rata Usia Lama Sekolah Penduduk DIY Berusia 15 Tahun, 2002-2012 Tahun Sumber Susenas, BPS DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 22 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Gambar 5.2. Institusi Pendidikan Kebanggaan Masyarakat DIY, UGM Sumber Www.Cimpa 2011.Ugm.Ac.Id Gambar 5.3.Logo Wajib Belajar Sembilan Tahun Sumber Wradarsuperindo.Wordpress.Com Ht Tp //Y Gy Ak Ar Ta .B Ps .G O. Id 23 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Misi Pembangunan Di Bidang Kesehatan Adalah Untuk Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Yang Berkualitas, Merata Dan Terjangkau Dengan Sasaran Terwujudnya Masyarakat Yang Hidup Dalam Lingkungan Sehat Dan Berperilaku Hidup Sehat Serta Meningkatkan Kemampuan Masyarakat Untuk Menjangkau Pelayanan Kesehatan Yang Berkualitas Secara Adil Dan Merata Di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Beberapa Indikator Yang Dapat Digunakan Untuk Mengkaji Implementasi Dari Program Pembangunan Kesehatan Yang Telah Dilakukan Diantaranya Adalah Melalui Ketersediaan Infrastruktur Dan Tenaga Kesehatan, Kemudahan Penduduk Dalam Mengakses Sarana Yang Tersedia, Angka Kematian Bayi, Angka Harapan Hidup, Angka Kesakitan Dan Lainnya. INFRASTRUKTUR DAN AKSES KESEHATAN Infrastruktur Kesehatan Yang Tersedia Di DIY Mencakup Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Puskesmas/Puskestu/Puskesling, Balai Pengobatan, Dan Apotek. Sementara, Tenaga Kesehatan Terdiri Dari Dokter, Bidan, Perawat, Mantra, Tabib, Dan Lainnya. Pada Tahun 2012, Jumlah Rumah Sakit Di DIY Tercatat Sebanyak 66 Unit Terdiri Dari 13 Rumah Sakit Pemerintah Dan 53 Rumah Sakit Swasta, Termasuk Rumah Sakit Khusus. Total Kapasitas Tempat Tidur Yang Tersedia Di Rumah Sakit Sebanyak 5.888 Unit. Seiring Dengan Meningkatnya Jumlah Penduduk, Maka Tuntutan Penyediaan Tambahan Kapasitas Tempat Tidur Menjadi Sebuah Keharusan Untuk Menjaga Standar Pelayanan Kepada Masyarakat. Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya, Kapasitas Tempat Tidur Rumah Sakit Di DIY Meningkat Sebesar 5,37 Persen. Dari Sisi Aksibilitas, Rasio Rumah Sakit Per 100.000 Penduduk Mencapai 1,81. Artinya, Terdapat 1,81 Rumah Sakit Untuk Setiap 100.000 Penduduk Atau Satu Rumah Sakit Rata-Rata Menanggung Pelayanan 53.254 Jiwa Penduduk. Rasio Kapasitas Tempat Tidur Per 100.000 Penduduk Mencapai 167 Tempat Tidur Atau Satu Tempat Tidur Rata-Rata Digunakan Untuk Melayani Sebanyak 597 Orang. Kondisi Ini Sedikit Lebih Baik Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya, Tetapi Persebaran Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit Di DIY Masih Belum Merata Dan Masih Terpusat Di Kota Yogyakarta Dan Kabupaten Sleman Dengan Jumlah Masing-Masing Sebanyak 18 Dan 23 Unit. Sementara, Keberadaan Rumuh Sakit Di Kabupaten Kulonprogo Dan Gunungkidul Sangat Terbatas. Tidak Semua Orang Yang Sakit Mampu Dilayani Oleh Rumah Sakit, Sehingga Untuk Mengurangi Beban Rumah Sakit Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan Di Daerah Setingkat Kecamatan Pemerintah Mendirikan Fasilitas Puskesmas. Untuk Melayani Penduduk Di Daerah Yang Terpencil Juga Didirikan Puskesmas Pembantu Dan Puskesmas Keliling Serta Mengaktifkan Peran Posyandu Pada Level Pedukuhan. Tabel 6.1. Jumlah Fasilitas Kesehatan Di DIY, 2009- 2012 Unit Fasilitas Kesehatan 2009 2010 2011 2012 Rumah Sakit 60 63 63 66 Kapasitas Tempat Tidur RS 3.751 5.191 5.588 5.888 Rumah Bersalin 53 71 71 70 Balai Pengobatan 177 181 181 181 Puskesmas/Puskestu/ Puskesling 580 558 578 576 Apotek 381 428 428 464 Sumber Dinas Kesehatan Provinsi DIY Tabel 6.2. Rasio Fasilitas Kesehatan Per 100.000 Penduduk Di DIY, 2011-2012 Fasilitas Kesehatan Rasio Per 100.000 Penduduk Jangkauan Pelayanan Per Fasilitas 2011 2012 2011 2012 Rumah Sakit 1,81 1,88 55.354 53.254 Kapasitas Tempat Tidur RS 160,24 167,52 624 597 Rumah Bersalin 2,04 1,99 49.117 50.211 Balai Pengobatan 5,19 5,15 19.267 19.419 Puskesmas/Puskestu /Puskesling 16,57 16,39 6.033 6.102 Apotek 12,27 13,20 8.148 7.575 Sumber Dinas Kesehatan Provinsi DIY, Diolah Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 24 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Pada Tahun 2012, Terdapat 576 Unit Puskesmas/Puskestu/Puskesling Yang Tersebar Di Lima Kabupaten/Kota Di DIY Dengan Rincian Puskesmas Sebanyak 121 Unit, Puskestu Sebanyak 318 Unit Dan Puskesling Sebanyak 137 Unit. Kemudahan Dalam Mengakses Puskesmas Dapat Dilihat Dari Nilai Rasio Puskesmas/Puskestu/Puskesling Per 100.000 Penduduk. Pada Tahun 2012, Nilai Rasionya Mencapai 16,39 Yang Berarti Setiap Satu Unit Sarana Yang Tersedia Memiliki Beban Untuk Melayani Penduduk Sebanyak 6.102 Jiwa Penduduk. ANGKA KEMATIAN BAYI Selain Infrastruktur Kesehatan, Indikator Lain Yang Sering Digunakan Untuk Mengkaji Derajat Kesehatan Masyarakat Adalah Angka Kematian Bayi/AKB Infant Mortality Rate/IMR Dan Angka Harapan Hidup AHH. Nilai Kedua Indikator Tersebut Yang Paling Ideal Dihitung Dari Hasil Sensus Penduduk, Namun Sensus Penduduk Dilakukan Sepuluh Tahun Sekali Sehingga Penghitungan Kedua Indikator Dapat Dilakukan Melalui Metode Tidak Langsung. Indikator Lain Yang Dapat Digunakan Adalah Kondisi Persalinan, Pola Pemberian ASI, Imunisasi Dan Angka Kesakitan Morbidity Rate. Perkembangan Angka Kematian Bayi Selama Kurun Waktu Satu Dekade Terakhir Menunjukkan Kecenderungan Yang Semakin Menurun. Secara Tidak Langsung, Fenomena Ini Mengindikasikan Adanya Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Terutama Ibu Dan Bayi. Penurunan Angka Kematian Bayi Sangat Berkaitan Dengan Meningkatnya Pengetahuan Ibu Tentang Kehamilan, Kesehatan Serta Gizi Bayi Dan Balita Maupun Fasilitas Dan Kualitas Tenaga Penolong Persalinan. Hasil SP 2010 Mencatat Angka Kematian Bayi Di DIY Sebesar 16, Artinya Terdapat 16 Kasus Kematian Bayi Dari Setiap 1000 Kelahiran Hidup. Angka Tersebut Lebih Rendah Dibandingkan Hasil Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia SDKI 2007 Yang Sebanyak 19 Per 1000 Kelahiran Hidup Maupun Hasil SP 2000 Yang Sebanyak 24 Per Kelahiran Hidup. Sebagian Besar Kasus Kematian Bayi Tersebut Terjadi Pada Bulan Pertama Setelah Bayi Tersebut Lahir Kematian Neonatal Dengan Jumlah Mencapai 79 Persen SDKI 2007. Hal Ini Membawa Implikasi Pentingnya Penanganan Persalinan Oleh Tenaga Penolong Persalinan Yang Terdidik Serta Peningkatan Pengetahuan Ibu Tentang Tata Cara Perawatan Bayi Pasca Kelahiran Maupun Pada Masa Kehamilan. Grafik 6.1. Angka Kematian Bayi DIY Sumber BPS Grafik 6.2. Persentase Penolong Persalinan Pertama DIY Sumber Susenas 2009-2012, BPS Angka Kematian Bayi Di DIY Yang Terendah Kedua Di Indonesia Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps . O. Id 25 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Grafik 6.3. Persentase Balita Berusia 2-4 Tahun Di DIY Menurut Lamanya Disusui Bulan Sumber Susenas, BPS DIY Berdasarkan Hasil Susenas, Mayoritas Proses Persalinan Di DIY Ditangani Oleh Tenaga Medis, Seperti Dokter, Bidan Dan Tenaga Medis Lainnya Grafik 6.2. Sampai Dengan Tahun 2012, Lebih Dari 95 Persen Proses Persalinan Pertama Telah Ditangani Tenaga Medis. Sementara, Proses Persalinan Yang Ditangani Oleh Tenaga Non Medis Atau Tenaga Tradisional Seperti Dukun Dan Lainnya Jumlahnya Mencapai 2,19 Persen Di Tahun 2012. Perubahan Preferensi Masyarakat Dalam Memilih Tenaga Penolong Persalinan Menjadi Salah Satu Sebab Penurunan Angka Kematian Bayi Dan Hal Ini Mengindikasikan Adanya Kemajuan Dalam Pelayanan Kesehatan Di Wilayah DIY. Peran Pendidikan Ibu Dalam Menunjang Kesehatan Bayi Dan Balita Dapat Dikaji Menggunakan Indikator Lamanya Menyusui Balita. Air Susu Ibu ASI Merupakan Makanan Terbaik Bagi Pertumbuhan Dan Kesehatan Bayi Karena Mengandung Nilai Gizi Yang Tinggi Serta Zat Pembentuk Kekebalan Tubuh, Sehingga Semakin Lama Seorang Bayi Mendapat Asupan ASI Maka Daya Tahan Tubuhnya Menjadi Semakin Baik. Selama Periode 2009-2012, Sebagian Besar Balita Berusia 2-4 Tahun Di DIY Mendapat Asupan ASI Lebih Dari 24 Bulan 2 Tahun Dan Porsinya Semakin Meningkat Dari 53,71 Persen Di Tahun 2009 Menjadi 54,77 Persen Di Tahun 2012. Semakin Besarnya Porsi Balita Berusia 2-4 Tahun Yang Mendapat Asupan ASI Lebih Dari 24 Bulan Menjadi Sebuah Fenomena Yang Sangat Baik Dan Secara Tidak Langsung Mencerminkan Peningkatan Pengetahuan Ibu Menyusui Terkait Dengan Manfaat ASI Bagi Bayi Mereka. Porsi Terbesar Selanjutnya Adalah Mereka Yang Mendapat Asupan ASI Antara 18-23 Bulan, Jumlahnya Sebesar 20,53 Persen. Hal Yang Harus Menjadi Perhatian Adalah Masih Terdapat Balita Berusia 2-4 Tahun Yang Mendapat Asupan ASI Kurang Dari 5 Bulan Dengan Porsi Sebesar 7,15 Persen. USIA HARAPAN HIDUP PENDUDUK Meningkatnya Derajat Kesehatan Penduduk Juga Ditunjukkan Oleh Semakin Bertambahnya Usia Harapan Hidup Penduduk Pada Saat Lahir E0. Pada Tahun 2002, Angka Harapan Hidup Penduduk DIY Mencapai 72,4 Tahun. Hal Ini Berarti Perkiraan Usia Rata-Rata Yang Akan Dijalani Oleh Seorang Bayi Yang Dilahirkan Hidup Pada Tahun 2002 Hingga Akhir Hayatnya Adalah 72,4 Tahun. Secara Bertahap, Usia Harapan Hidup Penduduk DIY Terus Meningkat Hingga Mencapai 73,32 Tahun Pada Tahun 2012. Dibandingkan Dengan Provinsi Lainnya, Maka Angka Harapan Hidup Penduduk DIY Termasuk Dalam Kelompok Yang Tertinggi. Tingginya Angka Harapan Hidup Penduduk DIY Secara Umum Disebabkan Oleh Gaya Hidup Life Style Yang Dikenal Low Profile Maupun Karena Perbaikan Dalam Kualitas Kesehatan Dan Gizi Masyarakat Serta Aspek Kemudahan Dalam Mengakses Sarana Dan Tenaga Kesehatan Yang Tersedia. Grafik 6.3. Angka Harapan Hidup Penduduk Saat Lahir E0 DIY, 2002-2012 Tahun Sumber IPM, BPS Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B S.G O. Id 26 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 ANGKA KESAKITAN MORBIDITAS Membaiknya Angka Harapan Hidup Juga Disinyalir Sebagai Akibat Dari Semakin Berkurangnya Morbiditas Atau Angka Kesakitan. Morbiditas Dihitung Dari Proporsi Penduduk Yang Mengeluh Sakit Pada Kurun Waktu Tertentu. Hasil Data Susenas Mencatat Bahwa Keluhan Kesehatan Yang Paling Sering Dialami Penduduk DIY Selama Sebulan Sebelum Referensi Pencanahan Adalah Batuk Dan Pilek. Selama Periode 2009-2012, Morbiditas Terhadap Batuk Dan Pilek Cenderung Menurun. Pada Tahun 2009 Morbiditas Terhadap Batuk Dan Pilek Masing-Masing Sebesar 55,68 Persen Dan 56,42 Persen. Sementara Di Tahun 2012, Masing-Masing Sebesar 47,45 Persen Dan 43,84 Persen. Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Yang Telah Disediakan Oleh Pemerintah Seperti Disebutkan Di Atas Juga Dapat Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat. Fasilitas Kesehatan Yang Representatif, Murah Dan Aksesnya Mudah Dijangkau Akan Sangat Membantu Upaya Peningkatan Kesehatan Masyarakat. Selama Periode 2009-2011, Penduduk DIY Cenderung Memilih Untuk Berobat Ke Praktek Dokter Dan Puskesmas. Pada Tahun 2011, Sekitar 32,32 Persen Penduduk DIY Yang Mengalami Keluhan Kesehatan Memilih Berobat Ke Puskesmas Dan 34,88 Persen Yang Memilih Berobat Ke Praktek Dokter/ Poliklinik. Hal Ini Membuktikan Bahwa Pelayanan Kesehatan Oleh Puskesmas Dan Poliklinik Semakin Baik Dengan Kelengkapan Sarana Dan Prasarana Yang Memadai Pula. Tabel 6.3. Persentase Penduduk DIY Yang Mengalami Keluhan Kesehatan Selama Sebulan Yang Lalu Persen Keluhan Kesehatan 2009 2010 2011 2012 Panas 24,92 25,82 25,42 23,40 Batuk 55,68 49,34 49,76 47,45 Pilek 56,42 46,47 47,18 43,84 Asma, Sesak Nafas 3,83 3,76 3,05 3,31 Diare 2,70 3,33 3,60 3,15 Sakit Kepala 12,66 14,14 12,93 12,53 Sakit Gigi 4,42 4,00 3,52 3,78 Lainnya 33,43 36,31 38,23 38,16 Sumber Susenas 2009-2011 Tahukah Anda Selama Tahun 2011, 34,88 Persen Penduduk DIY Yang Mengalami Gangguan Kesehatan Memilih Berobat Di Dokter Praktek Dan 32,32 Persen Memilih Berobat Di Puskesmas. Gambar 6.1. Fasilitas Kesehatan Puskesmas Di DIY Gambar 6.2. Pemeriksaan Kesehatan Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 27 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Isu Utama Dalam Pembangunan Nasional Maupun Regional Adalah Pembangunan Manusia. Bahkan Pada Level Internasional, Pembangunan Manusia Juga Menjadi Topik Sentral Sesuai Dengan Amanat Millenium Development Goals Mdgs. Deklarasi Mdgs Ditandatangani Oleh 124 Negara Pada September Tahun 2000 Dan Menghasilkan Delapan Butir Kesepakatan. Dalam Deklarasi Tersebut Tersirat Bahwa Penanggulangan Kemiskinan Dan Upaya Pemenuhan Kebutuhan Dasar Seperti Pendidikan Dan Kesehatan Merupakan Prioritas Utama Dengan Menempatkan Manusia Menjadi Obyek Sasarannya. Keberpihakan Ini Tentu Saja Tidak Cukup Tertuang Dalam Komitmen, Namun Memerlukan Implementasi Yang Nyata. Dalam Lingkup Nasional, Pemerintah Republik Indonesia Dewasa Ini Sangat Gencar Melaksanakan Program Pembangunan Yang Menyangkut Pembiayaan Untuk Mengangkat Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Khususnya Bagi Penduduk Berpendapatan Rendah. Program Yang Bersifat Intervensi Tersebut Dianggap Sangat Perlu Mengingat Terbatasnya Akses Penduduk Miskin Terhadap Faktor-Faktor Produksi Maupun Layanan Pendidikan Dan Kesehatan. Dalam Bidang Pendidikan, Pemerintah Mengalokasikan Anggaran Untuk Bidang Pendidikan Minimal 20 Persen Dari APBN Pusat Maupun APBD Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Salah Satu Program Yang Diluncurkan Adalah Bantuan Operasional Sekolah BOS Untuk Membantu Penyelenggaraan Pendidikan Di Terutama Pada Level Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Serta Untuk Membantu Meringankan Biaya Sekolah Bagi Murid Yang Berasal Dari Keluarga Yang Tidak Mampu. Keberpihakan Pemerintah Terhadap Pendidikan Masyarakat Merupakan Investasi Yang Cukup Besar Dalam Upaya Mencapai Masyarakat Sejahtera. Di Bidang Kesehatan, Pemerintah Meluncurkan Program Jaminan Kesehatan Bagi Keluarga Miskin Jamkeskin, Sehingga Masyarakat Berpendapatan Rendah Dapat Memperoleh Layanan Kesehatan Secara Gratis Di Puskesmas Ataupun Fasilitas Kelas III Pada Rumah Sakit Pemerintah. Komitmen Mdgs, 2000 1. Menanggulangi Kemiskinan Dan Kelaparan. 2. Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua. 3. Mendorong Kesetaraan Dan Pemberdayaan Jender. 4. Menurunkan Angka Kematian Anak. 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu. 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria Dan Penyakit Menular Lainnya. 7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup. 8. Mengembangkan Kemitraan Global Dalam Pembangunan. Gambar 7.1. Lambang Komitmen Mdgs Sumber Pastipanji.Wordpress.Com Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 28 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Dalam Kerangka Regional DIY, Ada Empat Strategi Dan Arah Kebijakan Pembangunan Yang Akan Ditempuh Pemerintah Daerah Baik Dalam Jangka Panjang Maupun Jangka Pendek. Pertama Adalah Mengembangkan Kualitas Sumber Daya Manusia, Kedua Penguatan Fondasi Kelembagaan Dan Memantapkan Struktur Ekonomi Yang Berbasis Pariwisata, Ketiga Efisiensi Dan Efektivitas Dalam Tata Pengelolaan Pemerintahan Dan Keempat Memantapkan Prasarana Dan Sarana Daerah Untuk Meningkatkan Pelayanan Publik. Keempat Arah Kebijakan Tersebut Bermuara Pada Pembangunan Manusia Yang Berkualitas. Kebijakan Di Atas Sejalan Dengan Rekomendasi United Nations Development Programme UNDP Terkait Dengan Kebutuhan Pembiayaan Yang Lebih Memadai Bagi Masyarakat Miskin Untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Mereka. Secara Eksplisit UNDP Menyarankan Bahwa Indonesia Perlu Memberikan Prioritas Investasi Yang Lebih Tinggi Pada Upaya Pembangunan Manusia Dan Bagaimana Cara Pembiayaannya. Ditambahkan Pula Bahwa Pembangunan Manusia Merupakan Hak Azasi Manusia Yang Sangat Penting Untuk Meletakkan Dasar Yang Kokoh Bagi Pertumbuhan Ekonomi Dan Menjamin Keberlangsungan Demokrasi Dalam Jangka Panjang. Telah Banyak Kritik Yang Diserukan Oleh Para Pengamat Maupun Lembaga-Lembaga Internasional Yang Mengkaji Tingkat Ketimpangan Pendapatan Karena Peran Pembangunan Ekonomi Yang Dilakukan Pemerintah Hanya Fokus Untuk Mengejar Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Yang Tinggi Dan Cenderung Mengabaikan Permasalahan Distribusi Dari Hasil Pertumbuhan Serta Kesempatan Bagi Manusia Untuk Hidup Lebih Berkualitas. Pada Awalnya, Banyak Pihak Yang Menganggap Pembangunan Identik Dengan Pertumbuhan Ekonomi. Teori Pembangunan Yang Utamanya Berlandaskan Pada Ilmu Ekonomi Sedikit Banyak Telah Mengantarkan Kepada Penilaian Bahwa Kesejahteraan Penduduk Dapat Diukur Dengan Nilai Tambah Ekonomi Yang Dihasilkan, Yang Umumnya Dihitung Dengan Produk Domestik Bruto PDB Untuk Skala Nasional Atau Produk Domestik Regional Bruto PDRB Untuk Regional. Pada Era 1970-An Dunia Mengenal Indeks PDB, Atau Produk Nasional Bruto PNB Yang Digunakan Sebagai Indikator Tunggal Untuk Menilai Besarnya Kekayaan Negara. Logikanya, Semakin Tinggi PDB Suatu Negara Maka Semakin Besar Pula Penghasilan Penduduk Dan Semakin Sejahtera Negara Itu. Namun, Ternyata Ada Kesenjangan Antara Skala PDB Dengan Kondisi Nyata Di Lapangan. Beberapa Negara Mencatat Indeks PDB Yang Cukup Strategi Dan Arah Kebijakan Pembangunan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2009- 2013 1. Strategi, Arah Kebijakan, Program Prioritas Dan Indikator Misi Pertama Mengembangkan Kualitas Sumber Daya Manusia Yang Sehat, Cerdas, Profesional, Humanis Dan Beretika Dalam Mendukung Terwujudnya Budaya Yang Adiluhung. 2. Strategi, Arah Kebijakan, Program Prioritas Dan Indikator Misi Kedua Menguatkan Fondasi Kelembagaan Dan Memantapkan Struktur Ekonomi Daerah Berbasis Pariwisata Yang Didukung Potensi Lokal Dengan Semangat Kerakyatan Menuju Masyarakat Yang Sejahtera. 3. Strategi, Arah Kebijakan, Program Prioritas Dan Indikator Misi Ketiga Meningkatkan Efisiensi Dan Efektivitas Tata Kelola Pemerintahan Yang Berbasis Good Governance. 4. Strategi, Arah Kebijakan, Program Prioritas Dan Indikator Misi Keempat Memantapkan Prasarana Dan Sarana Daerah Dalam Upaya Meningkatkan Pelayanan Publik. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 29 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Mengesankan, Namun Kemudian Diketahui Masih Banyak Penduduknya Yang Tidak Bisa Membaca. Dalam Perkembangannya, Muncul Pandangan Proses Pembangunan Tidak Sekedar Merepresentasikan Aspek Ekonomi Dalam Mengejar Akselerasi Pertumbuhan, Namun Memiliki Aspek Yang Lebih Luas Yakni Menyangkut Transformasi Struktur Perekonomian, Sosial Dan Kultural, Kelembagaan, Serta Sikap Dan Mental Berfikir Masyarakat. Tujuan Terpenting Dari Proses Pembangunan Adalah Meningkatkan Standar Kehidupan Dan Kesejahteraan Masyarakat, Mengurangi Kemiskinan Serta Memperluas Pilihan Ekonomi Dan Sosial Yang Membebaskan Masyarakat Dari Sifat Ketergantungan Todaro Dan Smith, 2006. Stewart, Streeten, Dan Hicks 1981 Mulai Merumuskan Metode Pengukuran Kebutuhan Dasar Manusia, Yang Dipertegas Oleh Amartya Sen 1985 Melalui Kritiknya Terhadap Skala GNP PNB. Menurut Amartya, Taraf Hidup Manusia Tidak Boleh Hanya Dipandang Dari Sekedar Tingkat Pendapatan, Namun Juga Kualitas Hidup Yang Dimilikinya. Akhirnya Tahun 1995, Mahbub Ul-Haq, Ilmuwan Pakistan Yang Bekerja Di UNDP Mengembangkan Indikator Progres Ekonomi Baru Yaitu Human Development Index HDI Atau Indeks Pembangunan Manusia IPM. Indeks Pembangunan Manusia IPM Merupakan Indeks Komposit/Gabungan Antara Indikator Sosial Yang Terdiri Dari Angka Harapan Hidup Pada Saat Lahir Dimensi Kesehatan, Angka Melek Huruf Dan Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Berusia 15 Tahun Ke Atas Dimensi Pendidikan Dan Indikator Ekonomi Yang Diukur Dengan Pengeluaran Per Kapita Yang Telah Disesuaikan Dimensi Daya Beli. Salah Satu Kegunaan Dari Angka Indeks Ini Adalah Untuk Mengukur Tingkat Kemajuan Pembangunan Manusia Di Suatu Wilayah/Negara Serta Membandingkannya Dengan Wilayah Lain. IPM Mempunyai Ruang Lingkup Yang Jauh Lebih Sempit Dan Hanya Dapat Mengukur Sebagian Kecil Aspek Kecil. Masih Banyak Aspek Yang Sangat Sulit Untuk Diukur Atau Dikumpulkan Datanya, Bahkan Kalaupun Itu Bisa Dikumpulkan Akan Sulit Untuk Menggabungkan Informasi Tersebut Menjadi Suatu Indeks Gabungan. IPM Juga Dikritik Karena Ketidakmampuan Indikator Ini Dalam Mengukur Dampak Kerusakan Lingkungan Degradasi Yang Diakibatkan Oleh Proses Pembangunan. Kerusakan Lingkungan Yang Terjadi Saat Ini Yang Diakibatkan Oleh Pembangunan Akan Menurunkan Kualitas Hidup Manusia Di Masa Mendatang. United Nations Development Program Tabel 4.1. Dasar Perhitungan IPM Dimensi Indikator Indeks Dimensi IPM Kesehatan Umur Panjang Dan Sehat Angka Harapan Hidup Pada Saat Lahir E0 Indeks Kesehatan Indeks X1 Pendidikan Pengetahuan 1. Angka Melek Huruf AMH 2. Rata-Rata Lama Sekolah MYS Indeks Pendidikan Indeks X2 Ekonomi Kehidupan Yang Layak Pengeluaran Perkapita Riil Disesuaikan PPP Indeks Pendapatan Indeks X3 Gambar 7.2. Anak-Anak Di Yogyakarta Sumber Salamjogja.Wordpress.Com Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 30 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 UNDP Membagi Status Wilayah Berdasarkan Angka IPM Yang Dimilikinya Menjadi Empat Kategori. Kategori Rendah Untuk Daerah Dengan Angka IPM 50, Menengah Bawah Untuk 50 IPM 66, Menengah Atas Untuk 66 IPM 80 Serta Tinggi Untuk IPM 80. Perbedaan Laju Perubahan IPM Selama Periode Waktu Tertentu Dapat Diukur Dengan Rata-Rata Reduksi Shortfall Per Tahun. Nilai Shortfall Mengukur Keberhasilan Dipandang Dari Segi Jarak Antara Apa Yang Telah Dicapai Dengan Apa Yang Harus Dicapai, Yaitu Jarak Dengan Nilai Maksimum. Pola Perkembangan IPM DIY Selama Periode 1999-2012 Menunjukkan Kecenderungan Yang Semakin Meningkat. Pada Tahun 1999, IPM DIY Tercatat Sebesar 68,7 Dan Meningkat Menjadi 76,75 Di Tahun 2012. Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya, IPM Tahun 2012 Meningkat 0,43 Poin. Peningkatan Tersebut Disebabkan Oleh Kenaikan Semua Komponen Penyusunnya, Terutama Dari Komponen Pengeluaran Per Kapita Yang Disesuaikan, Meningkat Hingga 0,56 Poin. Dengan Nilai IPM Tersebut, Posisi DIY Berada Pada Peringkat Keempat Sesudah DKI Jakarta, Sulawesi Utara Serta Riau Dan Tidak Berubah Sejak Tahun 2008. Berdasarkan Kabupaten/Kota, IPM Tertinggi Masih Dicapai Oleh Kota Yogyakarta 80,24 Dan Diikuti Oleh Kabupaten Sleman 79,32. Sebaliknya, IPM Terendah Terjadi Di Gunungkidul Dengan Nilai 71,11. Fenomena Ini Menggambarkan Secara Rata-Rata Kualitas Pembangunan Manusia Atau Kesejahteraan Penduduk Kota Yogyakarta Adalah Yang Terbaik. Nilai Reduksi Shortfall Atau Kecepatan Menuju IPM Ideal Yang Tercepat Dicapai Oleh Kabupaten Sleman 2,50, Dan Yang Terlambat Dialami Oleh Kabupaten Gunungkidul 0,93. Melajunya Reduksi Shortfall Di Sleman Terutama Disebabkan Oleh Meningkatnya Indeks Pendidikan Yang Terdiri Dari Rata-Rata Lama Sekolah Dan Angka Melek Huruf. Tabel 4.2. IPM Kabupaten/Kota DIY, 2010-2011 Kab/Kota IPM Reduksi Shortfall 2011 2012 Kulonprogo 75,04 75,33 1,17 Bantul 75,05 75,51 2,12 Gunungkidul 70,84 71,11 0,93 Sleman 78,79 79,39 2,50 Yogyakarta 79,89 80,24 1,73 DIY 76,31 76,75 1,82 Sumber BPS Cat Angka Sementara Grafik 7.1. Perkembangan IPM DIY Dan Nasional 1999-2012 Sumber BPS, 1999-2012 Cat Angka Sementara Tahukah Anda Komponen Yang Memiliki Andil Terbesar Dalam Indekspembangunanmanusia DIY Adalah Usia Harapan Hidup Pada Saat Lahir. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G .Id 31 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Salah Satu Ukuran Yang Dijadikan Sebagai Indikator Kesejahteraan Suatu Wilayah Adalah Tingkat Kemiskinan. Penanggulangan Kemiskinan Dan Kelaparan Menjadi Komitmen Pertama Yang Tertuang Dalam Deklarasi Mdgs 2000 Dengan Sasaran Mengurangi Hingga Setengah Dari Jumlah Orang Yang Berpenghasilan Di Bawah US 1 Sampai US 2 Per Hari Dan Mereka Yang Menderita Kelaparan Di Akhir Tahun 2015. Hal Ini Menyiratkan Bahwa Kemiskinan Merupakan Masalah Yang Sangat Mendesak Untuk Segera Ditanggulangi. Dimensi Kemiskinan Tidak Hanya Menyangkut Aspek Ekonomi, Namun Juga Menyangkut Aspek Sosial, Kultural Maupun Politik. Meskipun Demikian, Pengukuran Kemiskinan Yang Saat Ini Digunakan Di Indonesia Menggunakan Pendekatan Ekonomi Atau Income/Kekayaan Dan Mengacu Pada Kebutuhan Dasar Minimum Basic Needs Approach. Kebutuhan Pokok Minimum Mencakup Kebutuhan Makanan Disetarakan Dengan 2100 Kalori Perkapita Per Hari Dan Non Makanan Pakaian, Perumahan, Pendidikan, Kesehatan Dan Kebutuhan Dasar Lainnya Yang Diterjemahkan Sebagai Ukuran Finansial Dalam Bentuk Uang Dan Disebut Dengan Garis Kemiskinan. Seseorang Dikatakan Miskin Jika Memiliki Pendapatan/Pengeluaran Di Bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Dihitung Dalam Bentuk Absolut Berdasarkan Survei Pengeluaran Rumah Tangga Susenas Modul Konsumsi. Garis Kemiskinan DIY Selama Periode 2002-2012 Menunjukkan Pola Yang Semakin Meningkat Seiring Dengan Kenaikan Harga Barang Dan Jasa Kebutuhan Rumah Tangga Inflasi. Pada Tahun 2002, Nilai Kebutuhan Minimal Ditetapkan Secara Nominal Setara Dengan 113 Ribu Rupiah Per Kapita Per Bulan. Nilai Ini Terus Meningkat Menjadi 270 Ribu Rupiah Per Kapita Per Bulan Di Bulan September 2012 Atau Secara Nominal Meningkat Sebesar 130 Persen Dibandingkan Dengan Tahun 2002 Grafik 8.1. Gambar 8.1. Garis Kemiskinan Grafik 8.1. Garis Kemiskinan, Jumlah Dan Persentase Penduduk Miskin Di DIY, 2002-2012 Sumber BPS Ht Tp //Y Og Ya Ka Rt Bp S.G O. Id 32 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Atau Headcount Jiwa Selama Periode 2002-2012 Menunjukkan Pola Yang Lebih Berfluktuasi. Jumlah Penduduk Miskin Meningkat Secara Signifikan Pada Saat Laju Inflasi Tinggi Seperti Pada Tahun 2003, 2005 Dan 2006. Laju Inflasi Yang Tinggi Berimplikasi Pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Sehingga Secara Otomatis Jumlah Penduduk Miskin Jiwa Juga Meningkat. Meskipun Demikian, Sejak Tahun 2008 Jumlah Penduduk Miskin Menunjukkan Pola Yang Semakin Menurun Hingga Mencapai 562,1 Ribu Jiwa Di Bulan September 2012. Persentase Penduduk Miskin Head Count Index/HCI Juga Memiliki Pola Yang Hampir Sama Meningkat Pada Saat Laju Inflasi Tinggi. Selama Periode 2002-2012, Kenaikan Persentase Penduduk Miskin Yang Paling Mencolok Terjadi Pada Tahun 2006 Berkaitan Dengan Momentum Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak. Pada Tahun 2002, Persentase Penduduk Miskin Mencapai 20,14 Persen Dan Menurun Hingga Mencapai 15,88 Persen Di Bulan September 2012. Berdasarkan Penyebarannya, Dalam Satu Dekade Terakhir Tingkat Kemiskinan Di Daerah Perdesaan Selalu Lebih Dominan Dibandingkan Dengan Daerah Perkotaan, Meskipun Dari Sisi Jumlah Penduduk Miskin Jiwa Di Daerah Perkotaan Sudah Melampaui Daerah Perdesaan. Pola Perkembangan Kemiskinan Di Daerah Perkotaan Mencapai Level Tertinggi Pada Tahun 2000 Sebesar 24,58 Persen Sebagai Dampak Krisis Ekonomi 1997/1998, Kemudian Menurun Secara Bertahap Hingga Menjadi 13,13 Persen Di Tahun 2012. Dalam Rentang Waktu 2000-2012 Kemiskinan Perkotaan Mengalami Kenaikan Sebanyak Dua Kali, Yakni Tahun 2002/2003 Sebagai Akibat Dari Meningkatnya Harga Pangan Dunia Di Tahun 2002 Dan Pada 2005/2006 Sebagai Dampak Kenaikan Harga BBM Di Akhir Tahun 2005. Sementara, Tingkat Kemiskinan Daerah Perdesaan Mencapai Level Tertinggi Pada Tahun 2000 Sebesar 45,17 Persen. Dampak Kenaikan Harga BBM Juga Cukup Signifikan Dalam Meningkatkan Kemiskinan Perdesaan Di Tahun 2006 Hingga Mencapai 27,4 Persen. Pada Periode Berikutnya, Secara Bertahap Tingkat Kemiskinan Kembali Menurun Hingga Mencapai Level 21,76 Persen Di Tahun 2012. Distribusi Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Di DIY Juga Menunjukkan Pola Yang Tidak Merata. Ketidakmerataan Ini Ditunjukkan Oleh Level Kemiskinan Yang Nilainya Sangat Bervariasi. Di Satu Sisi Terdapat Daerah Yang Memiliki Persentase Penduduk Miskin Cukup Rendah Yakni Kota Yogyakarta 9,38 Dan Sleman 10,44 , Tetapi Di Sisi Yang Lain Masih Terdapat Daerah Yang Memiliki Level Kemiskinan Sangat Tinggi, Yakni Kabupaten Kulonprogo Dan Gunungkidul Masing-Masing Sebesar 23,32 Persen Dan 22,72 Persen. Perbedaan Tersebut Juga Merepresentasikan Tingkat Kesejahteraan Penduduk Antar Wilayah Yang Sangat Heterogen. Perbedaan Kualitas Infrastruktur Terutama Pendidikan, Kesehatan Serta Pasar, Baik Dari Sisi Ketersediaan Maupun Kemudahan Dalam Mengakses Menjadi Penjelas Perbedaan Kualitas Kesejahteraan Yang Cukup Mencolok Tersebut. Tabel 8.1. Jumlah Dan Persentase Penduduk Miskin Di DIY Menurut Wilayah, 2007-2012 Tahun Perkotaan K Perdesaan D Kota Desa HC 000 HCI HC 000 HCI HC 000 HCI 2000 436,6 24,58 599,2 45,17 1.035,8 33,39 2001 266,8 14,56 500,8 38,65 767,6 24,53 2002 303,8 16,17 331,9 25,96 635,7 20,14 2003 303,3 16,44 333,5 24,48 636,8 19,86 2004 301,4 15,96 314,8 23,65 616,2 19,14 2005 340,3 16,02 285,5 24,23 625,8 18,95 2006 346,0 17,85 302,7 27,64 648,7 19,15 2007 335,3 15,63 298,2 25,03 633,5 18,99 2008 324,2 14,99 292,1 24,32 616,3 18,32 2009 311,5 14,25 274,3 22,60 585,8 17,23 2010 308,4 13,98 268,9 21,95 577,3 16,83 2011 304,3 13,16 256,6 21,82 560,9 16,08 2012 305,9 13,13 259,4 21,76 565,3 16,05 Sumber Susenas Bulan Maret, BPS Ht Tp //Y Og Ya K Rt .B Ps .G O. Id 33 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Persoalan Kemiskinan Tidak Hanya Mencakup Urusan Jumlah Dan Persentase Penduduk Miskin, Tetapi Juga Menyangkut Dimensi Kedalaman Poverty Gap Index Dan Keparahan Poverty Severity Index Dari Kemiskinan Maupun Sifatnya Baik Persisten Maupun Transitory. Secara Sederhana, Indeks Kedalaman Kemiskinan P1 Menyatakan Sejauh Mana Pendapatan Kelompok Penduduk Miskin Menyimpang Dari Garis Kemiskinan, Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan P2 Menyatakan Ketimpangan Pendapatan Di Antara Penduduk Miskin. Selama Periode 2007-2011, Indeks Kedalaman Dan Keparahan Kemiskinan Di Daerah Perdesaan Selalu Lebih Tinggi Dari Daerah Perkotaan, Tetapi Pada Tahun 2012 Nilai Kedua Indeks Di Daerah Perdesaan Justru Lebih Rendah. Fenomena Ini Menjadi Gambaran Kemiskinan Di Daerah Perdesaan Yang Jauh Lebih Kompleks, Artinya Kesenjangan Pendapatan Diantara Penduduk Miskin Di Daerah Perdesaan Cenderung Lebih Tinggi. Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan Dan Keparahan Kemiskinan DIY Tahun 2012 Masing-Masing Mencapai 3,47 Dan 1,14. Berdasarkan Series Data Selama 2007-2011, Terdapat Pola Penurunan Dalam Indeks Kedalaman Dan Indeks Keparahan Kemiskinan Secara Rata-Rata Maupun Di Perkotaan Dan Di Perdesaan. Penurunan Ini Menjadi Sinyal Yang Cukup Mengembirakan Bagi Pengentasan Kemiskinan. Meskipun Demikian, Nilai Kedua Indeks Sedikit Meningkat Di Tahun 2012. Penyebabnya Adalah Naiknya Nilai Indeks Kedalaman Dan Keparahan Di Daerah Perkotaan, Sementara Di Daerah Perdesaan Cenderung Menurun. Banyak Faktor Yang Dapat Berpengaruh Terhadap Penurunan Tingkat Kemiskinan Di Suatu Wilayah, Antara Lain Adalah Kenaikan Pendapatan Atau Upah, Kesempatan Kerja Yang Lebih Luas Dan Pendapatan Masyarakat Yang Semakin Merata. Kenaikan Upah Buruh Yang Diindikasikan Dengan Upah Minimum Regional UMR Pada Tahun 2012 Meningkat Cukup Signifikan, Yakni 10,48 Persen. Jika Dibandingkan Dengan Laju Inflasi Umum Kota Yogyakarta Tahun 2012 Yang Sebesar 4,31 Persen, Kenaikan Upah Tersebut Jauh Lebih Tinggi. Dengan Asumsi Bahwa Penetapan UMR Tersebut Diikuti Oleh Sebagian Besar Perusahaan DIY, Maka Rata-Rata Pendapatan Penduduk Akan Meningkat Cukup Signifikan. Tingkat Kesempatan Kerja TKK Sebagai Gambaran Persentase Angkatan Kerja Yang Terserap Di Pasar Kerja Pada Bulan September 2012 Mencapai 96,03 Persen Atau Tidak Mengalami Perubahan Yang Signifikan Dibandingkan Bulan Yang Sama Pada Tahun 2011. Penyerapan Angkatan Kerja Yang Besar Ini Akan Berdampak Pada Berkurangnya Persentase Penduduk Miskin, Meskipun Dari Sisi Produktivitas Dan Jam Kerjanya Masih Banyak Pekerja Yang Termasuk Dalam Kategori Underunemployment. Tabel 8.2. Sebaran Penduduk Miskin DIY Menurut Kabupaten/Kota, 2011-2012 Kab/Kota 2011 2012 GK HC HCI GK HC HCI Kulonprogo 240.301 92,76 23,62 256.575 92,4 23,32 Bantul 264.546 159,38 17,28 284.923 158,8 16,97 Gunungkidul 220.479 157,09 23,03 238.438 156,5 22,72 Sleman 267.107 117,32 10,61 288.048 116,8 10,44 Yogyakarta 314.311 37,74 9,62 340.324 37,6 9,38 DIY 257.909 564,30 16,14 270.110 562,1 15,88 Sumber BPS DIY Catatan Gkgaris Kemiskinan Hchead Count 000 Jiwa Hcihead Count Index Tabel 8.3. Indeks Kedalaman Kemiskinan P1 Dan Keparahan Kemiskinan P2, 2007-2012 Tahun P1 Persen P2 Persen K D KD K D KD 2007 3,08 5,08 3,80 0,88 1,55 1,12 2008 2,72 4,49 3,35 0,71 1,29 0,92 2009 2,84 4,74 3,52 0,81 1,46 1,04 2010 2,27 3,89 2,85 0,56 1,02 0,73 2011 1,93 3,67 2,51 0,50 0,93 0,65 2012 3,56 3,29 3,47 1,32 0,79 1,14 Sumber Susenas Bulan Maret, BPS DIY Catatan K Perkotaan D Perdesaan Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 34 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Kebijakan Pemerintah Untuk Mendorong Dan Mengejar Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Di Satu Sisi Berdampak Baik Bagi Peningkatan Kesejahteraan Penduduk Secara Rata-Rata, Namun Di Sisi Lain Juga Membawa Trade Off Berupa Meningkatnya Ketimpangan Dalam Distribusi Hasil Pertumbuhan Yang Dihasilkan. Hal Ini Terjadi Karena Distribusi Aset Dan Skill Yang Tidak Tersebar Secara Merata Antar Penduduk, Sehingga Pendapatan Yang Diperoleh Pun Sangat Bervariasi. Beberapa Indikator Yang Sering Digunakan Untuk Mengukur Ketimpangan Dalam Distribusi Pendapatan Antar Penduduk Adalah Ukuran Bank Dunia, Rasio Kuznets Dan Gini Rasio. Berdasarkan Data Susenas Tahun 2009-2012, Distribusi Pendapatan Yang Diterima Penduduk Menunjukkan Perkembangan Ke Arah Yang Semakin Tidak Merata Atau Semakin Timpang. Pada Tahun 2009, 40 Persen Penduduk Yang Berpendapatan Terendah Menerima 18,87 Persen Dari Total Pendapatan, Sementara 20 Persen Penduduk Yang Berpendapatan Tertinggi Memperoleh Porsi Sebesar 44,65 Persen. Jika Dihitung Dengan Rasio Kuznets Maka Total Pendapatan Yang Diterima 20 Persen Penduduk Berpendapatan Tertinggi Nilainya 2,37 Kali Lipat Dari Jumlah Pendapatan Yang Diterima 40 Persen Penduduk Berpendapatan Terendah. Pada Tahun 2012, Proporsi Pendapatan Yang Diterima Oleh 40 Persen Penduduk Berpendapatan Terendah Menurun Hingga 15,29 Persen. Sebaliknya, Proporsi Pendapatan Yang Diterima Oleh 20 Persen Penduduk Berpendapatan Tertinggi Meningkat Menjadi 51,56 Persen Sehingga Nilai Rasio Kuznets Mencapai 3,37. Fenomena Ini Menggambarkan Kondisi Distribusi Pendapatan Yang Semakin Timpang Atau Tidak Merata. Grafik 8.2. Laju Pertumbuhan UMR Dan Inflasi Di DIY, 2005- 2012 Persen Sumber BPS DIY Tabel 8.4. Distribusi Pendapatan Penduduk DIY Menurut Golongan, 2009-2012 Golongan Pendapatan 2009 2010 2011 2012 40 Berpendapatan Terendah 18,87 18,79 16,46 15,29 40 Berpendapatan Menengah 36,48 35,20 34,22 33,15 20 Berpendapatan Tertinggi 44,65 46,01 49,32 51,56 Rasio Kuznets 2,37 2,45 3,00 3,37 Sumber Susenas 2009-2011, BPS Grafik 8.3. Perkembangan Tingkat Kesempatan Kerja Di DIY, 2005-2012 Persen Sumber BPS DIY Tahukah Anda Lambatnya Pengentasan Kemiskinan Di DIY Karena Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Yang Dihasilkan Tidak Dikompensasi Oleh Perbaikan Dalam Distribusi Pendapatan Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 35 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 PENGGUNAAN LAHAN Faktor Terpenting Yang Berpengaruh Terhadap Keberlangsungan Budidaya Komoditas Pertanian Adalah Ketersediaan Lahan. Sampai Tahun 2012, Pemanfaatan Lahan Di DIY Sebagian Besar Digunakan Untuk Lahan Pertanian Dengan Luas Mencapai 240,24 Ribu Hektar Atau 75,41 Persen Dari Jumlah Lahan Dan Terdiri Dari Lahan Sawah Seluas 56,36 Ribu Hektar Dan Lahan Bukan Sawah Seluas 183,88 Ribu Hektar. Sementara, Lahan Yang Peruntukannya Bukan Untuk Lahan Pertanian Mencapai 78,34 Ribu Hektar Atau 24,59 Persen Dari Total Luas Wilayah DIY. Berdasarkan Wilayahnya, Distribusi Lahan Sawah Terbanyak Terdapat Di Kabupaten Sleman Dan Bantul Dengan Luas Masing Masing Mencapai 22,64 Ribu Hektar Dan 15,48 Ribu Hektar. Untuk Lahan Bukan Sawah, Distribusi Terbesar Terletak Di Kabupaten Gunungkidul Dengan Luas Mencapai 117,84 Ribu Hektar. Bahkan, Hampir 80 Persen Wilayah Gunungkidul Merupakan Lahan Pertanian Bukan Sawah. Perkembangan Lahan Pertanian Di DIY Selama Periode 2008-2012 Menunjukkan Pola Yang Semakin Menurun. Pada Tahun 2008 Persentase Lahan Pertanian Mencapai 76,60 Persen Dan Terus Menurun Menjadi 75,41 Persen Di Tahun 2012. Hal Yang Perlu Mendapat Perhatian Serius Dari Pemerintah Adalah Semakin Berkurangnya Lahan Pertanian Produktif Terutama Lahan Sawah Yang Berpengairan Irigasi Dan Beralih Fungsi Menjadi Pemukiman Penduduk Maupun Tempat Usaha, Pertokoan, Pabrik Dan Lainnya. Selama Periode 2006-2012, Luas Lahan Sawah Di DIY Berkurang Sebanyak 1.297 Hektar Atau Setiap Tahun Berkurang Dengan Rata-Rata Sebesar 216 Hektar. Jika Konversi Lahan Sawah Produktif Terus Berlangsung Dalam Jangka Waktu Yang Lama, Maka Akan Menganggu Stabilitas Dan Ketahanan Pangan Di Regional DIY. Tabel 9.2. Persentase Penggunaan Lahan Di DIY, 2008-2012 Penggunaan Lahan Persentase Luas Luas Ha 2012 2008 2009 2010 2011 2012 Lahan Pertanian 76,60 76,80 76,31 76,21 75,41 240.242 Lahan Sawah 17,92 17,80 17,75 17,73 17,69 56.364 Berpengairan 15,04 14,91 14,89 14,85 14,76 47.015 Tadah Hujan 2,88 2,89 2,86 2,88 2,93 9.349 Bukan Lahan Sawah 58,68 59,00 58,56 58,48 57,72 183.878 Tegal/Kebun 30,15 30,06 29,94 29,77 29,69 94.600 Sementara Tidak Diusahakan 0,36 0,34 0,32 0,32 0,25 814 Hutan Rakyat 11,14 11,16 11,31 11,52 11,54 36.768 Perkebunan 0,22 0,23 0,22 0,23 0,26 795 Lainnya Tambak, Kolam, Empang, Hutan Negara, Dll 16,81 17,21 16,77 16,64 15,98 50.901 Lahan Bukan Pertanian 23,4 23,21 23,71 23,79 24,59 78.338 Jumlah 100 100 100 100 100 318.580 Sumber Daftar SP-Lahan, Dinas Pertanian DIY Tabel 9.1. Luas Lahan Pertanian Dan Bukan Pertanian Di DIY, 2012 Hektar Kabupaten/ Kota Lahan Pertanian Lahan Bukan Pertanian Jumlah Sawah Bukan Sawah Kulonprogo 10.299 17,57 35.027 59,75 13.301 22,69 58.627 Bantul 15.482 30,55 14.129 27,88 21.074 41,58 50.685 Gunungkidul 7.865 5,30 117.835 79,33 22.836 15,37 148.536 Sleman 22.642 39,39 16.699 29,05 18.141 31,56 57.482 Yogyakarta 76 2,34 188 5,78 2.986 91,88 3.250 DIY 56.364 17,69 183.878 57,72 78.338 24,59 318.580 Sumber Dinas Pertanian DIY Catatan Angka Dalam Kurung Menunjukkan . Tahukah Anda Selama Periode 2006-2012 Luas Lahan Sawah Di DIY Setiap Tahun Berkurang Sebanyak 216 Hektar Dan Dikonversikan Menjadi Pemukiman, Pabrik, Pertokoan Dan Lainnya. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 36 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tanaman Bahan Makanan Terdiri Dari Padi Dan Palawija Yang Mencakup Padi Padi Sawah Dan Padi Ladang, Jagung, Ketela Pohon, Ketela Rambat, Kacang Tanah, Kacang Kedelai, Kacang Hijau, Dan Cantel. Dari Kedelapan Komoditas Tersebut, Tanaman Padi Menjadi Komoditas Paling Dominan Di DIY Karena Merupakan Bahan Makanan Pokok Penduduk. Selain Padi Dan Palawija, Tanaman Bahan Makanan Juga Mencakup Sayur-Sayuran Dan Buah-Buahan Hortikultura, Baik Yang Berupa Tanaman Semusim Maupun Tanaman Tahunan. PRODUKSI TANAMAN PADI Sampai Saat Ini, Beras Menjadi Komoditas Yang Memiliki Nilai Sangat Strategis Dalam Kegiatan Perekonomian. Hal Ini Tidak Lepas Dari Peran Beras Yang Menjadi Sumber Makanan Pokok Bagi Sebagian Besar Penduduk DIY. Akibatnya, Output Tanaman Padi Ini Mempunyai Bobot Yang Tinggi Dalam Penghitungan Angka Inflasi Yaitu Sebesar 3,29 Persen. Apabila Terjadi Gejolak Harga Beras, Akan Berdampak Pada Inflasi Atau Deflasi Yang Berpengaruh Terhadap Perekonomian DIY Secara Umum. Kenaikan Harga Beras Dapat Mendorong Inflasi Barang Dan Jasa Lainnya, Sehingga Stabilitas Harga Beras Harus Terjaga Dan Terkendali. Jaminan Ketersediaan Dan Kestabilan Harga Beras Menjadi Bidang Intervensi Pemerintah Baik Menyangkut Aspek Produksi Maupun Aspek Konsumsi. Ketidakseimbangan Antara Besaran Produksi Dan Konsumsi Beras Dalam Suatu Wilayah Akan Menyebabkan Terjadinya Kegiatan Impor Atau Ekspor Antar Wilayah. Produksi Beras Atau Padi Tidak Terlepas Dari Peran Pelaku Usaha Tanaman Padi, Yakni Rumah Tangga Yang Mengusahakan Tanaman Padi/Petani Padi. Rumah Tangga Usaha Tanaman Padi Inilah Yang Memegang Peran Penting Dalam Proses Produksi Tanaman Padi. Dalam Pelaksanaan Proses Tersebut Petani Tentu Saja Dihadapkan Berbagai Keterbatasan Faktor Produksi, Sehingga Dibutuhkan Peran Pemerintah Dalam Mendorong Kenaikan Produksi Padi Melalui Metode Ekstensifikasi Dan Intensifikasi Secara Terus Menerus. Produksi Padi Di DIY Selama Sepuluh Tahun Terakhir Menunjukkan Pola Yang Semakin Meningkat Dari 652.280 Ton Di Tahun 2003 Menjadi 946.224 Ton Di Tahun 2012. Selama Periode Tersebut Produksi Padi Mengalami Pertumbuhan Rata-Rata Sebesar 4,35 Persen Per Tahun. Faktor Utama Yang Berpengaruh Terhadap Peningkatan Produksi Adalah Meningkatnya Produktivitas Dari 49,91 Ku/Ha Di Tahun 2003 Menjadi 61,88 Ku/Ha Di Tahun 2012. Sementara, Luas Panen Tanaman Padi Meningkat Dari 130.681 Ha Di Tahun 2003 Menjadi 152.912 Ha Di Tahun 2012 Atau Tumbuh 1,78 Persen Per Tahun. Program Pemerintah Melalui Pemberian Subsidi Atau Bantuan Benih, Pupuk Dan Obat-Obatan, Pemberian Kredit Usaha Tani, Kebijakan Stabilisasi Harga Gabah Di Tingkat Produsen Melalui Program Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan LUEP Turut Menunjang Peningkatan Produksi Padi. Sebaliknya, Fenomena Alih Fungsi Lahan Sawah Memberi Andil Dalam Mengurangi Luas Tanam Maupun Jumlah Petani Padi Yang Tentunya Mempengaruhi Jumlah Produksi Padi. Tabel 9.3. Luas Panen, Produksi Dan Produktivitas Tanaman Padi Di DIY, 2003-2012 Tahun Luas Panen Ha Produktivitas Ku/Ha Produksi Ton 2003 130.681 49,91 652.280 2004 132.869 53,05 692.998 2005 130.973 51,21 670.703 2006 132.374 53,50 708.163 2007 133.369 53,18 709.294 2008 140.167 56,95 798.232 2009 145.424 57,62 837.930 2010 147.058 56,02 823.887 2011 150.827 55,89 842.934 2012 152.912 61,88 946.224 Sumber BPS DIY Ht Tp //Y Og Y Ka Rta .B Ps .G O. Id 37 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Produksi Tanaman Padi Juga Sangat Ditentukan Oleh Faktor Musim Dan Cuaca. Faktor Musim Dan Cuaca Menentukan Curah Hujan Dan Suplai Air Yang Menjadi Unsur Terpenting Dalam Budidaya Tanaman Padi. Secara Umum, Masa Penanaman Padi Secara Masal Di Wilayah DIY Dilaksanakan Pada Bulan Oktober Sampai Dengan Desember Atau Pada Saat Memasuki Musim Penghujan. Akibatnya, Panen Raya Tanaman Padi Setiap Tahun Akan Berlangsung Selama Bulan Januari Sampai Dengan Bulan Maret. Kondisi Tersebut Tercermin Dalam Grafik 9.1 Yang Memperlihatkan Bahwa Luas Panen Tanaman Padi Pada Setiap Subround I Januari S.D April Menjadi Yang Tertinggi. Rata-Rata Luas Panen Tanaman Padi Di Bulan Januari-April Dua Kali Lipat Luas Panen Bulan Mei-Agustus, Sementara Luas Panen Bulan Mei-Agustus Rata-Rata Dua Kali Lipat Luas Panen Bulan September-Desember. Fenomena Ini Berkaitan Dengan Curah Hujan Dan Suplai Air Yang Semakin Menurun Dan Sebagai Penggantinya Petani Mulai Mengusahakan Tanaman Palawija. PRODUKSI TANAMAN PALAWIJA Komoditas Palawija Yang Cukup Potensial Dibudidayakan Di DIY Adalah Jagung, Ubi Kayu, Kacang Tanah Dan Kedelai. Hal Ini Terlihat Dari Luas Panen Keempat Tanaman Selama Tahun 2012 Yang Masing- Masing Mencapai 73.766 Ha, 61.815 Ha, 60.725 Dan 28.554 Ha. Selama Tahun 2012, Beberapa Komoditas Palawija Mengalami Peningkatan Produksi Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya. Jagung Meningkat Dari 291,56 Ribu Ton Menjadi 336,6 Ribu Ton Atau Meningkat 15,44 Persen. Produksi Tanaman Kedelai Dan Ubi Jalar Masing-Masing Meningkat 9,87 Persen Dan 10,10 Persen Sebagai Akibat Dari Peningkatan Luas Panen Dan Produktivitas. Grafik 9.1. Luas Panen Padi Per Sub Round Di DIY, 2007-2012 Ha Sumber BPS DIY Tabel 9.4. Produksi Palawija Di DIY, 2007-2012 Ton Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012 Jagung 285.372 314.937 345.576 291.596 336.608 Kedelai 34.998 40.278 38.244 32.795 36.033 Kacang Tanah 63.240 65.893 58.918 64.084 62.901 Kacang Hijau 514 473 610 371 300 Ubi Kayu 892.907 1.047.684 1.114.665 867.596 866.357 Ubi Jalar 7.656 6.687 6.484 4.584 5.047 Cantel 167 298 228 96 211 Sumber BPS DIY Gambar 8.1. Komoditas Pertanian Unggulan Di DIY H Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 38 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tanaman Palawija Yang Mengalami Penurunan Produksi Selama Tahun 2012 Adalah Kacang Tanah, Ubi Kayu Dan Kacang Hijau. Dibandingkan Dengan Tahun 2011, Produksi Kacang Tanah Menurun Sebesar 1,85 Persen Sebagai Akibat Dari Penurunan Produktivitas. Sementara, Produksi Ubi Kayu Menurun Sebesar 0,14 Persen Sebagai Akibat Dari Penurunan Luas Panen. PRODUKSI TANAMAN SAYUR-SAYURAN Komoditas Sayuran Semusim Yang Cukup Potensial Dikembangkan Di Wilayah DIY Adalah Cabai Merah Dan Bawang Merah. Kedua Jenis Tanaman Sayuran Ini Merupakan Komoditas Unggulan Yang Banyak Dibudidayakan Di Sepanjang Pesisir Selatan Kabupaten Bantul Dan Kulonprogo. Produksi Bawang Merah Selama Tahun 2012 Mencapai 118.550 Kuintal Dan Turun Sebesar 17,71 Persen Dibandingkan Dengan Produksi Tahun 2011 Yang Sebesar 144.085 Kuintal. Penurunan Produksi Bawang Merah Disebabkan Oleh Penurunan Luas Panen Dari 1.271 Hektar Menjadi 1.180 Hektar Atau Turun 7,16 Persen Akibat Pengalihan Lahan Untuk Budidaya Tanaman Pertanian Lainnya, Terutama Komoditas Cabai. Penyebab Lainnya Adalah Penurunan Produktivitas Dari 113,36 Kuintal Per Hektar Di Tahun 2011 Menjadi 100,47 Kuintal Per Hektar Di Tahun 2012. Berbeda Dengan Bawang Merah Yang Produksinya Turun, Produksi Tanaman Cabai Baik Cabai Besar Maupun Cabai Rawit Justru Semakin Meningkat. Produksi Cabai Selama Tahun 2012 Sebesar 187.765 Kuintal Dan Meningkat 13,28 Persen Dibandingkan Dengan Produksi Tahun 2011 Yang Sebanyak 165.721 Kuintal. Peningkatan Produksi Cabai Terjadi Karena Meningkatnya Panen Dari 3.287 Hektar Di Tahun 2011 Menjadi 3.391 Hektar Di Tahun 2012 Atau Meningkat 3,16 Persen. Sementara, Dari Sisi Produktivitas Juga Mengalami Peningkatan Dari 53,3 Kuintal Per Hektar Menjadi 5,37 Kuintal Per Hektar Di Tahun 2012 Akibat Cuaca Yang Mendukung Selama Budidaya Dilakukan. Tabel 9.5. Luas Panen, Produktivitas, Dan Produksi Komoditas Sayuran Potensial Di DIY, 2010-2011 Komoditas 2010 2011 Luas Panen Ha Produktivitas Kw/Ha Produksi Kw Luas Panen Ha Produktivitas Kw/Ha Produksi Kw Bawang Merah 2.027 98,42 199.503 1.271 113,36 144.086 Cabai Besar 2.239 58,28 130.489 2.541 56,71 144.101 Cabai Rawit 613 33,72 20.673 746 28,98 21.620 Kacang Panjang 677 44,82 30.342 557 38,88 21.655 Sawi 613 110,22 67.562 635 112,72 71.580 Terung 160 109,59 17.535 237 55,47 13.146 Kangkung 377 74,51 28.092 335 78,65 26.347 Bayam 566 43,46 24.600 396 36,43 14.425 Sumber BPS DIY Tahukah Anda Produksi Bawang Merah Selama Tahun 2012 Turun 17,71 Persen, Sementara Produksi Cabai Meningkat Sebesar 13,28 Persen Dan Keduanya Ditanam Pada Lahan Yang Sama Dengan Bergiliran Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 39 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 PRODUKSI TANAMAN PERKEBUNAN Beberapa Jenis Tanaman Perkebunan Yang Cukup Berpotensi Dan Banyak Dibudidayakan Di DIY Diantaranya Adalah Kelapa, Cengkeh, Jambu Mete, Coklat, Tembakau Rakyat Dan Tebu Rakyat. Berdasarkan Luas Tanamannya Selama Tahun 2012, Kelapa Merupakan Tanaman Perkebunan Yang Paling Banyak Diusahakan Dengan Luas Tanaman Mencapai 43.371 Hektar Dan Luas Panen Mencapai 32.314 Hektar. Produksi Kelapa Selama Tahun 2012 Mencapai 56.600 Ton Atau Meningkat 0,80 Persen Dibandingkan Dengan Produksi Tahun 2011 Yang Mencapai 56.149. Penyebab Kenaikan Produksi Kelapa Adalah Meningkatnya Produktivitas Per Hektar, Meskipun Dari Sisi Luas Panen Sedikit Turun. Tanaman Tembakau Rakyat Yang Sebagian Besar Dibudidayakan Di Wilayah Kabupaten Sleman Dan Bantul Mampu Menghasilkan Produksi Sebesar 1.384 Ton Selama Tahun 2012. Produksi Ini Mengalami Peningkatan Sebesar 9,18 Persen Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya Yang Mencapai 1.268 Ton. Peningkatan Produksi Tembakau Rakyat Disebabkan Oleh Peningkatan Produktivitas Maupun Luas Tanam Dan Luas Panen Akibat Faktor Musim Yang Sesuai Serta Adanya Rangsangan Berupa Kenaikan Harga Tembakau Yang Memicu Minat Petani Untuk Membudidayakannya. Produksi Tanaman Tebu Rakyat Yang Banyak Dibudidayakan Di Wilayah Kabupaten Sleman Dan Bantul Mencapai 16.928 Ton Selama Tahun 2012. Produksi Ini Meningkat Sebesar 7,06 Persen Dibandingkan Dengan Produksi Tahun Sebelumnya Yang Mencapai 15.812 Ton. Jika Dikaitkan Dengan Kebutuhan Konsumsi Gula Oleh Masyarakat Yang Cukup Tinggi Dan Masih Tergantung Pada Produk Gula Impor, Seharusnya Produksi Tanaman Tebu Dapat Ditingkatkan Melalui Tata Niaga Yang Lebih Baik. Permasalahan Keterbatasan Lahan Untuk Budidaya Tebu Harus Diintervensi Dengan Memperhatikan Nilai Ekonomis Dalam Pemanfaatan Lahan Untuk Budidaya Tanaman Lainnya. Beberapa Tanaman Perkebunan Yang Produksinya Meningkat Adalah Coklat, Cengkeh, Kopi Dan Teh. Produksi Cengkeh Dan Coklat Di Tahun 2012 Masing-Masing Mencapai 667 Ton Dan 1.367 Ton Atau Meningkat 69 Persen Dan 20 Persen Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya. Selama Enam Tahun Terakhir Produksi Komoditas Kelapa Menunjukkan Tren Yang Semakin Meningkat, Sementara Produksi Tebu Rakyat Relatif Stabil. Tabel 9.5. Luas Tanaman, Luas Panen, Produksi Dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Di DIY, 2012 Komoditas Luas Tanaman Ha Luas Panen Ha Produksi Ton Rata-Rata Produksi Ton/Ha Kelapa 43.371 32.314 56.600 1,75 Jambu Mete 19.197 6.161 484 0,08 Coklat 4.811 2.902 1.367 0,47 Tebu Rakyat 3.613 3.613 16.928 4,69 Cengkeh 3.241 1.813 667 0,37 Kopi 1.779 1.004 793 0,79 Tembakau 2.210 2.210 1.384 0,63 Jarak Pagar 1.859 1.386 77 0,06 Sumber Dinas Perkebunan Dan Kehutanan DIY Grafik 9.2. Produksi Tanaman Kelapa Dan Tebu Di DIY, 2007-2012 Ton Sumber Dinas Perkebunan Dan Kehutanan DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 40 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 PRODUKSI TERNAK DAN UNGGAS Beberapa Jenis Hewan Ternak Yang Cukup Banyak Dibudidayakan Di Wilayah DIY Diantaranya Adalah Sapi, Kambing Dan Domba. Sampai Saat Ini, Sapi Masih Menjadi Komoditas Ternak Unggulan Yang Populasinya Senantiasa Bertambah. Jumlah Populasi Sapi Pada Tahun 2008 Mencapai 269.267 Ekor Dan Secara Bertahap Meningkat Menjadi 385.370 Ekor Di Tahun 2011. Namun Demikian, Populasi Tersebut Sedikit Berkurang Menjadi 358.387 Ekor Selama Tahun 2012 Atau Turun Sebesar 7 Persen Jika Dibandingkan Dengan Tahun 2011. Berkurangnya Jumlah Populasi Tersebut Cukup Berpengaruh Terhadap Kelangsungan Program Swasembada Daging Sapi Nasional. Sampai Tahun 2012, Kabupaten Gunungkidul Masih Menjadi Wilayah Andalan Untuk Kegiatan Budidaya Sapi, Diikuti Oleh Kabupaten Bantul Dan Kulonprogo. Lebih Dari 45 Persen Populasi Sapi Di DIY Terdapat Di Wilayah Gunungkidul, Sehingga Penurunan Populasi Sapi Sebesar 10,46 Persen Memiliki Pengaruh Yang Signifikan Terhadap Penurunan Populasi Sapi Di DIY. Sementara, Sebanyak 23 Persen Populasi Sapi Terdapat Di Bantul Dan 16 Persen Populasi Terdapat Di Kulonprogo. Kegiatan Budidaya Sapi Di Kabupaten Sleman Yang Sempat Terganggu Oleh Aktivitas Erupsi Gunung Merapi Secara Perlahan Juga Mulai Menunjukkan Peningkatan. Hal Ini Ditandai Oleh Bertambahnya Jumlah Populasi Sapi Potong Maupun Sapi Perah Di Kabupaten Sleman. Pada Tahun 2012, Jumlah Populasi Sapi Perah Di DIY Mencapai 3.934 Ekor Dan Meningkat 1,18 Persen Dibandingkan Dengan Tahun 2011 Yang Sebanyak 3.888 Ekor. Populasi Kambing Dan Domba Di DIY Juga Terus Menunjukkan Peningkatan Hingga Menjadi 353.223 Ekor Dan 151.772 Ekor Di Akhir Tahun 2012. Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya, Kedua Jenis Ternak Tersebut Masing-Masing Meningkat Sebesar 2,5 Persen Dan 2,71 Persen. Jumlah Populasi Ternak Kerbau Dan 7,67 Persen Dan 2,1 Persen Dibandingkan Dengan Populasi Tahun Sebelumnya. Dari Tiga Jenis Unggas Yang Banyak Dibudidayakan Di DIY, Ayam Ras Memiliki Jumlah Populasi Terbesar Sebanyak 9,16 Juta Ekor Yang Terdiri Dari Ayam Ras Petelur Sebanyak 3,35 Juta Ekor Dan Ayam Ras Pedaging Sebanyak 5,81 Juta Ekor. Sementara, Populasi Ayam Kampong Buras Dan Itik Masing-Masing Mencapai 4,06 Juta Ekor Dan 542,21 Ribu Ekor. Ketiga Jenis Unggas Tersebut Juga Mengalami Peningkatan Populasi Yang Cukup Signifikan Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya. Produksi Daging Dari Beberapa Komoditas Ternak Dan Unggas Selama Dua Dekade Terakhir Cukup Berfluktuasi Grafik 9.3. Produksi Daging Sapi Mencapai Puncaknya Pada Tahun 2012 Sebesar 8.583 Ton Dan Meningkat 12,10 Persen Disbandingkan Dengan Tahun Sebelumnya. Peningkatan Produksi Daging Memiliki Korelasi Positif Dengan Jumlah Ternak Yang Dipotong, Sehingga Alasan Jumlah Populasi Ternak Sapi Yang Berkurang Cukup Dignifikan Disebabkan Karena Peningkatan Jumlah Ternak Yang Dipotong. Tabel 9.5. Populasi Ternak Dan Unggas Di DIY, 2009- 2012 Ekor Jenis Ternak/ Unggas 2009 2010 2011 2012 Kuda 1.222 1.360 1.508 1.626 Sapi 283.043 290.949 385.370 358.387 Sapi Perah 5.495 3.466 3.888 3.934 Kerbau 4.312 4.277 1.238 1.143 Kambing 308.353 331.147 343.647 352.223 Domba 132.872 136.657 147.773 151.772 Babi 12.038 12.695 13.056 12.782 Ayam Kampung 3.916.636 3.861.676 4.019.960 4.060.722 Ayam Ras 8.501.005 8.234.703 8.931.529 9.161.499 Itik 446.704 498.237 516.525 542.209 Sumber Dinas Peternakan DIY Ht Tp //Y Og Ya K Rta .B Ps .G O. Id 41 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Pola Yang Lebih Berfluktuasi Terjadi Pada Produksi Komoditas Kambing Dan Domba. Meskipun Tren Produksi Selama Dua Dekade Terakhir Cenderung Menurun, Jumlah Produksi Daging Di Tahun 2012 Sedikit Mengalami Peningkatan Menjadi 1.210 Ton Untuk Kambing Dan 2.192 Ton Untuk Domba. Hal Yang Sebaliknya Terjadi Pada Produksi Daging Unggas. Produksi Daging Unggas Yang Terdiri Dari Daging Ayam Ras, Daging Ayam Bukan Ras Dan Daging Itik Selama Dua Dekade Terakhir Terakhir Menunjukkan Tren Yang Semakin Meningkat, Meskipun Terdapat Pola Yang Sedikit Berfluktuasi. Produksi Daging Unggas Mencapai Puncaknya Pada Tahun 2007 Dan 2012 Dengan Jumlah Produksi Masing-Masing Mencapai 36.331 Ton Dan 42.781 Ton. PERIKANAN DIY Memiliki Sebagian Wilayah Yang Berbatasan Langsung Dengan Lautan Dan Dilalui Oleh Beberapa Jalur Sungai Besar, Sehingga Memiliki Potensi Yang Baik Untuk Dikembangkan Sebagai Kawasan Budidaya Perikanan, Baik Perikanan Laut Maupun Perikanan Darat. Namun, Belum Dikelolanya Potensi Sumber Daya Perikanan Ini Secara Optimal Menyebabkan Produktivitas Perikanan Laut Dan Darat Dari Tahun Ke Tahun Masih Jauh Dari Yang Diharapkan. Produksi Perikanan Darat Selama Periode 2004-2012 Menunjukkan Tren Yang Semakin Meningkat Dengan Rata-Rata Pertumbuhan Di Atas 28 Persen Per Tahun. Pada Tahun 2004, Produksi Perikanan Darat Mencapai 7.629 Ton Dan Meningkat Secara Signifikan Menjadi 50.247 Ton Pada Tahun 2012. Sebanyak 97,91 Persen Produksi Perikanan Darat Merupakan Hasil Budidaya Kolam. Sedangkan Sisanya Dihasilkan Dari Budidaya Tambak 1,2 Budidaya Keramba 0,15 Jaring Apung 0,03 Sawah 0,31 Dan Telaga 0,41 . Iklim Kemarau Basah Selama Tahun 2012 Cukup Mendukung Budidaya Perikanan Di Kolam, Sehingga Pada Terjadi Kenaikan Produksi Yang Signifikan. Budidaya Ikan Darat Masih Terpusat Di Kabupaten Sleman Dengan Pangsa Produksi Di Atas 43 Persen. Sementara, Pangsa Produksi Di Kabupaten Kulonprogo Dan Bantul Masing-Masing Mencapai 21,01 Persen Dan 21,85 Persen. Grafik 9.3. Produksi Daging Sapi, Kambing, Domba Dan Unggas Di DIY, 1995-2011 Ton Sumber Dinas Peternakan DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 42 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Produksi Perikanan Laut Di DIY Sampai Saat Ini Hanya Dihasilkan Dari Hasil Penangkapan. Sementara Produksi Dari Hasil Dari Budidaya Perikanan Laut Masih Sangat Sedikit. Selama Periode 2004-2012, Produksi Perikanan Laut Lebih Berfluktuasi Dan Sangat Dipengaruhi Oleh Faktor Cuaca Dan Iklim. Produksi Perikanan Laut Mencapai Puncaknya Di Tahun 2009 Dengan Total Produksi Sebesar 4.238 Ton Dengan Rata-Rata Pertumbuhan Produksi Per Tahunnya Mencapai 17,67 Persen. Dibandingkan Dengan Produksi Tahun 2011 Yang Sebesar 3.953 Ton, Maka Produksi Di Tahun 2012 Turun Sebesar 35 Persen Menjadi 2.568 Ton. Penurunan Produktivitas Perikanan Laut Di DIY Secara Umum Dipengaruhi Oleh Kondisi Iklim Dan Cuaca. Kondisi Cuaca Yang Buruk Menyebabkan Gelombang Laut Selatan Menjadi Cukup Tinggi, Sehingga Banyak Nelayan Yang Terpaksa Tidak Melaut. Di Samping Itu, Kurangnya Sumber Daya Manusia Yang Terampil Dan Mumpuni Serta Mitos Yang Berlaku Di Masyarakat Seputar Penguasa Laut Selatan Cukup Membatasi Produktivitas Perikanan Laut. Berdasarkan Data Dari Dinas Perikanan Dan Kelautan DIY, Pemanfaatan Potensi Perikanan Laut Sampai Saat Ini Masih Sangat Kecil, Yaitu Hanya Sebesar 0,4 Persen Dari Seluruh Potensi Yang Ada. Sarana Penangkapan Ikan Laut Yang Masih Sangat Terbatas Baik Dari Sisi Armada Penangkapan Maupun Alat Tangkap Menyebabkan Nelayan Hanya Dapat Menangkap Beberapa Jenis Ikan Tertentu Saja, Seperti Bawal, Layur, Kakap, Tigawaja, Pari, Kembung Dan Lobster. Grafik 9.4. Produksi Perikanan Darat Dan Laut Di DIY, 2004-2012 Ton Sumber Dinas Perikanan Dan Kelautan DIY Gambar 9.1. Armada Penangkapan Ikan Laut Di Gunungkidul Tahukah Anda Produksi Perikanan Laut Sebagian Besar Disumbang Oleh Hasil Penangkapan Di Gunungkidul 71 Persen Ht Tp //Y Og Ya Ka Rt .B Ps .G O. Id 43 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Gambar 10.1. Kegiatan Penggalian Batu Di Kulonprogo Sumber Evan Chandra PERTAMBANGAN Sektor Pertambangan Dan Penggalian Mencakup Kegiatan Pertambangan Migas Dan Non Migas Serta Kegiatan Penggalian Batu, Pasir Dan Tanah. DIY Tidak Memiliki Pertambangan Migas Atau Non Migas, Namun Berpotensi Sebagai Produsen Batu, Pasir Atau Bahan Galian Yang Tergolong Dalam Golongan C. Potensi Barang Galian Golongan C Tersebut Disebabkan Oleh Sebagian Wilayah DIY Yang Terletak Di Lereng Gunung Merapi, Gunung Berapi Paling Aktif Di Asia Yang Senantiasa Mengeluarkan Material Dalam Bentuk Pasir Maupun Bebatuan Lainnya. Nilai Tambah Yang Diciptakan Oleh Sektor Pertambangan Dan Penggalian Di DIY Selama Tahun 2012 Mencapai Rp 379,95 Milyar Dan Hanya Menyumbang Sekitar 0,67 Persen Terhadap Produk Domestik Regional Bruto PDRB. Kendati Sumbangan Terhadap PDRB Sangat Kecil, Sektor Ini Menjadi Tumpuan Hidup Bagi Sebagian Penduduk Terutama Yang Tinggal Di Lereng Gunung Merapi Dan Daerah Yang Menjadi Aliran Materialnya. Hal Ini Terkait Dengan Kualitas Bahan Galian Yang Dihasilkan Yang Berpotensi Untuk Mendukung Kegiatan Produksi Sektor Lainnya, Seperti Konstruksi Dan Industri Pendukung Konstruksi Seperti Ubin, Bus Beton, Dan Lainnya. Dibandingkan Dengan Tahun 2011, Nilai Tambah Sektor Pertambangan Dan Penggalian Tahun 2012 Mampu Tumbuh Positif Sebesar 1,98 Persen. Namun Demikian, Level Pertumbuhan Tahun 2012 Sedikit Melambat Jika Dibandingkan Dengan Level Pertumbuhan Tahun 2011. LISTRIK Sama Seperti Sektor Pertambangan Dan Penggalian, Sumbangan Nilai Tambah Sektor Listrik, Gas Dan Air Bersih Dalam Struktur PDRB DIY Tidak Terlalu Besar. Sektor Ini Hanya Mencakup Subsektor Listrik Dan Subsektor Air Bersih Karena Tidak Tersedianya Produsen Gas Di Wilayah DIY. Pada Tahun 2012, Nilai Tambah Yang Dihasilkan Oleh Sektor Ini Mencapai Rp 727,71 Milyar Dengan Rincian Subsektor Listrik Sebesar Rp 690,78 Milyar Dan Sub Sektor Air Bersih Rp 36,94 Milyar. Dari Sisi Kontribusi, Sektor Listrik Dan Air Hanya Memiliki Andil Sebesar 1,27 Persen Terhadap PDRB DIY Yang Terdiri Dari 1,21 Persen Sub Sektor Listrik Dan 0,06 Persen Sub Sektor Air Bersih. Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya, Nilai Tambah Subsektor Listrik Selama Tahun 2012 Mampu Tumbuh Sebesar 6,91 Persen Dan Nilai Tambah Subsektor Air Bersih Mampu Tumbuh 10,30 Persen. Tabel 10.1. Nilai Tambah Sektor Pertambangan Dan Energi, Sumbangan Terhadap PDRB DIY, 2012 Sektor/ Sub-Sektor Nilai Tambah Rp Milyar Sumbangan Terhadap PDRB Pertum Buhan Pertambangan Dan Penggalian 379,95 0,67 1,98 Listrik 690,78 1,21 6,91 Air Bersih 36,94 0,06 10,30 Sumber BPS DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 44 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 PT PLN Divisi Regional DIY Tidak Memproduksi Listrik Sendiri, Melainkan Mendistribusikan Listrik Yang Dibangkitkan Di Provinsi Lain Terutama Jawa Tengah. Setiap Tahun, Volume Daya Yang Didistribusikan Semakin Meningkat Seiring Dengan Pertumbuhan Jumlah Penduduk Atau Rumah Tangga Maupun Perkembangan Kegiatan Ekonomi Yang Membutuhkan Listrik Sebagai Sumber Energinya. Pada Tahun 2012, Volume Listrik Yang Terjual Di DIY Tercatat Sebanyak 2.043,75 Juta Kwh Atau Meningkat 9,31 Persen Dibandingkan Dengan Volume Listrik Yang Terjual Pada Tahun 2011 Yang Mencapai 1.869,77 Juta Kwh. Perkembangan Jumlah Energi Listrik Yang Terpasang Kwh Selama Tahun 1994- 2012 Juga Memiliki Pola Semakin Meningkat Seiring Dengan Peningkatan Jumlah Pelanggan. Jumlah Listrik Terpasang Kwh Maupun Jumlah Pelanggan Sempat Mengalami Penurunan Di Tahun 2006 Akibat Terganggunya Jaringan Listrik Sebagai Dampak Bencana Gempa Bumi Pada Bulan Mei 2006, Namun Dalam Lima Tahun Terakhir Polanya Terus Meningkat. Pola Perkembangan Daya Listrik Yang Terjual Hampir Sama Dengan Daya Listrik Yang Terjual, Namun Dari Sisi Kuantitas Daya Jauh Lebih Besar. Pelanggan Pengguna Layanan Listrik Dikategorikan Menjadi Beberapa Jenis, Yakni Rumah Tangga, Usaha, Industri Dan Umum Pemerintah, Kegiatan Sosial, Rumah Sakit, Lembaga Pendidikan, Tempat Ibadah Dan Lainnya. Sampai Dengan Tahun 2012, Rumah Tangga Menjadi Pelanggan Listrik Terbesar Di DIY Dengan Porsi Mencapai 92,51 Persen. Meskipun Mendominasi Dari Sisi Jumlah Pelanggan, Jumlah Daya Energi Listrik Yang Dikonsumsi Oleh Rumah Tangga Hanya Sebesar 55,97 Persen Dari Total Daya Listrik Yang Terjual. Konsumen/Pelanggan Terbanyak Kedua Adalah Kegiatan Usaha Yang Mencakup Perdagangan, Hotel, Restoran, Perkantoran Dan Lainnya Dengan Proporsi Sebesar 4,26 Persen. Total Daya Listrik Yang Dikonsumsi Kegiatan Usaha Selama Tahun 2012 Mencapai 21,63 Persen Dan Dalam Beberapa Tahun Terakhir Proporsinya Semakin Meningkat. Pelanggan Dari Kelompok Umum Mencapai 3,18 Persen Dengan Total Konsumsi Mencapai 12,14 Persen. Jumlah Pelanggan Dari Kelompok Industri Relatif Kecil Hanya 0,06 Persen, Tetapi Kelompok Ini Mengkonsumsi Daya Listrik Sebesar 10,27 Persen Dari Total Daya Listrik Yang Terjual Di Wilayah DIY. Grafik 10.1. Jumlah Pelanggan 000 Unit, Daya Listrik Terjual Juta Kwh Dan Daya Listrik Terpasang Juta Kwh Di DIY, 1994-2012 Sumber PT PLN Regional DIY Gambar 10.2. Jaringan Listrik Sumber Evan Chandra Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 45 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 AIR BERSIH Kebutuhan Pokok Penduduk Mencakup Tersedianya Air Bersih, Baik Untuk Konsumsi Maupun Keperluan Sehari-Hari. Permasalahannya Adalah Tidak Semua Penduduk Mampu Menyediakan Dan Memenuhi Kebutuhan Air Sendiri Dengan Berbagai Pertimbangan Dan Alasan, Sehingga Membutuhkan Peran Pemerintah Maupun Swasta Untuk Memproduksinya. Dari Enam Unit Perusahaan Air Bersih Yang Beroperasi Di DIY, Lima Diantaranya Berstatus Sebagai Badan Usaha Milik Daerah BUMD Atau Sebagian Besar Dari Sahamnya Dimiliki Oleh Pemerintah Daerah Dan Hanya Satu Yang Berstatus Perusahaan Swasta. Potensi Kapasitas Produksi Air Bersih Di DIY Pada Tahun 2011 Tercatat 4.5060 Liter/Detik, Namun Baru Efektif Digunakan 43,43 Persen 1,957 Liter/Detik. Pada Tahun 2012, Kapasitas Produksi Potensialnya Meningkat Sebesar 1,55 Persen Menjadi 4.576 Liter/Detik. Namun, Peningkatan Kapasitas Potensialnya Tidak Diikuti Oleh Peningkatan Kapasitas Produksi Efektifnya Yang Baru Mencapai 2.035 Liter/Detik Sehingga Efektifitasnya Penggunaanya Hanya Mencapai 44,47 Persen. Sumber Air Bersih Yang Selama Ini Diolah Berasal Dari Sungai, Waduk, Mata Air, Serta Air Tanah Dan Lainnya Air Hujan, Dan Sebagainya. Grafik 10.3.Sumber Air Bersih Yang Diolah, 2012 Sumber Daerah Dalam Angka 2013, BPS DIY Grafik 10.2. Distribusi Pelanggan Dan Konsumsi Listrik Di DIY, 2012 Persen Sumber Diolah Dari Data PLN Regional DIY, 2010 Tahukah Anda Rasio Elektrifikasi Yang Dihitung Dari Persentase Rumah Tangga Yang Berlangganan Listrik Terhadap Total Seluruh Rumah Tangga DIY Baru Mencapai 80 Persen. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 46 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Dari Keempat Sumber Air Minum Tersebut, Sebanyak 56,35 Persen Atau Sebesar 21.071 Ribu M3 Diantaranya Berasal Dari Air Tanah Dan Lainnya. Sumber Dari Mata Air Dan Sungai Masing-Masing Mencapai 9.478 Ribu M3 Atau 25,35 Persen Dan 6.981 Ribu M3 Atau 16,80 Persen. Sementara, Air Yang Diolah Dari Sumber Waduk Mencapai 563 Ribu M3 Atau Sebesar 1,51 Persen. Dibandingkan Dengan Tahun 2011, Jumlah Air Yang Disalurkan Selama Tahun 2012 Turun Sebesar 6 Persen Dari 39.778 Ribu M3 Menjadi 37.393 Ribu M3. Berdasarkan Data Dari Perusahaan Air Minum, Volume Air Bersih Yang Terbesar Selama Tahun 2012 Disalurkan Ke Konsumen Rumah Tangga Dengan Jumlah Mencapai 20.841 Ribu M3 Atau 51,98 Persen Dari Total Volume Air Yang Disalurkan. Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya Konsumsi Air Bersih Oleh Rumah Tangga Meningkat Sebesar 6,35 Persen. Instansi Pemerintah Mengkonsumsi Air Bersih Dengan Volume Mencapai 1.043 Ribu M3 Atau 2,60 Persen. Kelompok Niaga Dan Industri Serta Institusi Sosial Mengkonsumsi Air Bersih Dengan Porsi Masing-Masing Sebesar 1,77 Persen Dan 2,23 Persen. Jika Dibandingkan Dengan Tahun-Tahun Sebelumnya, Konsumsi Kelompok Niaga Dan Jasa Cenderung Menurun Tetapi Kelompok Institusi Sosial Justru Meningkat Dari Tahun Ke Tahun. Hal Yang Perlu Mendapat Perhatian Serius Dalam Persoalan Distribusi Air Bersih Adalah Berkurangnya Volume Air Bersih Susut Akibat Kualitas Infrastruktur Penyaluran Air Yang Semakin Memburuk Karena Faktor Rusak Maupun Pemakaian Illegal. Setiap Tahun Proporsi Volume Air Bersih Yang Susut Berada Di Atas 40 Persen Dan Terdapat Kecenderungan Yang Terus Meningkat Dari Tahun Ke Tahun. Nilai Produksi Atau Pendapatan Yang Dihasilkan Oleh Perusahaan Air Bersih Dari Tahun Ke Tahun Terus Meningkat. Pada Tahun 2011, Besarnya Nilai Produksi Air Bersih Yang Tersalurkan Mencapai 80,57 Milyar Rupiah Dan Meningkat Sebesar 3,61 Persen Menjadi 83,48 Milyar Rupiah Di Tahun 2012. Dari Total Omset Yang Diperoleh Selama Tahun 2012, 84,21 Persennya Berasal Dari Konsumen Rumah Tangga Sebagai Pengguna Terbesar. Sementara, Nilai Volume Air Bersih Dari Pengguna Niaga Dan Industri Serta Jasa Cenderung Menurun. Tabel 10.2. Distribusi Air Bersih Di DIY Menurut Jenis Pengguna, 2010-2012 000 M3 Pengguna 2010 2011 2012 Jumlah Jumlah Jumlah Rumah Tangga 19.548 49,93 19.597 49,93 20.841 51,98 Instansi Pemerintah 1.040 2,66 1.080 2,66 1.043 2,60 Niaga Dan Industri 837 2,14 691 2,14 708 1,77 Sosial 720 1,84 720 1,84 894 2,23 Lainnya 321 0,82 302 0,82 185 0,46 Susut 16.683 42,61 17.388 42,61 13.722 40,96 Jumlah 39.149 100 39.778 100 37.393 100 Sumber DDA DIY 2012, BPS DIY Tahukah Anda Masih Besarnya Proporsi Air Bersih Yang Susut/Hilang Dan Cenderung Meningkat Dari Tahun Ke Tahun Menyebabkan Kinerja Perusahaan Air Bersih Menjadi Semakin Tidak Efisien. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 47 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Sektor Industri Pengolahan Selama Tahun 2012 Memberikan Sumbangan Nilai Tambah Sebesar 13,35 Persen Terhadap Perekonomian DIY. Struktur Usaha Industri Manufacture Di DIY Berdasarkan Hasil Sensus Ekonomi 2006 Didominasi Oleh Industri Berskala Mikro 90,62 Dan Industri Kecil 8,49 . Sementara, Populasi Usaha Yang Berskala Menengah Dan Besar Hanya Mencapai 0,89 Persen. INDUSTRI BESAR DAN SEDANG Berdasarkan Hasil Survei Industri Besar Sedang IBS Yang Dilakukan Secara Berkala Oleh BPS DIY, Jumlah Perusahaan IBS Yang Beroperesi Di DIY Selama Tahun 2010 Sebanyak 400 Perusahaan Atau Turun 3 Perusahaan Dibandingkan Dengan Tahun 2009. Komposisi Jumlah Perusahaan IBS Berdasarkan Golongan Usahanya Menunjukkan Bahwa Industri Furnitur Memiliki Populasi Yang Terbesar Dengan Jumlah 72 Perusahaan Atau 18 Persen. Populasi Terbesar Selanjutnya Secara Berturut-Turut Adalah Golongan Industri Kayu, Barang Dari Kayu Dan Anyaman 61 Unit Barang Galian Bukan Logam 52 Unit Makanan Dan Minuman 42 Unit Pakaian Jadi 42 Unit Dan Tekstil 26. Populasi Perusahaan Industri Produksi Dan Pengolahan Batu Bara Serta Industri Computer Dan Elektronik Memiliki Jumlah Terkecil, Masing- Masing Sebanyak 4 Perusahaan. Salah Satu Indikator Yang Dapat Digunakan Untuk Mengklasifikasikan Besar Atau Kecilnya Suatu Perusahaan Adalah Banyaknya Tenaga Kerja. Tenaga Kerja Menjadi Faktor Produksi Terpenting Bagi Kelangsungan Proses Produksi Selain Input Bahan Baku. Semakin Banyak Tenaga Kerja Yang Digunakan Akan Semakin Besar Pula Skala Output Yang Dihasilkan Perusahaan. Berdasarkan Hasil Survei Tahunan IBS Tahun 2010, Jumlah Tenaga Kerja Pada Perusahaan IBS Di DIY Mencapai 52.737 Orang Terdiri Dari 25.636 Pekerja Laki-Laki 48,61 Dan 27.101 Pekerja Perempuan 51,39 . Jika Dibandingkan Dengan Tahun 2009, Jumlah Tenaga Kerja Perusahaan IBS Selama Tahun 2010 Meningkat Sebesar 2,63 Persen, Meskipun Dari Sisi Jumlah Populasi Perusahaan IBS Yang Beroperasi Di DIY Justru Semakin Berkurang. Sementara, Nilai Total Balas Jasa Pekerja IBS Mencapai Rp 649,39 Milyar Dan Meninikat 4,13 Persen Dari Tahun 2009. Tabel 11.1. Jumlah Tenaga Kerja Dan Balas Jasa Tenaga Kerja IBS DIY, 2010 Golongan Industri Tenaga Kerja Balas Jasa 000 Rp Makanan 6.552 140.894.263 Tembakau 4.957 29.821.173 Tekstil 7.139 69.852.833 Pakaian 11.152 142.256.859 Kulit 1.088 12.104.330 Kayu 2.227 19.745.490 Kertas 1.998 33.470.448 Batu Bara 256 4.050.592 Kimia 620 13.001.950 Karet 2.492 26.867.504 Barang Galian 2.902 29.711.437 Barang Logam 557 6.534.221 Komputer, Elektronika 97 541.450 Alat Angkutan 1.892 24.333.922 Furniture 6.526 84.505.847 Daur Ulang 2.282 11.701.329 Jumlah 52.737 649.393.648 Sumber BPS DIY Grafik 11.1. Distribusi Perusahaan Industri Besar Dan Sedang Di DIY, 2010 Sumber BPS DIY Ht Tp //Y Og Y Ka Rta .B Ps .G O. Id 48 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Jumlah Tenaga Kerja Terbanyak Terdapat Pada Industri Pakaian Jadi Dengan Jumlah 11.152 Orang. Nilai Total Balas Jasa Pekerja Pada Golongan Industri Ini Mencapai Rp 142,26 Milyar, Sehingga Rata-Rata Satu Orang Pekerja Industri Pakaian Jadi Menerima Balas Jasa Sebesar Rp 12,76 Juta Per Tahun. Golongan Industri Yang Menyerap Tenaga Kerja Terbesar Berikutnya Adalah Industri Tekstil, Industri Makanan Dan Industri Furniture. Nilai Upah Atau Balas Jasa Per Pekerja Yang Pada Perusahaan IBS Mencapai Rp 12,31 Juta Per Tahun. Angka Ini Meningkat Sebesar 1,44 Persen Dibandingkan Dengan Tahun 2009 Yang Mencapai Rp 12,14 Juta Per Tahun. Golongan Industri Yang Memiliki Nilai Balas Jasa Per Pekerja Tertinggi Adalah Industri Makanan Dan Minuman Jadi Serta Industri Kimia Dan Bahan Kimia Dengan Nilai Masing- Masing Sebesar Rp 21,50 Juta Dan 20,97 Juta Per Tahun. Struktur Input Produksi Perusahaan IBS Terdiri Dari Biaya Untuk Bahan Baku Dan Bahan Penolong Baik Berasal Dari Domestik Maupun Impor, Biaya Untuk Bahan Bakar Pelumas, Biaya Untuk Sewa Gedung, Mesin, Dan Alat-Alat, Dan Biaya Untuk Lainnya. Sementara, Nilai Output Perusahaan IBS Terdiri Dari Nilai Barang Yang Dihasilkan, Tenaga Listrik Yang Dijual, Pendapatan Dari Jasa, Selisih Nilai Stock Barang Setengah Jadi, Dan Penerimaan Lainnya Selama Tahun 2010, Total Nilai Input Produksi Atau Nilai Biaya Antara Perusahaan IBS Di DIY Mencapai Rp 3.729,90 Milyar. Nilai Output Selama Periode Yang Sama Mencapai Rp 6.365,59 Milyar, Sehingga Rasio Nilai Input Terhadap Nilai Total Output Rasio Biaya Antara Mencapai 0,59. Rasio Biaya Antara Menunjukkan Seberapa Besar Kebutuhan Input Antara Dalam Suatu Proses Produksi Untuk Menghasilkan Satu Unit Output. Semakin Tinggi Nilai Rasio Biaya Antara Maka Semakin Tidak Efisien Produk Tersebut Diproduksi Dan Sebaliknya Semakin Rendah Rasionya Maka Proses Produksi Semakin Efisien. Dibandingkan Dengan Tahun 2009 0,65, Maka Rasio Biaya Antara Tahun 2010 Sedikit Mengalami Penurunan Sehingga Proses Produksi IBS Semakin Efisien. Industri Makanan Dan Minuman Menjadi Golongan Industri Yang Memiliki Nilai Input Dan Output Yang Terbesar, Sementara Industri Komputer Dan Elekronika Memiliki Nilai Input Dan Output Produksi Yang Terendah. Selama Tahun 2010, Nilai Input Yang Digunakan Industri Makanan Dan Minuman Mencapai Rp 1.261,59 Milyar Dan Mampu Menghasilkan Output Sebesar Rp 2139,34 Milyar, Sehingga Nilai Rasio Biaya Antaranya Sebesar 0,59. Output Terbesar Selanjutnya Dihasilkan Oleh Perusahaan Pada Industri Pakaian Jadi Dengan Nilai Output Mencapai Rp 1.297,15 Milyar, Sementara Nilai Input Yang Digunakan Sebesar Rp 771,24 Milyar Sehingga Nilai Rasio Biaya Antaranya Mencapai 0,59. Tabel 11.2. Nilai Input, Output Dan Nilai Tambah Bruto Perusahaan IBS Di DIY Menurut Golongan Industri, 2010 Milyar Rupiah Golongan 2009 Rasio Input Thd Output Input Output Nilai Tambah Makanan 1.261,59 2.139,34 877,75 0,59 Tembakau 92,23 210,00 117,77 0,44 Tekstil 408,91 631,65 222,74 0,65 Pakaian 771,24 1.297,15 525,91 0,59 Kulit 89,50 119,79 30,29 0,75 Kayu 42,86 81,66 38,80 0,52 Kertas 77,65 199,61 121,96 0,39 Batu Bara 19,93 27,86 7,93 0,72 Kimia 41,35 64,88 23,53 0,64 Karet 221,15 315,44 94,29 0,70 Barang Galian 183,60 295,81 112,21 0,62 Barang Logam 37,56 55,30 17,74 0,68 Komputer, Elektronika 1,70 2,81 1,11 0,60 Alat Angkutan 225,41 413,12 187,71 0,55 Furniture 216,38 424,07 207,69 0,51 Daur Ulang 38,83 87,09 48,26 0,45 Jumlah 3.729,90 6.365,59 2.635,69 0,59 Sumber BPS DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 49 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Penggunaan Input Pada Industri Komputer Dan Elektronika Mencapai Rp 1,70 Milyar Dan Mampu Menghasilkan Output Dengan Nilai Rp 2,81 Milyar. Nilai Rasio Biaya Antara Yang Tertinggi Terdapat Pada Golongan Industri Pengolahan Dan Produksi Batu Bara, Sementara Nilai Yang Terendah Terdapat Pada Golongan Industri Pengolahan Kertas. Perkembangan Beberapa Indikator Perusahaan IBS Di DIY Selama Tahun 2006-2010 Disajikan Dalam Tabel 11.3. Secara Umum Rata-Rata Jumlah Pekerja Per Perusahaan IBS Semakin Meningkat Dengan Angka Mencapai 132 Orang Pekerja Per Perusahaan Di Tahun 2010. Demikian Pula Dengan Indikator Rata-Rata Upah Dan Produktivitas Pekerja, Keduanya Meningkat Hingga Level Rp12,31 Juta Per Pekerja Dan Rp 120,70 Juta Per Pekerja Di Tahun 2010. Rasio Biaya Antara Industri Besar Dan Sedang DIY Selama Periode 2006-2010 Berada Pada Kisaran 0,58 Sampai 0,67 Dan Selama Tahun 2010 Menurun Hingga 0,59. Hal Ini Mengindikasikan Perusahaan IBS Semakin Efisien Dalam Proses Produksi. Nilai Tambah Bruto Merupakan Selisih Antara Nilai Output Yang Dihasilkan Dengan Biaya Antara. Semakin Besar Rasio Biaya Antara Akan Semakin Sedikit Nilai Tambah Yang Dihasilkan. Berdasarkan Tabel 11.3 Tampak Bahwa Penurunan Rasio Biaya Antara Selama Tahun 2010 Memicu Peningkatan Nilai Tambah Yang Cukup Signifikan. Nilai Tambah Bruto Atas Dasar Harga Pasar 2006-2010 Menunjukkan Pola Yang Semakin Meningkat Dari Rp 1,47 Triliun Menjadi Rp 2,64 Triliun. Berdasarkan Golongannya, Industri Makanan Dan Minuman, Industri Pakaian Jadi Dan Industri Tekstil Merupakan Penyumbang Terbesar Terhadap Total Nilai Output Yang Dihasilkan Oleh Perusahaan IBS Di DIY Selama Tahun 2008-2010. Pada Tahun 2010, Ketiganya Memiliki Sumbangan Sebesar 33,61 Persen, 20,38 Persen Dan 9,92 Persen Terhadap Total Nilai Output Perusahaan IBS. Hal Ini Juga Searah Dengan Sumbangan Perusahaan Pada Ketiga Golongan Industri Terhadap Total Nilai Tambah Bruto Yang Masing-Masing Mencapai 33,30 Persen, 19,95 Persen Dan 8,45 Persen. Tabel 11.3. Rata-Rata Jumlah Pekerja, Upah, Produktivitas, Rasio Biaya Antara Dan Nilai Tambah Bruto Perusahaan IBS Di DIY, 2006-2010 Tahun Rata- Rata Pekerja Orang Rata- Rata Upah Pekerja Juta Produk Tivitas Pekerja Juta Rasio Input Terhadap Output NTB Triliun 2006 108 9,34 60,10 0,58 1,47 2007 120 10,47 29,27 0,67 1,59 2008 128 11,56 87,33 0,66 1,86 2009 127 12,14 109,67 0,65 1,97 2010 132 12,31 120,70 0,59 2,64 Sumber BPS DIY Tabel 11.4. Distribusi Output Dan Nilai Tambah Bruto Industri Besar Sedang DIY, 2008-2010 Persen Golongan 2008 2009 2010 Out NTB Out NTB Out NTB Makanan 26,24 11,76 32,38 13,72 33,61 33,30 Tembakau 2,35 3,95 3,45 7,33 3,30 4,47 Tekstil 8,67 6,56 11,95 16,41 9,92 8,45 Pakaian 19,62 31,31 17,85 24,98 20,38 19,95 Kulit 6,17 6,95 3,06 2,31 1,88 1,15 Kayu 1,20 1,71 1,20 1,68 1,28 1,47 Kertas 4,12 5,60 3,63 4,06 3,14 4,63 Batu Bara 1,21 1,38 0,87 0,59 0,44 0,30 Kimia 1,86 1,76 1,63 1,68 1,02 0,89 Karet 5,47 5,10 6,01 5,56 4,96 3,58 Barang Galian 2,66 2,65 2,91 3,03 4,65 4,26 Barang Logam 8,84 4,99 4,06 4,58 0,87 0,67 Elektronika 3,06 5,51 2,83 4,23 0,04 0,04 Alat Angkutan 0,16 0,15 0,17 0,17 6,49 7,12 Furniture 8,22 10,58 7,74 9,57 6,66 7,88 Daur Ulang 0,14 0,06 0,26 0,12 1,37 1,83 Jumlah 100 100 100 100 100 100 Sumber BPS DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 50 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Status Permodalan Perusahaan Industri Bisa Berasal Dari Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN, Penanaman Modal Asing PMA, Dan Non Fasilitas. Mayoritas Perusahaan IBS Yang Beroperasi Di DIY Selama Tahun 2010 Masih Berstatus Non Fasilitas, Jumlahnya Sebanyak 338 Perusahaan Atau 84,50 Persen. Proporsi Perusahan Yang Berstatus Modal PMDN Dan PMA Masing-Masing Sebanyak 6,75 Persen Dan 8,75 Persen. Hal Yang Patut Diperhatikan Adalah Kebijakan Untuk Merangsang Masuknya Investastor Asing Di Satu Sisi Dapat Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Namun Di Sisi Lain Membawa Pengaruh Terhadap Persoalan Distribusi Pendapatan, Kesejahteraan Masyarakat Dan Kualitas Lingkungan. INDUSTRI MIKRO DAN KECIL Selain Industri Yang Berskala Besar Dan Sedang, Struktur Industri Di DIY Juga Sangat Didominasi Oleh Industri Yang Berskala Kecil Dan Mikro Rumah Tangga. Jumlah Industri Mikro Dan Kecil Berlisensi Yang Tercatat Oleh Dinas Perindustrian Dan Perdagangan DIY Selama Tahun 2011 Sebanyak 80.047 Unit Usaha Dan Mampu Menyerap Sebanyak 292.625 Orang Tenaga Kerja. Total Nilai Yang Diinvestasikan Mencapai Rp 1,63 Triliun Dengan Total Nilai Produksi Mencapai Rp 3,05 Triliun. Berdasarkan Lokasinya, Jumlah Populasi Industri Kecil Berlisensi Terbanyak Terdapat Di Kabupaten Gunungkidul Dan Kulonprogo Dengan Jumlah Masing-Masing Sebanyak 21.104 Unit Usaha Dan 20.151 Unit Usaha. Dari Sisi Jumlah Tenaga Kerja Yang Terserap, Industri Yang Berlokasi Di Kabupaten Bantul Mampu Menyerap Tenaga Kerja Terbesar Dengan Jumlah 83.799 Orang. Nilai Yang Diinvestasikan Mencapai Rp 1,6 Triliun Dan 51,44 Persennya Diinvestasikan Di Kabupaten Sleman Serta 29,6 Persen Diinvestasikan Di Kabupaten Bantul. Hal Tersebut Berdampak Pada Sisi Produksi. Dari Total Nilai Produksi Sebesar Rp 3,05 Triliun, Sekitar 44,63 Persennya Dihasilkan Oleh Industri Di Kabupaten Sleman Dan 26,19 Persen Dihasilkan Di Kabupaten Bantul. Meskipun Dari Sisi Populasi Sebagian Besar Usaha Tersebar Di Kabupaten Gunungkidul Dan Kulonprogo, Namun Produktivitas Pekerja Yang Tertinggi Dimiliki Oleh Pekerja Di Kabupaten Sleman. Grafik 11.2. Distribusi Perusahaan Industri Besar Dan Sedang Di DIY Menurut Status Permodalan, 2010 Sumber BPS DIY Tahukah Anda Industri Makanan Dan Minuman Jadi, Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Pakaian Jadi Menjadi Penyumbang Terbesar Terhadap Output Dan Nilai Tambah Sektor Industri Di DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 51 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Berdasarkan Jenis Kelompok Industrinya, Populasi Industri Pangan Menjadi Yang Terbesar Dengan Jumlah Usaha Sebanyak 36.446 Unit Dan Diikuti Oleh Kelompok Kerajinan Dengan Jumlah Usaha Sebanyak 21.959 Unit. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Kedua Kelompok Industri Juga Menjadi Yang Terbesar. Sementara, Jika Dilihat Dari Besarnya Nilai Output Yang Dihasilkan, Industri Kimia Dan Bahan Bangunan Mampu Menghasilkan Output Yang Terbesar Dengan Nilai Mencapai Rp 1,03 Triliun Atau Sekitar 30 Persen Dari Total Output Yang Dihasilkan. Tabel 11.5. Jumlah Perusahaan, Tenaga Kerja, Nilai Investasi Dan Produksi Industri Kecil Berlisensi Di DIY Menurut Wilayah, 2011 Kabupaten/ Kota Perusa Haan TK Orang Nilai Investasi Milyar Nilai Produksi Milyar Kulonprogo 21.104 58.932 59 338 Bantul 18.555 83.799 474 800 Gunungkidul 20.151 70.899 166 176 Sleman 16.243 60.266 824 1.363 Yogyakarta 3.994 21.560 79 377 DIY 80.047 292.625 1.603 3.053 Sumber Dinas Perindusterian Dan Perdagangan DIY Tabel 11.6. Jumlah Perusahaan, Tenaga Kerja, Nilai Investasi Dan Produksi Industri Kecil Berlisensi Di DIY Menurut Kelompok, 2011 Kelompok Industri Per- Usahaan TK Orang Nilai Investasi Milyar Nilai Produksi Milyar Pengolahan Pangan 36.446 119.418 867 947 Sandang Dan Kulit 4.776 23.597 218 472 Kimiabahan Bangunan 12.357 66.779 350 1.030 Kerajinanumum 21.959 70.682 119 471 Logamelektronika 4.509 12.149 48 134 Jumlah 80.047 292.625 1.603 3.053 Sumber Dinas Perindusterian Dan Perdagangan DIY Gambar 11.1. Kegiatan Industri Tahu Dan Tempe Di Bantul Tahukah Anda Berdasarkan Hasil Sensus Ekonomi 2006, Industri Kecil Dan Rumah Tangga DIY Mampu Menyerap 76 Persen Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Ht Tp //Y Og Ya Ka Rt .B Ps .G O. Id 52 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Sektor Konstruksi Mencakup Kegiatan Usaha Di Bidang Konstruksi Yang Berupa Pekerjaan Baru/ Pembangunan, Perbaikan, Penambahan Dan Perubahan. Kegiatan Konstruksi Terdiri Dari Konstruksi Umum Dan Konstruksi Khusus Pekerjaan Bangunan Gedung Serta Bangunan Sipil. Kegiatan Konstruksi Umum Berupa Konstruksi Bangunan Tempat Tinggal, Bangunan Kantor, Pertokoan, Dan Bangunan Lainnya. Konstruksi Bangunan Sipil Mencakup Jalan Kendaraan Bermotor, Jalan Raya, Jembatan, Terowongan, Rel Kereta Api, Lapangan Udara, Pelabuhan Dan Bangunan Air Lainnya, Sistem Irigasi, Sistem Limbah, Fasilitas Industri, Jaringan Pipa Dan Jaringan Listrik, Fasilistas Olahraga, Dan Lain-Lain. Kegiatan Konstruksi Khusus Mencakup Penyiapan Lahan, Instalasi Gedung Dan Penyelesaian Gedung Dan Lain-Lain. Pekerjaan Konstruksi Dapat Dilakukan Atas Nama Sendiri Atau Atas Dasar Balas Jasa/Kontrak. Kegiatan Konstruksi Di Wilayah DIY Mengalami Perkembangan Positif Dan Memberikan Andil Yang Cukup Signifikan Dalam Perekonomian. Besarnya Sumbangan Sektor Konstruksi Terhadap PDRB DIY Tahun 2012 Mencapai 10,85 Persen Dan Menunjukkan Kecenderungan Yang Semakin Meningkat Dalam Beberapa Tahun Terakhir. Selama Kurun Waktu 2006-2012, Jumlah Nilai Tambah Yang Dihasilkan Oleh Sektor Konstruksi Di DIY Mengalami Pertumbuhan Rata-Rata Sebesar 6,61 Persen Per Tahun. Jumlah Perusahaan Konstruksi Yang Beroperasi Di DIY Pada Tahun 2012 Tercatat Sebanyak 981 Perusahaan. Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya Yang Sebanyak 1.128 Unit, Jumlah Perusahaan Yang Beroperasi Tahun 2012 Sedikit Mengalami Penurunan. Peningkatan Ataupun Penurunan Jumlah Perusahaan Tidak Selalu Berpengaruh Terhadap Peningkatan Volume Kegiatan Konstruksi Di Wilayah DIY. Hal Ini Disebabkan Tidak Adanya Ketentuan Bahwa Kegiatan Konstruksi Tertentu Di Wilayah Kajian Harus Dilakukan Oleh Perusahaan Konstruksi Setempat, Sehingga Banyak Terjadi Bahwa Perusahaan Konstruksi Yang Berdomisili Di Wilayah DIY Mendapat Order Proyek Di Luar DIY Dan Sebaliknya. Nilai Pekerjaan Konstruksi Yang Diselesaikan Oleh Perusahaan Konstruksi Selama Tahun 2011 Mencapai Rp 4.520 Milyar. Pola Perkembangan Jumlah Perusahaan Dan Tenaga Kerja Selama Periode 2004-2011 Cukup Berfluktuasi Tabel 12.1. PDRB Sektor Konstruksi Dihitung Berdasarkan Nilai Bangunan Yang Dibangun Di Wilayah Yang Bersangkutan Dan Tidak Tergantung Di Mana Posisi Perusahaan Konstruksinya. Hal Ini Bisa Memberi Implikasi Pada Perbedaan Nilai Tambah Yang Dicatat, Karena Adanya Pembangunan Di Wilayah Tersebut Dapat Berbeda Dengan Nilai Konstruksi Yang Dibangun Oleh Perusahaan Setempat. Tabel 12.1. Jumlah Perusahaan, Tenaga Kerja, Nilai Konstruksi Di DIY, 2004-2011 Tahun Jumlah Perusahaan Unit Jumlah TK Tetap Orang Nilai Konstruksi Rp Milyar 2004 1.239 5.127 888 2005 1.155 4.780 1.184 2006 1.081 3.335 1.082 2007 1.048 3.419 1.236 2008 1.183 3.738 1.122 2009 1.234 3.312 3.378 2010 1.128 4.061 2011 981 9.327 4.520 Sumber Statistik Indonesia 2005-2010, BPS Catatan Data Belum Tersedia Gambar 12.1. Kegiatan Konstruksi Di DIY Sumber Evan Chandra Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 53 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Berdasarkan Data Susenas Dapat Diperoleh Distribusi Persentase Rumah Tangga Menurut Status Penggunaan Bangunan Tempat Tinggal. Pada Tahun 2012, Rumah Tangga Yang Menempati Tempat Tinggal Milik Sendiri Sebanyak 76,62 Persen. Porsi Ini Menjadi Yang Terbesar Dibandingkan Dengan Status Yang Lainnya. Berikutnya Secara Berturut-Turut Adalah Adalah Rumah Tangga Yang Menempati Tempat Tinggal Secara Kontrak, Sewa Dan Tinggal Di Rumah Orang Tua Dengan Proporsi Sebesar 7,07 Persen 6,94 Persen Dan 7,88 Persen. Rumah Tangga Yang Menempati Tempat Tinggal Dengan Status Penggunaan Rumah Dinas, Bebas Sewa Dan Lainnya Jumlahnya Paling Sedikit Yakni 1,49 Persen. Meskipun Sama-Sama Didominasi Oleh Rumah Tangga Yang Menguasai Rumah Milik Sendiri, Namun Persentase Rumah Tangga Yang Tinggal Di Perdesaan Jauh Lebih Besar Dibandingkan Dengan Daerah Perkotaan. Di Daerah Perdesaan Rumah Tangga Yang Menempati Rumah Sendiri Proporsinya Sebesar 94,79 Persen, Sementara Di Daerah Perkotaan Hanya 65,05 Persen. Status Penggunaan Tempat Tinggal Di Perkotaan Cenderung Lebih Bervariasi. Rumah Tangga Yang Mengontrak Tempat Tinggal Sebanyak 11,63 Persen Dan Yang Menyewa Tempat Tinggal Sebanyak 13,04 Persen. Status Penguasaan Tempat Tinggal Di Wilayah-Wilayah Yang Menjadi Pusat Pendidikan Pada Umumnya Dipadati Oleh Mahasiswa Yang Statusnya Kontrak/Sewa Dan Variasinya Juga Lebih Banyak. Di Samping Itu, Sebagian Penduduk Adalah Pelaku Urbanisasi Yang Datang Ke Kota Untuk Berusaha Atau Mengadu Nasib. Pada Umumnya Mereka Menyewa Tempat Tinggal Sesuai Kemampuannya. Sebagai Contoh, Banyak Terdapat Penduduk Kabupaten Gunungkidul Yang Berdomisili Di Kota Yogyakarta Dengan Mengkontrak Rumah Bersama-Sama Untuk Mencari Nafkah, Seperti Berjualan Bakso, Rujak, Dan Sebagainya. Pada Hari-Hari Libur Sebagian Di Antara Mereka Mengisi Liburan Dengan Pulang Ke Daerah Asal. Tabel 12.2. Persentase Rumah Tangga Menurut Status Tempat Tinggal, 2008-2012 Penguasaan Tempat Tinggal 2008 2009 2010 2011 2012 Milik Sendiri 74,17 78,93 74,50 76,51 76,62 Kontrak 8,83 7,14 7,99 7,36 7,07 Sewa 6,87 6,32 8,96 6,62 6,94 Milik Orang Tua 7,66 4,88 5,79 7,14 7,88 Lainnya 2,47 2,73 2,76 2,37 1,49 Jumlah 100 100 100 100 100 Sumber Susenas 2008-2012, BPS Grafik 12.2. Persentase Rumah Tangga Menurut Status Tempat Tinggal Dan Kabupaten/Kota, 2012 Sumber Susenas 2011, BPS Tahukah Anda Status Penguasaan Tempat Tinggal Di Daerah Perkotaan Maupun Perdesaan Didominasi Oleh Tempat Tinggal Milik Sendiri, Namun Di Daerah Perkotaan Cenderung Lebih Bervariasi. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rt .B Ps .G O. Id 54 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Visi Pembangunan Yang Tertuang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah RPJPD Adalah Menjadikan DIY Sebagai Pusat Pendidikan, Budaya Dan Daerah Tujuan Wisata Terkemuka Di Asia Tenggara Dalam Lingkungan Masyarakat Yang Maju, Mandiri Dan Sejahtera. Untuk Mewujudkan Visi Tersebut Maka Strategi Kebijakan Yang Ditempuh Pemerintah DIY Diarahkan Dan Diprioritaskan Menuju Sembilan Bidang Strategis Dan Bidang Pariwisata Menjadi Prioritas Kedua Setelah Bidang Pendidikan. Visi Pembangunan Pariwisata DIY 2012-2025 Adalah Terwujudnya Yogyakarta Sebagai Destinasi Wisata Berkelas Dunia, Memiliki Keunggulan Saing Dan Banding, Berwawasan Budaya, Berkelanjutan, Mampu Mendorong Pembangunan Daerah Dan Berbasis Kerakyatan Sebagai Pilar Utama Perekonomian. Hal Yang Perlu Dipahami Adalah Pariwisata Merupakan Industri Yang Digerakkan Oleh Permintaan/ Demand Atau Dihidupi Oleh Wisatawan Dan Suplainya Disediakan Dan Ditentukan Oleh Kegiatan Sektoral Terutama Hotel, Akomodasi, Restoran, Transportasi, Komunikasi, Jasa-Jasa Dan Lainnya. Indikator Perkembangan Kepariwisataan Di Suatu Wilayah Dapat Dilihat Dari Jumlah Sarana Dan Prasarana Akomodasi, Jumlah Kunjungan Wisata Baik Domestik Maupun Mancanegara, Tingkat Penghunian Kamar Hotel Maupun Rata-Rata Lama Menginap Tamu Hotel. AKOMODASI Akomodasi Mencakup Kegiatan Penyediaan Hotel Dikategorikan Menjadi Hotel Bintang Dan Non Bintang, Vila, Penginapan, Hostel Dan Lainnya. Jumlah Akomodasi Hotel Bintang Di DIY Selama Tahun 2012 Tercatat Sebanyak 51 Unit Dengan Rincian Di Kabupaten Bantul Dan Gunungkidul Masing-Masing 1 Unit, 20 Unit Di Kabupaten Sleman, Dan 32 Unit Di Kota Yogyakarta. Jika Dibandingkan Dengan Tahun 2011, Jumlah Hotel Bintang Meningkat Sebanyak 13 Unit. Jumlah Kamar Yang Tersedia Pada Hotel Bintang Di Tahun 2012 Sebanyak 5.150 Kamar Dengan Kapasitas Tempat Tidur Sebanyak 8.171 Unit. Jumlah Kamar Tersebut Meningkat Cukup Signifikan Dibandingkan Dengan Jumlah Kamar Tahun 2011 3.953 Kamar. Jumlah Akomodasi Hotel Non Bintang Di DIY Di Akhir Tahun 2012 Tercatat Sebanyak 1.100 Hotel Dan Tersebar Di Lima Kabupaten/Kota Dengan Rincian Kulonprogo 26 Unit, Bantul 284 Unit, Gunungkidul 62 Unit, Sleman 374 Unit, Dan Kota Yogyakarta 354 Unit. Jumlah Kamar Tidur Yang Tersedia Di Hotel Non Bintang Tercatat Sebanyak 13.309 Kamar Dengan Kapasitas Tempat Tidur Sebanyak 21.720 Unit. Jika Dibandingkan Dengan Tahun 2011, Jumlah Hotel Non Bintang Dan Kapasitas Tempat Tidurnya Mengalami Peningkatan Yang Sangat Signifikan. Fenomena Peningkatan Jumlah Akomodasi Baik Hotel Bintang Dan Non Bintang Maupun Jumlah Kamar Beserta Kapasitas Tempat Tidur Menggambarkan Kunjungan Pariwisata Yang Semakin Semarak Di Wilayah DIY. Tabel 13.1. Jumlah Akomodasi Dan Kamar Menurut Golongan Hotel, 2007-2012 Tahun Bintang Non Bintang Akomo- Dasi Kamar Akomo- Dasi Kamar 2007 38 3.458 1.039 11.307 2008 34 3.297 1.095 12.158 2009 34 3.373 1.092 12.091 2010 36 3.631 1.098 12.519 2011 41 3.953 1.065 12.407 2012 54 5.150 1.100 13.309 Sumber BPS DIY Tahukah Anda Keberadaan Hotel Bintang Terkonsentrasi Di Pusat Kota Dan Sekitarnya, Sementara Hotel Non Bintang Banyak Tersedia Di Kawasan Destinasi Wisata Seperti Kaliurang, Parangtritis Dan Lainnya. Ht Tp //Y Og Ya K Rta .B Ps .G O. Id 55 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN Salah Satu Indikator Yang Menggambarkarkan Bergeliatnya Kegiatan Pariwisata Adalah Jumlah Kunjungan Wisata Baik Wisatawan Domestik Maupun Mancanegara/Asing. Sampai Saat Ini, DIY Dikenal Sebagai Salah Satu Daerah Yang Menjadi Tujuan Wisata Di Indonesia Di Samping Bali, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Dan Lainnya. Hal Ini Tidak Lepas Dari Beragamnya Khasanah Kekayaan Wisata DIY, Baik Wisata Alam Maupun Wisata Budaya, Baik Wisata Yang Sifatnya Massal Maupun Minat Khusus. Jumlah Kunjungan Wisatawan Dapat Diukur Dengan Pendekatan Jumlah Tamu Yang Menginap Di Hotel-Hotel Dalam Wilayah DIY Atau Berdasarkan Catatan Jumlah Pengunjung Dari Setiap Kawasan Tujuan Wisata Dan Event Pariwisata. Kelemahan Pengukuran Kunjungan Wisata Dari Banyaknya Tamu Yang Menginap Di Hotel Adalah Tidak Mampu Mencatat Wisatawan Yang Tidak Menginap Di Hotel/Akomodasi Lainnya Atau Wisatawan Yang Berkunjung Tetapi Menginap Di Hotel Di Luar DIY. Jumlah Kunjungan Wisata Ke DIY Selama Periode 2005-2012 Cukup Berfluktuasi Dan Sangat Dipengaruhi Oleh Kondisi Perekonomian Makro Maupun Faktor Eksternal Seperti Bencana Alam Dan Lainnya. Tercatat Sebanyak Dua Kali Jumlah Kunjungan Wisata Mengalami Penurunan Pada Tahun 2006 Sebagai Dampak Dari Gempa Bumi Dan Tahun 2010 Sebagai Dampak Dari Erupsi Merapi. Secara Umum, Selama Tahun 2012 Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke DIY Mencapai 3,536 Juta, Terdiri Dari 3,398 Juta Wisatawan Domestik Dan 148,5 Ribu Wisatawan Asing. Jumlah Wisatawan Domestik Jauh Lebih Dominan Dengan Porsi Sekitar 95,81 Persen, Proporsi Wisatawan Asing Hanya 4,19 Persen. Perkembangan Kunjungan Wisata Selama Delapan Tahun Terakhir Menunjukkan Bahwa Setiap Tahun Jumlah Kunjungan Rata-Rata Meningkat Sebesar 5,87 Persen. Jumlah Kunjungan Wisatawan Asing Mampu Tumbuh Di Atas 12 Persen Per Tahun, Sementara Wisatawan Domestik Tumbuh 5,6 Persen Per Tahun. Peran Strategis Pemerintah Dalam Mendorong Dan Meningkatkan Arus Kunjungan Wisata Dapat Dilakukan Melalui Strategi Kebijakan Pengembangan Destinasi Wisata Mencakup Daya Tarik, Prasarana Dan Fasilitas, Industri Pendukung, Serta Promosi Kegiatan Wisata. Perkembangan Kunjungan Wisatawan Terutama Domestik Juga Sangat Dipengaruhi Oleh Faktor Musiman. Kunjungan Akan Meningkat Tajam Pada Saat Musim Liburan Sekolah, Libur Panjang Akhir Pekan, Libur Hari Raya Keagamaan Maupun Akhir Tahun. Hal Ini Dapat Dijadikan Sebagai Salah Satu Dasar Bagi Institusti Yang Terkait Dalam Menyusun Dan Menentukan Kalender Kegiatan Wisata Di DIY. Grafik 13.1. Jumlah Wisatawan Domestik Dan Asing Yang Datang Ke DIY, 2005-2012 000 Orang Sumber BPS Tahukah Anda Kunjungan Wisatawan Di DIY Masih Didominasi Oleh Wisatawan Domestik Dan Volumenya Sangat Dipengaruhi Oleh Faktor Musiman Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 56 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Berdasarkan Negara Asalnya, Wisatawan Asing Yang Berkunjung Ke DIY Selama Tahun 2012 Sebagian Besar Berasal Dari Belanda, Malaysia, Perancis, Jepang, Dan Jerman Grafik 13.2. Pangsa Jumlah Wisatawan Dari Negara-Negara Tersebut Secara Berturut-Turut Adalah 16,19 Persen, 10,48 Persen, 9,92 Persen, 9,65 Persen Dan 5,52 Persen. Jumlah Wisatawan Yang Berasal Dari Belanda Dalam Beberapa Tahun Terakhir Selalu Yang Terbanyak. Fenomena Ini Terjadi Karena Adanya Ikatan Historis, Dimana Belanda Pernah Menduduki Indonesia Khususnya Yogyakarta Dalam Kurun Waktu Yang Cukup Lama. Sampai Saat Ini, Di Wilayah DIY Masih Banyak Tempat Dan Benda Peninggalan Yang Memiliki Nilai Historis Dan Masih Tetap Terpelihara. Pangsa Wisatawan Asing Yang Berkunjung Berdasarkan Kawasan Negara Asal Juga Menunjukkan 48,07 Persen Wisatawan Berasal Dari Kawasan Eropa. Urutan Terbesar Selanjutnya Berasal Dari Kawasan Asia Dengan Jumlah 39,45 Persen. Jika Lebih Dirinci, Maka Yang Berasal Dari Negara-Negara ASEAN Mencapai 19,82 Persen Dan Kawasan Asia Lainnya Mencapai 19,63 Persen. Pemetaan Distribusi Negara Dan Kawasan Asal Wisatawan Asing Sangat Penting Bagi Perencanaan Kegiatan Promosi Dan Pemasaran Wisata Di Luar Negeri. Potensi Pasar Yang Dapat Digarap Lebih Serius Melalui Kegiatan Promosi Adalah Kawasan Timur Tengah, Australia Dan Oceania, Serta Asia Timur Jepang, Korea, China, Taiwan, Serta Amerika Latin. Grafik 13.2. Pangsa Wisatawan Asing Yang Berkunjung Ke DIY Menurut Asal Negara Dan Kawasan, 2012 Persen Sumber BPS Gambar 13.1. Potensi Wisata Bahari Di Kabupaten Gunungkidul Pantai Baron Pantai Kukup Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 57 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 RATA-RATA LAMA MENGINAP Kinerja Sektor Pariwisata Juga Dapat Diukur Menggunakan Indikator Rata-Rata Lama Menginap Long Of Stay/LOS Wisatawan Di Hotel. Semakin Tinggi Nilai LOS Secara Rata-Rata Menunjukkan Semakin Lama Wisatawan Tinggal Di Wilayah DIY, Sehingga Akan Semakin Besar Pula Pengeluaran Konsumsinya. Dari Sisi Supply, Semakin Besar Konsumsi Wisatawan Akan Semakin Menggerakkan Pertumbuhan Sektor- Sektor Perekonomian Yang Terkait Terutama Sektor Hotel, Restoran Dan Jasa Lainnya. Kendati Volume Wisatawan Asing Yang Menginap Di Hotel/Akomodasi Lainnya Di DIY Proporsinya Lebih Sedikit Dibanding Wisatawan Domestik, Rata-Rata Lama Menginapnya Justru Lebih Panjang. Selama Tahun 2012, Rata-Rata Lama Menginap Wisatawan Asing Mencapai 2,23 Malam, Sementara Wisatawan Domestik Hanya 1,58 Malam. Secara Umum, Rata-Rata Lama Menginap Wisatawan Asing Justru Semakin Menurun Dari 3,49 Malam Di Tahun 2002 Menjadi 2,23 Malam Di Tahun 2012. Sementara, Perkembangan Rata-Rata Lama Menginap Wisatawan Domestik Dalam Sepuluh Tahun Terakhir Relatif Stabil Pada Kisaran 1,51 Malam Dan Dalam Dua Tahun Terakhir Polanya Semakin Meningkat. Perkembangan Rata-Rata Lama Menginap Selama Tahun 2010-2012 Menurut Bulan Menunjukkan Adanya Pola Musiman, Meskipun Tidak Ada Relasi Yang Sistematis Antara Jumlah Kunjungan Dan Rata-Rata Lama Menginap. Pada Tahun 2012, Rata-Rata Lama Menginap Tertinggi Terjadi Selama Bulan Januari Dan Maret Masing- Masing Sebesar 1,77 Dan 1,78 Bersamaan Dengan Momentum Pergantian Tahun Dan Liburan. Pada Tahun 2011, Rata-Rata Yang Tertinggi Terjadi Selama Bulan Agustus Sebesar 1,87 Malam. Momentum Ini Terjadi Bersamaan Dengan Liburan Hari Raya Idul Fitri. Sementara, Rata-Rata Tertinggi Selama Tahun 2010 Terjadi Selama Bulan November Yang Bersamaan Dengan Momentum Pasca Erupsi Merapi. Berdasarkan Jenis Akomodasinya, Rata-Rata Lama Menginap Pada Hotel Bintang Dalam Beberapa Tahun Terakhir Selalu Lebih Tinggi Dibandingkan Dengan Hotel Non Bintang. Pada Tahun 2012, Rata-Rata Lama Menginap Di Hotel Bintang Mencapai 1,76 Malam Dan Hotel Non Bintang Mencapai 1,55 Malam. Grafik 13.3. Rata-Rata Lama Menginap Wisatawan Di Hotel/Akomodasi DIY, 2002-2012 Malam Sumber BPS DIY Grafik 13.4. Rata-Rata Lama Menginap Wisatawan Di Hotel Menurut Bulan, 2010-2012 Malam Sumber BPS DIY Tahukah Anda Rata-Rata Lama Menginap LOS Di DIY Selama Tahun 2012 Mencapai 1,61 Malam Dan Tamu Asing Memiliki LOS 2,23 Malam Yang Lebih Lama Disbanding Tamu Domestik 1,58 Malam Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 58 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR TPK Selain Rata-Rata Lama Menginap, Kinerja Pariwisata Juga Dapat Diukur Dengan Indikator TPK Hotel/ Akomodasi Lainnya. TPK Hotel Mencerminkan Tingkat Produktivitas Hotel, Semakin Tinggi Nilainya Maka Semakin Produktif. TPK Dihitung Dalam Persen Dengan Cara Membagi Jumlah Kamar Yang Terjual Dengan Jumlah Kamar Yang Tersedia Dikalikan 100 Persen. Perkembangan TPK Hotel Di DIY Selama Enam Tahun Terakhir Menunjukkan Kecenderungan Yang Semakin Meningkat. Pada Tahun 2007, TPK Hotel Tercatat Sebesar 29,11 Persen. Artinya, Jumlah Malam Kamar Yang Terisi Selama Tahun 2007 Mencapai 29,11 Persen. Angka TPK Secara Bertahap Meningkat Hingga Mencapai 40,72 Persen Di Tahun 2012, Sebagai Imbas Dari Semakin Bergairahnya Aktivitas Pariwisata Di DIY Yang Diindikasikan Oleh Peningkatan Jumlah Kunjungan Wisata. Berdasarkan Golongannya, TPK Hotel Bintang Selama Enam Tahun Terakhir Selalu Lebih Tinggi Dibandingkan Dengan Hotel Non Bintang. Pada Tahun 2012, TPK Hotel Bintang Mencapai 55,19 Persen Dan TPK Hotel Non Bintang Mencapai 36,72 Persen. Minat Para Wisatawan Yang Semakin Tinggi Untuk Mengunjungi DIY Mendorong Peningkatan TPK Hotel. Pola Perkembangan TPK Bulanan Selama Tahun 2010-2012 Cukup Berfluktuasi. TPK 2010 Mencapai Puncaknya Selama Bulan Juli Berkaitan Dengan Liburan Masa Sekolah, Dan Mencapai Level Terendah Pada Bulan Agustus Bersamaan Dengan Momentum Bulan Ramadhan Dan Bulan November Pasca Peristiwa Erupsi Merapi. Sementara, TPK 2011 Dan 2012 Mencapai Puncaknya Di Bulan Desember Bersamaan Dengan Momentum Liburan Akhir Tahun Dan Mencapai Level Terendah Di Bulan Agustus Bersamaan Dengan Momentum Bulan Puasa. Fluktuasi TPK Hotel Bintang Cenderung Lebih Tajam Dibandingkan Dengan TPK Hotel Non Bintang, Namun Keduanya Memiliki Pola Musiman Yang Hampir Sama. Tabel 13.2. TPK Hotel Di DIY Menurut Golongan Hotel, 2007-2012 Persen Tahun Bintang Non Bintang Jumlah 2007 45,85 24,17 29,11 2008 49,26 30,97 35,73 2009 49,44 33,66 36,94 2010 48,83 31,59 35,34 2011 50,65 34,55 37,82 2012 55,19 36,56 40,72 Sumber BPS DIY Grafik 13.2. TPK Hotel Di DIY Berdasarkan Bulan, 2010- 2012 Persen Sumber BPS DIY Grafik 13.2. TPK Hotel Di DIY Berdasarkan Bulan Dan Golongan Hotel, 2012 Persen Sumber BPS DIY Ht Tp //Y Og Y Ka Rta .B Ps .G O. Id 59 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 KELEMBAGAAN Jumlah Bank Yang Beroperasi Di DIY Pada Tahun 2012 Tercatat Sebanyak 101 Unit. Rinciannya Terdiri Dari 4 Bank Pemerintah, 31 Bank Swasta Nasional, 1 Bank Pembangunan Daerah Dan 65 Bank Perkreditan Rakyat. Dibandingkan Dengan Tahun 2011 Jumlah Bank Yang Beroperasi Bertambah 2 Unit 2,02 Persen Dan Termasuk Kategori Bank Swasta Nasional Dan Bank Perkreditan Rakyat. Jumlah Kantor Pelayanan Bank Pada Tahun 2012 Sebanyak 772 Unit Dan Terdiri Dari 251 Unit Kantor Bank Pemerintah, 160 Unit Kantor Bank Swasta Nasional, 142 Unit Kantor Bank Pembangunan Daerah, Dan 219 Unit Kantor Bank Perkreditan Rakyat. PERKEMBANGAN KEGIATAN PERBANKAN Perkembangan Kegiatan Perbankan Yang Diukur Dari Nilai Aset, Pinjaman Pihak Ketiga Dan Kredit Yang Disalurkan Di Wilayah DIY Selama Tahun 2012 Menunjukkan Perkembangan Yang Cukup Menggembirakan. Ketiga Ukuran Tersebut Mengalami Peningkatan Dengan Pertumbuhan Di Atas 20 Persen. Aset Perbankan Pada Akhir Tahun 2012 Tercatat Sebesar Rp 40,75 Triliun Atau Meningkat Sebesar 20,12 Persen Dibandingkan Dengan Tahun 2011 Yang Tercatat Sebesar Rp 33,92 Triliun. Peningkatan Aset Perbankan Ini Sejalan Dengan Kinerja Perekonomian DIY Yang Mampu Tumbuh Positif Di Atas 5 Persen. Berdasarkan Jenis Banknya, 91,48 Persen Dari Total Aset Perbankan Merupakan Aset Bank Umum Dan Sisanya Sebesar 8,52 Persen Merupakan Aset Bank Perkreditan Rakyat. Peningkatan Aset Dari Sisi Pasiva Didorong Oleh Peningkatan Simpanan/Dana Pihak Ketiga Yang Mampu Tumbuh Sebesar 21,23 Persen Selama Tahun 2012. Besarnya Dana Pihak Ketiga Yang Mampu Dihimpun Dari Masyarakat Sampai Akhir Tahun 2012 Mencapai Rp 34,88 Triliun. Meskipun Tingkat Suku Bunga Mengalami Penurunan Sejalan Dengan Penurunan BI Rate, Animo Masyarakat Untuk Menyimpan Dana Di Tabungan Masih Tetap Tinggi Yang Terlihat Dari Besarnya Share Dana Milik Perorangan Yang Lebih Dari 75 Persen. Struktur Dana Pihak Ketiga Yang Dihimpun Dari Masyarakat Selama Tahu 2012 Sebagian Besar Berasal Dari Tabungan Dengan Nilai Mencapai Rp 18,66 Triliun Atau Sebesar 53,50 Persen. Sementara, Yang Berasal Dari Simpanan Berjangka Deposito Dan Giro Masing-Masing Sebesar Rp 11,21 Triliun 32,14 Dan Rp 5,0 Triliun 14,36 . Tabel 14.1. Jumlah Bank Dan Kantor Bank Di DIY, 2012 Status Bank Kantor Pertumbuhan Kantor Bank Bank Pemerintah 4 251 9,13 Bank Swasta Nasional 31 160 1,91 Bank Pembangunan Daerah 1 142 1,43 Bank Perkreditan Rakyat 65 219 7,35 Jumlah 101 772 5,61 Sumber Bank Indonesia Cabang Yogyakarta Tabel 14.2. Jumlah Aset, Dana Pihak Ketiga Dan Kredit Perbankan Di DIY, 2008-2012 Tahun Aset Dana Pihak Ketiga Kredit Nilai Rp Milyar Pertum- Buhan Nilai Rp Milyar Pertum- Buhan Nilai Rp Milyar Pertum- Buhan 2008 20.919 10,34 18.017 9,53 10.475 15,64 2009 24.572 17,46 21.034 16,75 11.723 11,91 2010 29.212 18,88 24.524 16,59 14.581 24,38 2011 33.923 16,13 28.775 17,33 17.939 23,03 2012 40.749 20,12 34.882 21,23 21.840 21,75 Sumber BI Cabang Yogyakarta Ht Tp //Y Og Y Ka Rta .B Ps .G O. Id 60 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Dari Sisi Aktiva, Peningkatan Aset Didorong Oleh Kenaikan Jumlah Kredit Yang Disalurkan Yang Mampu Tumbuh Sebesar 21,75 Persen. Jumlah Nominal Kredit Yang Tersalurkan Selama Tahun 2012 Mencapai Rp 21,84 Triliun. Distribusi Kredit Berdasarkan Penggunaannya Menunjukkan Bahwa Sebagian Besar Kredit Dilakukan Untuk Kegiatan Konsumsi. Pada Tahun 2012, Besarnya Kredit Untuk Konsumsi Mencapai Rp 9.651 Triliun Dengan Porsi Mencapai 44,19 Persen Dari Total Jumlah Kredit Yang Tersalur. Pemanfaatan Kredit Untuk Modal Kerja Dan Investasi Masing-Masing Mencapai Rp 8,996 Triliun 41,19 Dan Rp 3,19 Triliun 14,62 . Selama 2007-2012, Semua Jenis Penggunaan Kredit Modal Kerja, Investasi Dan Konsumsi Semakin Meningkat Dengan Besaran Yang Bervariasi. Secara Sektoral, Pemanfaatan Kredit Perbankan Terbesar Disalurkan Ke Sektor Bukan Lapangan Usaha 44,19 , Terutama Kredit Konsumsi Dan Diikuti Oleh Sektor Perdagangan Besar Dan Eceran Dengan Porsi 23,26 Persen Serta Real Estate Dan Usaha Persewaan Dengan Porsi 5,65 Persen. Kinerja Perbankan Juga Dapat Dilihat Dari Nilai Loan To Deposit Ratio LDR Yang Dihitung Dari Rasio Antara Jumlah Kredit Yang Disalurkan Dengan Jumlah Dana Yang Dihimpun Dari Masyarakat. LDR Di DIY Selama Tahun 2012 Mencapai 62,61 Persen Dan Sedikit Meningkat Dibandingkan LDR Tahun 2011 Yang Sebesar 62,34 Persen. Peningkatan Ini Menunjukkan Peran Dan Fungsi Perbankan Sebagai Lembaga Intermediasi Keuangan Menjadi Semakin Baik. Meningkatnya Aktivitas Ekonomi Yang Ditandai Oleh Pencapaian Pertumbuhan Ekonomi Yang Tinggi Disinyalir Menjadi Penyebab Meningkatnya Permintaan Volume Kredit Oleh Para Pelaku Ekonomi. Tabel 14.3. Perkembangan Jumlah Kredit Menurut Jenis Penggunaan Di DIY, 2007-2012 Tahun Jenis Penggunaan Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi 2007 3.723 41,10 1.219 13,46 4.116 45,44 9.059 100 2008 4.450 42,48 1.280 12,22 4.745 45,30 10.475 100 2009 4.642 39,60 1.486 12,68 5.595 47,73 11.723 100 2010 5.488 38,95 1.809 12,84 6.793 48,21 14.090 100 2011 7.277 40,57 2.386 13,30 8.276 46,13 17.939 100 2012 8.996 41,19 3.193 14,62 9.651 44,19 21.840 100 Sumber Bank Indonesia Yogyakarta Grafik 14.1. Perkembangan Loan To Deposit Ratio Dan Non Performing Loans Di DIY, 2007-2012 Sumber Bank Indonesia Cabang Yogyakarta Tabel 14.4. Pangsa Dana Pihak Ketiga, Kredit Dan LDR Bank Umum Di Kabupaten/Kota DIY, 2012 Kabupaten/ Kota Pangsa LDR DPK Kredit 2011 2012 Kulonprogo 2,94 4,12 84,73 83,11 Bantul 4,19 6,14 81,57 86,77 Gunungkidul 2,66 5,74 134,82 127,86 Sleman 17,17 13,60 47,16 46,94 Yogyakarta 73,04 70,39 56,26 57,09 DIY 100 100 58,68 59,24 Sumber Bank Indonesia Cabang Yogyakarta Tahukah Anda Nilai LDR Dihitung Dari Besarnya Kredit Yang Disalurkan Dibagi Dengan Besarnya Dana Yang Berhasil Dihimpun Dari Masyarakat/Pihak Ketiga. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 61 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Meskipun Nilai LDR Selama 2007-2012 Semakin Meningkat, Secara Umum Nilai Tersebut Masih Berada Di Bawah Ketentuan Minimum LDR Yang Sebesar 78 Persen. Belum Optimalnya LDR Salah Satunya Disebabkan Oleh Persoalan Rendahnya Penyaluran Kredit Bank Umum Yang Dihimpun Di Kabupaten Sleman Dan Kota Yogyakarta. Dengan Share Dana Pihak Ketiga Yang Berhasil Dihimpun Sebesar 17,17 Persen Dan 73,04 Persen, Pangsa Kredit Yang Tersalurkan Di Kedua Daerah Hanya Mencapai 13,06 Persen Dan 70,39 Persen. Akibatnya, LDR Di Kabupaten Sleman Dan Kota Yogyakarta Selama Tahun 2012 Menjadi Yang Terendah Dengan Nilai Masing-Masing Sebesar 46,94 Persen Dan 57,09 Persen. LDR Yang Tertinggi Terjadi Di Kabupaten Gunungkidul Dengan Nilai 127,86 Persen, Artinya Dana Pihak Ketiga Yang Berhasil Dihimpun Belum Mampu Untuk Mencukupi Permintaan Kredit Oleh Masyarakat Dan Pelaku Usaha Sehingga Dicukupi Dari Daerah Lainnya. Non Performing Loans Npls Merupakan Indikator Yang Menunjukkan Tingkat Resiko Kredit Perbankan. Nilai Npls Selama Tahun 2007-2012 Menunjukkan Pola Yang Sedikit Berfluktuasi, Meskipun Dalam Tiga Tahun Terakhir Terus Menurun Dari 3,2 Persen Di Tahun 2009 Menjadi 2,35 Persen Di Tahun 2012. Penurunan Ini Menunjukkan Resiko Perbankan Dalam Menyalurkan Kredit Menjadi Semakin Rendah Atau Tingkat Pembayaran/Pengembalian Cicilan Menjadi Semakin Lancar. Secara Umum Resiko Kredit Di DIY Dalam Empat Tahun Terakhir Masih Di Bawah Batas Kategori Aman Karena Memiliki Nilai Npls Di Bawah 5 Persen. INVESTASI Investasi Adalah Pengorbanan Materi Maupun Non Materi Pada Masa Sekarang Untuk Memperoleh Pendapatan Di Masa Yang Akan Datang. Menurut Pelakunya Investasi Dikelompokkan Menjadi 3, Yaitu Oleh Pemerintah, Perusahaan Terdiri Dari Perusahaan Yang Difasilitasi Dan Tidak Difasilitasi, Serta Oleh Rumah Tangga. Data Investasi Oleh Perusahaan Yang Dapat Digunakan Sebagai Bahan Perencanaan Dan Evaluasi Adalah Rencana Dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN Maupun Penanaman Modal Asing PMA Yang Merupakan Kelompok Investasi Yang Difasilitasi, Yang Dilaporkan Oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah DIY. Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri Di DIY Secara Kumulatif Sampai Tahun 2011 Mencapai Rp 3,48 Triliun. Jumlah Perusahaan Yang Melakukan Penanaman Modal Mencapai 180 Perusahaan Dan Mampu Menyerap Tenaga Kerja Sebanyak 28.353 Orang, Terdiri Dari 28.325 Orang Tenaga Kerja Domestik Dan 28 Orang Tenaga Kerja Asing. Jika Dibandingkan Dengan Nilai Modal Yang Direncanakan Yang Senilai Rp 4,13 Triliun, Maka Realisasi Pencapaian Sampai Tahun 2011 Hanya Sebesar 84,23 Persen. Berdasarkan Kelompok Sektor, Realisasi PMDN Terbesar Di DIY Dilakukan Pada Kelompok Sektor Tersier Dengan Porsi Sebesar 50,61 Persen Dari Total Realisasi PMDN. Kelompok Sektor Tersier Terdiri Dari Kegiatan Bangunan Hotel Dan Restoran Perdagangan Perumahan Pengangkutan Jasa Lainnya Listrik, Gas Dan Air Minum. Sementara Realisasi Pada Kelompok Primer Pertanian Dan Pertambangan Porsinya Hanya Sebesar 1,19 Persen. Investor Domestik Lebih Berminat Menanamkan Modalnya Di Sektor Hotel Dan Restoran 34,15. Kemudian Diikuti Oleh Sektor Industri Tekstil 34,09 Dan Jasa Lainnya 14,58. Grafik 14.2. Distribusi Realisasi PMDN Menurut Kelompok Sektor Di DIY, 2011 Sumber BKPMD DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 62 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Dalam Skala Nasional DIY Termasuk Salah Satu Daerah Tujuan Utama Destinasi Pariwisata, Sehingga Cukup Potensial Untuk Pengembangan Kegiatan Hotel Dan Restoran. Hal Ini Mendorong Minat Para Investor Domestik Untuk Berinvestasi Pada Sektor Yang Berkaitan Dengan Pariwisata. Sementara, Industri Tekstil Menjadi Pendukung Tumbuh Pesatnya Industri Batik Yang Merupakan Produk Andalan DIY, Terutama Pasca Penetapan Batik Sebagai Karya Seni Tradisional Indonesia. Investasi Jasa Lainnya Yang Berkembang Di DIY Terutama Terkait Jasa Pendukung Perkembangan Dunia Pendidikan. Realisasi Komulatif Penanaman Modal Asing PMA Pada Tahun 2010 Mencapai Rp 3,87 Triliun. Realisasi Kumulatif PMA Tersebut Dilaksanakan Oleh 102 Perusahaan Dengan Serapan Tenaga Kerja Domestik Sebanyak 17.217 Orang Dan Tenaga Kerja Asing Sebanyak 110 Orang. Jika Dibandingkan Dengan Perencanaannya, Maka Realisasi PMA Selama Tahun 2011 Mencapai 118,17 Persen Artinya Nilainya Lebih Sekitar 18 Persen Dari Yang Direncanakan. Tabel 14.4. Realisasi Komulatif PMDN DIY Menurut Sektor, 2011 Sektor Perusa Haan Nilai Rp Miliar Tenaga Kerja Realisasi Domes Tik Asing Primer 7 27,57 146 0 46,36 Tanaman Pangan 0 0,00 0 0 0,00 Perkebunan 2 1,13 68 0 16,61 Peternakan 3 25,29 40 0 50,18 Perikanan 1 0,40 0 0 26,67 Kehutanan 0 0,00 0 0 0,00 Pertambangan 1 0,75 38 0 100,00 Sekunder 111 2.282,70 21.877 17 90,27 Industri Makanan 11 153,73 2.843 0 87,72 Industri Tekstil 17 775,91 7.378 3 236,34 Industri Kulit Dan Alas Kaki 2 6,69 662 0 79,20 Industri Kayu 5 5,21 485 3 75,62 Industri Kertas Dan Percetakan 3 44,23 1.064 0 130,10 Industri Kimia Dan Farmasi 1 0,23 16 0 0,67 Industri Karet Dan Plastik 4 95,34 1.562 0 87,72 Industri Mineral Non Logam 0 0,00 0 0 0,00 Industri Logam, Mesin Dan Elektronika 4 22,33 1.261 0 25,42 Industri Instrumen Kedokteran Presisi Optik Dan Jam 0 0,00 0 0 0,00 Industri Kendaraan Bermotor Dan Alat Transportasi Lain 0 0,00 0 0 0,00 Industri Lainnya 2 9,90 304 0 4,90 Tersier 62 1.169,13 6.302 11 75,78 Konstruksi 0 0,00 0 0 0,00 Perhotelan Dan Restoran 22 705,61 3.001 8 115,82 Perdagangan Dan Reparasi 2 13,70 546 1 41,08 Perumahan, Kawasan Industri Dan Perkantoran 0 0,00 0 0 0,00 Transportasi, Gudang Dan Komunikasi 28 70,92 1.834 2 166,77 Jasa Lainnya 10 378,90 921 0 44,86 Listrik, Gas Dan Air 2 2,87 36 0 21,97 Jumlah 180 3.479,40 28.325 28 84,23 Sumber BKPMD Provinsi DIY Tabel 14.5. Realisasi Komulatif PMA DIY Menurut Sektor, 2011 Sektor Peru Saha An Nilai Rp Miliar Tenaga Kerja Realisasi Domes Tik Asing Primer 4 34,05 132 9 25,08 Tanaman Pangan 1 18,00 18 3 0,00 Perkebunan 1 0,00 0 0 0,00 Peternakan 1 15,37 110 6 17,46 Perikanan 1 0,68 4 0 5,25 Kehutanan 0 0,00 0 0 0,00 Pertambangan 0 0,00 0 0 0,00 Sekunder 41 624,48 10.861 48 142,77 Industri Makanan 2 245,03 980 6 702,18 Industri Tekstil 5 56,42 1.065 2 71,66 Industri Kulit Dan Alas Kaki 7 184,51 3.733 10 270,23 Industri Kayu 18 60,59 1.701 16 68,84 Industri Kertas Dan Percetakan 0 0,00 0 0 0,00 Industri Kimia Dan Farmasi 1 23,29 127 0 206,26 Industri Karet Dan Plastik 0 0,00 0 0 0,00 Industri Mineral Non Logam 0 0,00 0 0 0,00 Industri Logam, Mesin Dan Elektronika 3 20,34 384 5 24,17 Industri Instrumen Kedokteran Presisi Optik Dan Jam 0 0,00 0 0 0,00 Industri Kendaraan Bermotor Dan Alat Transportasi Lain 0 0,00 0 0 0,00 Industri Lainnya 5 34,30 2.871 9 82,80 Tersier 57 3.214,65 5.162 53 118,87 Konstruksi 0 0,00 0 0 0,00 Perhotelan Dan Restoran 8 978,13 1.108 11 131,39 Perdagangan Dan Reparasi 32 1.211,68 3.229 33 192,05 Perumahan, Kawasan Industri Dan Perkantoran 0 0,00 0 0 0,00 Transportasi, Gudang Dan Komunikasi 4 636,79 19 6 79,99 Jasa Lainnya 13 388,05 806 3 74,64 Listrik, Gas Dan Air 3 237,26 1.062 1 26,48 Jumlah 102 3.873,18 17.217 110 118,17 Sumber BKPMD Provinsi DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 63 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Distribusi Realisasi PMA Terbesar Terjadi Pada Kelompok Sektor Tersier Dengan Porsi Mencapai 83 Persen. Sementara Porsi Kelompok Sektor Primer Dan Sekunder Masing-Masing Sebesar 0,18 Persen Dan 16,12 Persen. Sektor Yang Porsinya Terbesar Secara Berturut-Turut Adalah Sektor Perdagangan Dan Reparasi Sektor Hotel Dan Restoran Dan Sektor Transportasi, Gudang Dan Komunikasi Dengan Porsi Masing-Masing Sebesar 31,28 Persen 25,25 Persen Dan 16,44 Persen. Senada Dengan Investor Dalam Negeri, Para Investor Asing Pun Lebih Berminat Untuk Berinvestasi Di Sektor-Sektor Yang Berbasis Pariwisata. Kinerja Pariwisata Yang Terus Menunjukkan Peningkatan Dari Sisi Jumlah Kunjungan Menjadi Daya Tarik Investasi Di Sektor-Sektor Tersebut. Berdasarkan Lokasi Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN Tahun 2011, Realisasi Di Kabupaten Sleman Memiliki Nilai Yang Terbesar Dengan Porsi Mencapai 52,70 Persen Dan Diikuti Kota Yogyakarta Dengan Porsi 36,12 Persen. Sementara, Realisasi Di Kabupaten Bantul Memiliki Porsi Sebesar 8,18 Persen. Realisasi Di Kulonprogo Dan Gunungkidul Memiliki Porsi Kurang Dari Dua Persen. Pola Yang Hampir Serupa Juga Terjadi Pada Penanaman Modal Asing PMA. Realisasi Terbesar Dicapai Kabupaten Sleman 53,43 Dan Kota Yogyakarta 39,63 , Diikuti Oleh Kabupaten Bantul Dengan Porsi Mencapai 4,6 Persen. Fenomena Ini Sangat Berkaitan Dengan Ketersediaan Infrastruktur Publik Yang Relatif Lebih Lengkap Dan Memiliki Kualitas Lebih Baik. Di Samping, Itu, Resiko Pengembalian, Resiko Keamanan, Stabilitas Sosial, Serta Kemudahan Dalam Perizinan Juga Turut Berpengaruh Terhadap Volume Penanaman Modal. Grafik 14.3. Distribusi Realisasi PMDN Dan PMA Menurut Kabupaten/Kota Di DIY, 2011 Sumber BKPMD DIY, Diolah Tahukah Anda Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri Dan Asing Di DIY Sebagian Besar Terjadi Di Sektor-Sektor Yang Berbasis Pariwisata Dan Sebagian Besar Berlokasi Di Kabupaten Sleman Dan Kota Yogyakarta Ht Tp //Y Og Ya Ka R A .B Ps .G O. Id 64 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Salah Satu Indikator Yang Digunakan Untuk Mengukur Stabilitas Ekonomi Di Suatu Wilayah Adalah Tingkat Harga. Harga Merupakan Resultan Atau Hasil Interaksi Antara Permintaan Demand Dan Penawaran Supply Barang Dan Jasa Yang Beredar Di Masyarakat, Sehingga Perlu Dipantau Perkembangannya Sebagai Salah Satu Indikator Penentu Kebijakan Pemerintah Di Bidang Pendapatan, Fiskal Maupun Moneter. Untuk Memperoleh Gambaran Mengenai Kenaikan Harga Berbagai Macam Komoditas Barang Dan Jasa Yang Dikonsumsi Oleh Masyarakat Dari Waktu Ke Waktu Maka Dilakukan Penghitungan Indeks Harga Secara Kontinu. Beberapa Indeks Harga Yang Sering Digunakan Diantaranya Adalah Indeks Harga Konsumen IHK Untuk Wilayah Perkotaan Dan Nilai Tukar Petani NTP Untuk Wilayah Perdesaan. INDEKS HARGA KONSUMEN Indeks Harga Konsumen IHK Merupakan Perbandingan Antara Harga Suatu Paket Komoditas Dari Sekelompok Barang Atau Jasa Market Basket Pada Suatu Periode Waktu Terhadap Harganya Pada Periode Waktu Yang Telah Ditentukan Tahun Dasar. Berdasarkan IHK Inilah Kemudian Didapat Besaran Angka Inflasi/Deflasi, Yaitu Besarnya Persentase Perubahan IHK Antar Periode. Angka Inflasi/Deflasi Mencerminkan Kemampuan Daya Beli Dari Uang Yang Dibelanjakan Untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari- Hari. Semakin Tinggi Angka Inflasi Maka Semakin Rendah Daya Beli Uang, Sehingga Semakin Rendah Pula Daya Beli Masyarakat Terhadap Barang Dan Jasa Kebutuhan Rumah Tangga. IHK Dihitung Pada Tingkat Harga Konsumen, Yaitu Harga Transaksi Yang Terjadi Antara Penjual Pedagang Eceran Dan Pembeli Konsumen Secara Eceran Dengan Pembayaran Tunai. Eceran Yang Dimaksud Adalah Membeli Suatu Barang Atau Jasa Dengan Menggunakan Satuan Terkecil Untuk Dipakai Atau Dikonsumsi, Sebagai Contoh Beras Dengan Satuan Kilogram, Emas Dengan Satuan Gram, Dan Sebagainya. Mulai Bulan Juni 2008, Penghitungan Indeks Harga Konsumen IHK Didasarkan Atas Pola Konsumsi Hasil Survei Biaya Hidup SBH Tahun 2007. Indeks Harga Konsumen IHK Kota Yogyakarta Selama Tahun 2012 2007100 Berada Pada Posisi 135,72. Angka Ini Mengandung Arti Dibandingkan Dengan Tahun 2007 Harga-Harga Komoditas Barang Dan Jasa Kebutuhan Rumah Tangga Selama Tahun 2012 Mengalami Kenaikan Harga Dengan Rata-Rata Sebesar 35,72 Persen. IHK Tertinggi Terjadi Pada Kelompok Bahan Makanan Dengan Nilai Indeks Mencapai 166,48 Dan Diikuti Oleh Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok Dan Tembakau Serta Kelompok Sandang Dengan Nilai Indeks Masing-Masing Sebesar 145,32 Dan 142,34. IHK Yang Terendah Terjadi Pada Kelompok Transportasi, Komunikasi Dan Jasa Keuangan Dengan Nilai Indeks Sebesar 111,72 Persen. Artinya, Kelompok Pengeluaran Ini Sejak Tahun 2007 Hanya Mengalami Kenaikan Harga Sebesar 11,72 Persen. Selama Tahun 2012, IHK Semua Kelompok Pengeluaran Menunjukkan Peningkatan Dan Peningkatan Terbesar Terjadi Pada Kelompok Bahan Makanan Sebesar 12,48 Poin Dibandingkan Dengan IHK Tahun 2011. Gambar 15.1. Pemantauan Harga Di Pasar Tradisional Kota Yogyakarta Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 65 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Pola Perkembangan IHK Umum Bulanan Di Kota Yogyakarta Selama Periode 2010-2012 Menunjukkan Tren Yang Semakin Meningkat Grafik 15.1. Meskipun Demikian, Peningkatan Selama Tahun 2010 Terlihat Lebih Tajam Dibandungkan Dengan Tahun 2011 Dan 2012. IHK Tahun 2011 Meningkat Sebesar 4,86 Poin Dari IHK 2010, Sementara IHK Tahun 2012 Meningkat 5,61 Poin Dibandingkan Dengan Tahun 2011. Fenomena Ini Menunjukkan Tingkat Harga Selama Tahun 2011 Dan 2012 Relatif Lebih Stabil Dibandingkan Dengan Tahun 2010. Perubahan IHK Antar Periode Digambarkan Oleh Besaran Angka Inflasi/Deflasi. Pola Perkembangan Tingkat Inflasi Kota Yogyakarta Selama Periode 2003-2012 Sangat Berfluktuasi Grafik 15.2. Secara Umum, Terdapat Pola Yang Hampir Mirip Antara Inflasi Kota Yogyakarta Dan Nasional Selama Periode 2003-2012. Inflasi Kota Yogyakarta Mencapai Level Tertinggi Pada Tahun 2005, Yakni Sebesar 14,98 Persen Sebagai Dampak Dari Kebijakan Pemerintah Menaikkan Harga BBM Sebanyak Dua Kali Di Tahun 2005 Dengan Besaran Kenaikan Di Atas 100 Persen. Kebijakan Ini Memicu Kenaikan Harga Barang Dan Jasa Pada Kelompok Transportasi Dan Secara Tidak Langsung Juga Mendorong Inflasi Pada Kelompok Pengeluaran Yang Lainnya. Pada Tahun 2006 Dan 2007 Tingkat Harga Secara Umum Juga Tetap Meningkat Meskipun Dari Sisi Besaran Inflasinya Sedikit Menurun Hingga Mencapai 10,40 Persen Di Tahun 2006 Dan 7,99 Persen Di Tahun 2007. Selama Tahun 2008 Inflasi Tercatat Sebesar 9,88 Persen. Tingginya Inflasi Ini Dipicu Oleh Kenaikan Harga BBM Yang Terjadi Di Akhir Bulan Mei 2008 Serta Kebijakan Konversi Minyak Ke Elpiji Yang Mendorong Meningkatnya Harga-Harga Jasa Transportasi Dan Energi. Laju Inflasi Selama Tahun 2009 Di Kota Yogyakarta Mencapai 2,93 Persen Dan Angka Ini Menjadi Inflasi Yang Terkecil Sejak 20 Tahun Terakhir. Penyebabnya Adalah Adanya Kebijakan Pemerintah Yang Menurunkan Harga BBM Hingga 2 Kali, Yaitu Pada Bulan Desember 2008 Dan Januari 2009, Sehingga Berakibat Pada Turunnya Tarif Angkutan Umum Dan Stabilnya Harga Kebutuhan Pokok Masyarakat. Tabel 15.1. IHK Dan Inflasi Kota Yogyakarta Menurut Kelompok Pengeluaran, 2010-2012 Kelompok Pengeluaran IHK Inflasi 2010 2011 2012 2011 2012 Bahan Makanan 151,24 154,00 166,48 1,82 8,10 Makanan Jadi 126,96 135,94 145,32 7,07 6,90 Perumahan 124,84 128,60 132,44 3,01 2,99 Sandang 125,64 137,45 142,34 9,40 3,56 Kesehatan 114,48 120,94 123,28 5,64 1,93 Pendidikan 119,36 121,42 123,16 1,73 1,43 Transportasi Komunikasi 107,71 110,29 111,72 2,40 1,30 Umum 125,25 130,11 135,72 3,88 4,31 Sumber BPS DIY Grafik 15.1. IHK Bulanan Kota Yogyakarta, 2010-2012 Persen Sumber BPS DIY Tahukah Anda Kenaikan Harga BBM Selalu Menjadi Pemicu Kenaikan Harga Barang Dan Jasa Kelompok Transportasi Dan Komunikasi Serta Kelompok Pengeluaran Lainnya. Ht T //Y Gy Ak Ar Ta .B Ps .G O. Id 66 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Pada Tahun 2010 Laju Inflasi Kembali Mengalami Kenaikan Yaitu Mencapai 7,38 Persen. Melonjaknya Harga Bahan Makanan Pokok Sebagai Akibat Anomali Musim Di Tahun 2010 Merupakan Pemicu Utama Terjadinya Inflasi Di Kota Yogyakarta. Komoditas Beras Dan Cabai Merupakan Komoditas Yang Memberikan Andil Yang Cukup Besar Terhadap Inflasi Umum Di Kota Yogyakarta Pada Kurun Waktu Tersebut. Laju Inflasi Tertinggi Pada Tahun 2010 Terjadi Pada Kelompok Bahan Makanan Yang Mencapai 18,86 Persen, Kemudian Diikuti Oleh Kelompok Transport, Komunikasi Dan Jasa Keuangan Sebesar 5,57 Persen Dan Kelompok Perumahan Sebesar 5,49 Persen. Laju Inflasi Terendah Terjadi Pada Kelompok Kesehatan Dengan Angka Sebesar 1,97 Persen. Selama Tahun 2011, Gejolak Harga Barang Dan Jasa Kebutuhan Rumah Tangga Relatif Stabil. Hal Ini Ditunjukkan Oleh Laju Inflasi Yang Sebesar 3,88 Persen. Kenaikan Harga Yang Tertinggi Terjadi Pada Kelompok Sandang 9,4 Dan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok Dan Tembakau 7,07 . Kondisi Harga-Harga Komoditas Selama 2012 Relatif Lebih Stabil Dan Diindikasikan Oleh Inflasi Tahunan Yang Mencapai 4,51 Persen. Perkembangan Inflasi Bulanan Kota Yogyakarta Selama Tahun 2007-2012 Menunjukkan Adanya Pengaruh Pola Musiman Yang Cukup Kuat. Hal Ini Terlihat Dari Nilai Inflasi Yang Mencapai Level Tertinggi Selama Tahun 2007-2012 Selalu Berkaitan Dengan Momentum Perayaan Hari Raya Keagamaan, Liburan Sekolah Dan Akhir Tahun. NILAI TUKAR PETANI Nilai Tukar Petani NTP Merupakan Salah Satu Indikator Yang Berguna Untuk Mengukur Tingkat Kesejahteraan Petani, Yaitu Dengan Mengukur Kemampuan Tukar Produk Komoditas Yang Dihasilkan/Dijual Petani Dibandingkan Dengan Produk Yang Dibutuhkan Petani Baik Untuk Proses Produksi Usaha Maupun Untuk Konsumsi Rumah Tangga Petani. NTP Dihitung Dengan Membandingkan Indeks Harga Yang Diterima Petani It Dan Yang Dibayar Petani Ib. Grafik 15.2. Inflasi Tahunan Kota Yogyakarta Dan Nasional, 2003-2012 Persen Sumber BPS DIY Grafik 15.3. Perkembangan Inflasi Bulanan Kota Yogyakarta, 2007-2012 Persen Sumber BPS DIY Tahukah Anda Pola Misimam Cukup Mewarnai Perkembangan Inflasi Bulanan Kota Yogyakarta, Inflasi Mencapai Level Tertinggi Pada Saat Perayaan Hari Raya, Akhir Tahun Dan Liburan Sekolah. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 67 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Indeks Harga Yang Diterima Petani It Menggambarkan Fluktuasi Harga-Harga Komoditas Pertanian Yang Dihasilkan Atau Diproduksi Oleh Petani. Indeks Harga Yang Dibayar Petani Ib Menunjukkan Fluktuasi Harga Barang Dan Jasa Yang Dikonsumsi Oleh Masyarakat Perdesaan, Khususnya Petani, Serta Fluktuasi Harga Barang Dan Jasa Yang Diperlukan Untuk Memproduksi Hasil Pertanian. Penghitungan Indeks Harga Yang Diterima It Dan Yang Dibayar Ib Petani Menggunakan Formula Indeks Laspeyers Yang Dimodifikasi Modified Laspeyers Index. Sementara, NTP Menunjukkan Daya Tukar Term Of Trade Antara Produk Pertanian Yang Dijual Oleh Petani Dengan Barang Dan Jasa Yang Dibutuhkan Petani Dalam Proses Produksi Maupun Untuk Konsumsi Rumah Tangga. Sebagai Salah Satu Indikator Yang Menggambarkan Tingkat Kesejahteraan Petani, NTP Dihitung Dari Rasio Antara Indeks Yang Diterima Dan Indeks Yang Dibayar Oleh Petani. Dengan Membandingkan Kedua Perkembangan Angka Tersebut, Maka Dapat Diketahui Apakah Peningkatan Pengeluaran Untuk Kebutuhan Petani Dapat Dikompensasi Dengan Pertambahan Pendapatan Petani Dari Hasil Pertaniannya. Sebaliknya, Apakah Kenaikan Harga Jual Produksi Pertanian Dapat Menambah Pendapatan Petani Yang Pada Gilirannya Meningkatkan Kesejahteraan Para Petani Juga Dapat Diukur Dengan Kedua Indikator Ini. Semakin Tinggi Nilai NTP, Relatif Semakin Kuat Pula Tingkat Kemampuan Atau Daya Beli Petani Yang Berarti Pula Kesejahteraannya Semakin Meningkat. Perkembangan Indeks Harga Yang Diterima Petani It, Indeks Harga Yang Dibayar Ib Dan NTP Di DIY Selama Tahun 2008-2012 Menunjukkan Pola Yang Semakin Meningkat. Secara Umum, Nilai It Rata- Rata Selama Periode 2008-2012 Selalu Lebih Tinggi Dari Nilai Ib. Nilai Rata-Rata It Selama Tahun 2008 Mencapai 116,74 Dan Mengalami Kenaikan Sebesar 36,32 Poin Menjadi 153,06 Di Tahun 2012. Kenaikan Indeks Yang Tertinggi Terjadi Pada Kelompok Tanaman Pangan Dan Kelompok Perkebunan Rakyat. Kenaikan Indeks Tanaman Pangan Disumbang Oleh Komoditas Tanaman Padi Yang Mengalami Kenaikan Harga Cukup Signifikan Selama Tahun 2012. Sementara, Kelompok Peternakan Dan Perikanan Memiliki Kenaikan Indeks Terendah. Dari Sisi Level, Nilai It Tertinggi Dimiliki Kelompok Hortikultura Terutama Pada Komoditas Sayur-Sayuran Dan Buah-Buahan. Pada Tahun 2012, Nilai Ib Rata-Rata Mencapai 131,43 Dan Lebih Meningkat Dibandingkan Dengan Tahun Sebelumnya Yang Sebesar 126,83. Tingginya Level Ib Selama Tahun 2012 Dipengaruhi Oleh Ib Konsumsi Rumah Yang Mencapai 135,66. Tingginya Ib Konsumsi Rumah Tangga Didorong Oleh Kenaikan Harga Pada Kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi Dan Sandang. Sementara, Level Ib Produksi Dan Penambahan Barang Modal BPPBM Mencapai 127,76 Dan Didorong Oleh Pengeluaran Untuk Bibit Dan Penambahan Barang Modal. Grafik 15.4. Nilai Rata-Rata Indeks Harga Yang Diterima It, Dibayar Ib Dan Nilai Tukar Petani NTP DIY, 2008-2012 Sumber BPS DIY Tahukah Anda Peningkatan NTP Dari Waktu Ke Waktu Secara Kasar Menunjukkan Kesejahteraan Petani Yang Semakin Meningkat. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 68 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Kenaikan It Yang Lebih Tinggi Dari Kenaikan Ib Akan Berakibat Pada Peningkatan NTP. Perkembangan NTP Rata-Rata Di DIY Selama Periode 2008-2012 2007100 Menunjukkan Pola Semakin Meningkat Dari 105,28 Di Tahun 2008 Menjadi 114,65 Di Tahun 2012. Hal Ini Merepresentasikan Kesejahteraan Petani Yang Semakin Meningkat, Karena Nilai Produksi Hasil Pertanian Masih Lebih Besar Dibandingkan Dengan Biaya Yang Dikeluarkan Untuk Konsumsi Maupun Proses Produksi. Berdasarkan Data Selama Tiga Tahun Terakhir, NTP Bulanan Di DIY Cukup Berfluktuasi Dan Ada Kecenderungan/Tren Yang Semakin Meningkat. Pada Tahun 2010, Nilai NTP Mencapai Puncak Selama Bulan Agustus Dengan Nilai Mencapai 116,05 Dan Terendah Terjadi Di Bulan Februari Sebesar 109,85. Pola Selama Tahun 2011 Dan 2012 Sedikit Mengalami Perubahan Dan Mencapai Puncak Selama Oktober Dengan Nilai Masing-Masing Sebesar 166,77 Di Tahun 2011 Dan 117,87 Di Tahun 2012. NTP Terendah Selama Tahun 2011 Dan 2012 Terjadi Di Bulan Maret Berkaitan Dengan Nilai Inflasi Barang-Dan Jasa Yang Cukup Tinggi Sehingga Biaya Konsumsi Rumah Tangga Akan Meningkat Selama Bulan Ini. Hal Ini Sungguh Ironis, Karena Bulan Maret Masih Menjadi Bulan Puncak Panen Tanaman Padi Dan Palawija. Grafik 15.4. Nilai Tukar Petani NTP Bulanan Di DIY, 2010-2012 Sumber BPS DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. I 69 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 PENGELUARAN RUMAH TANGGA Pengeluaran Atau Konsumsi Penduduk/Rumah Tangga Menjadi Salah Satu Komponen Permintaan Terpenting Yang Menentukan Aktivitas Perekonomian Di Suatu Wilayah. Pengeluaran Rumah Tangga Secara Riil Juga Menjadi Salah Satu Indikator Kesejahteraan, Semakin Meningkat Pengeluaran Penduduk Secara Rata-Rata Maka Semakin Tinggi Pula Tingkat Kesejahteraannya. Pengeluaran Penduduk/Rumah Tangga Dibagi Menjadi Dua Kategori, Pengeluaran Makanan Dan Non Makanan. Pergeseran Dalam Pola Pengeluaran Terjadi Seiring Dengan Peningkatan Pendapatan, Artinya Ketika Pendapatan Meningkat Maka Porsi Pengeluaran Untuk Makanan Akan Semakin Menurun Dan Sebaliknya Porsi Pengeluaran Untuk Non Makanan Akan Semakin Meningkat. Pengeluaran Per Kapita Penduduk DIY Selama Tahun 2012 Tercatat Sebesar Rp 700.297, Terdiri Dari Pengeluaran Makanan Sebesar Rp 327.242 Dan Non Makanan Sebesar Rp 373.055. Dibandingkan Dengan Tahun 2011 Yang Sebesar Rp 625.044, Pengeluaran Per Kapita Tahun 2011 Meningkat Sebesar 12,04 Persen. Peningkatan Ini Didorong Oleh Peningkatan Pengeluaran Untuk Kelompok Makanan Sebesar 18,43 Persen Dan Kelompok Non Makanan Sebesar 6,98 Persen. Konsep Pengeluaran Disajikan Dalam Bentuk Nominal Atas Dasar Harga Pasar Yang Berlaku, Sehingga Peningkatan Pengeluaran Per Kapita Selain Disebabkan Oleh Peningkatan Kuantitas Barang Juga Dipengaruhi Oleh Kenaikan Harga Barang Dan Jasa Inflasi. Secara Umum, Pengeluaran Per Kapita Penduduk Perkotaan Lebih Tinggi Dibandingkan Dengan Pengeluaran Penduduk Perdesaan, Sehingga Tingkat Kesejahteraan Penduduk Perkotaan Secara Rata-Rata Lebih Baik Dibanding Penduduk Perdesaan. Pada Tahun 2012, Pengeluaran Per Kapita Penduduk Perkotaan Mencapai Rp 801.510 Atau Tumbuh 14,05 Persen Dibandingkan Dengan Tahun 2011. Secara Nominal, Pengeluaran Per Kapita Penduduk Perdesaan Tahun 2012 Sebesar Rp 502.478 Dan Tumbuh 6,42 Persen Dibandingkan Dengan Tahun 2012. Tingginya Pertumbuhan Pengeluaran Per Kapita Di Perkotaan Didorong Oleh Peningkatan Pengeluaran Kelompok Makanan Yang Tumbuh Sebesar 19,23 Persen, Terutama Pengeluaran Padi-Padian Dan Buah-Buahan. Tabel 16.1. Pengeluaran Perkapita Sebulan Di DIY Menurut Jenis, 2010-2012 Rupiah Tahun Daerah Pengeluaran/Konsumsi Makanan Non Makanan Jumlah 2010 Perkotaan K 270.886 385.305 656.191 Perdesaan D 195.603 174.305 369.908 KD 244.003 309.963 553.966 2011 Perkotaan K 302.958 399.829 702.787 Perdesaan D 223.946 248.219 472.165 KD 276.322 348.722 625.044 2012 Perkotaan K 361.214 440.296 801.510 Perdesaan D 260.840 241.638 502.478 KD 327.242 373.055 700.297 Sumber BPS DIY Grafik 16.1. Distribusi Persentase Pengeluaran Perkapita Menurut Kelompok Pengeluaran Dan Wilayah Di DIY, 2010-2012 Persen Sumber BPS DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 70 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Sampai Saat Ini, Proporsi Pengeluaran Per Kapita Untuk Kelompok Makanan Sudah Lebih Rendah Dibandingkan Pengeluaran Kelompok Non Makanan. Pada Tahun 2012, Proporsi Pengeluaran Per Kapita Untuk Kelompok Makanan Mencapai 46,73 Persen Dari Total Konsumsi Per Kapita Penduduk, Sementara Proporsi Pengeluaran Per Kapita Non Makanan Sebesar 53,27 Persen. Proporsi Pengeluaran Makanan Semakin Menurun, Sementara Proporsi Pengeluaran Non Makanan Justru Semakin Meningkat Dari Waktu Ke Waktu. Hal Ini Sesuai Dengan Hukum Engel Yang Menyatakan Bahwa Semakin Tinggi Pendapatan Yang Diterima Atau Semakin Tinggi Kekayaan Seseorang Maka Bagian Dari Pendapatan Yang Dibelanjakan Untuk Kelompok Makanan Marginal Propensive To Consume/MPC Akan Semakin Menurun, Sementara MPC Untuk Kelompok Non Makanan Justru Akan Semakin Meningkat. Hal Ini Terjadi Karena Permintaan Komoditas Non Makanan Cenderung Lebih Elastis Dibandingkan Dengan Makanan. Hukum Engel Juga Berlaku Di Untuk Wilayah Perkotaan, Sementara Untuk Wilayah Perdesaan Dalam Tiga Tahun Terakhir Masih Dominan Pengeluaran Untuk Kelompok Makanan. Secara Umum, Distribusi Pengeluaran Per Kapita Penduduk DIY Selama Tahun 2012 Yang Terbesar Digunakan Untuk Kelompok Barang-Barang Dan Jasa Dengan Porsi Sebesar 23,67 Persen. Kelompok Ini Mencakup Pengeluaran Untuk Jasa Pendidikan, Kesehatan, Rekreasi, Transportasi, Komunikasi Dan Keuangan. Di Daerah Perkotaan Proporsi Kelompok Ini Mencapai 23,77 Persen, Sementara Di Daerah Perdesaan Mencapai 23,36 Persen. Komposisi Terbesar Berikutnya Adalah Pengeluaran Untuk Kelompok Makanan Dan Minuman Jadi Serta Kelompok Perumahan, Bahan Bakar, Penerangan Dan Air. Kedua Kelompok Tersebut Memiliki Proporsi Sebesar 18,12 Persen Dan 18,01 Persen. Proporsi Pengeluaran Kedua Kelompok Di Daerah Perkotaan Lebih Tinggi Dibandingkan Dengan Daerah Perdesaan, Masing- Masing Sebesar 19,01 Persen Dan 19,25 Persen. Proporsi Pengeluaran Terbesar Selanjutnya Secara Berturut-Turut Adalah Kelompok Barang Tahan Lama 6,74 Persen Kelompok Padi-Padian 6,49 Persen Serta Kelompok Tembakau Dan Sirih 3,61 Persen. Besarnya Porsi Pengeluaran Makanan Dan Minuman Jadi Terkait Dengan Keberadaan Pelajar/Mahasiswa Yang Cenderung Memilih Makanan Siap Saji. Tabel 16.2. Proporsi Pengeluaran Perkapita Sebulan Di DIY Menurut Jenis, 2012 Persen Kelompok K D KD Makanan 45,07 51,91 46,73 Padi-Padian 5,23 10,42 6,49 Umbi-Umbian 0,19 0,26 0,21 Ika 1,29 1,52 1,35 Daging Dan Hasilnya 1,78 1,75 1,78 Telur, Susu Dan Hasilnya 3,18 3,15 3,17 Sayur-Sayuran 2,47 4,35 2,93 Kacang-Kacangan 1,36 2,22 1,57 Buah-Buahan 2,85 2,14 2,67 Lemak Dan Minyak 1,29 2,23 1,52 Bahan Minuman 1,56 2,49 1,78 Bumbu-Bumbuan 0,55 0,75 0,60 Konsumsi Lainnya 0,83 1,28 0,94 Makanan Dan Minuman Jadi 19,01 15,33 18,12 Tembakau Dan Sirih 3,47 4,04 3,61 Non Makanan 54,93 48,09 53,27 Perumahan, Bahan Bakar, Penerangan Dan Air 19,25 14,15 18,01 Barang-Barang Dan Jasa 23,77 23,36 23,67 Pakaian, Alas Kaki Dan Tutup Kepala 1,92 1,73 1,87 Barang Tahan Lama 7,53 4,27 6,74 Pajak Pemakaian Dan Premi Asuransi 1,98 1,61 1,89 Keperluan Pesta Dan Upacara 0,48 2,99 1,09 Jumlah 100 100 100 Sumber Susenas 2012, BPS DIY Tahukah Anda Proporsi Pengeluaran Perkapita Penduduk DIY Yang Terbesar Adalah Pengeluaran Untuk Jasa Pendidikan, Kesehatan, Transportasi, Komunikasi Dan Jasa Lainnya 23,67 Persen Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps . O. Id 71 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN Tingkat Kecukupan Gizi Yang Diukur Dari Konsumsi Kalori Dan Protein Menjadi Salah Satu Indikator Yang Dapat Digunakan Untuk Mengukur Tingkat Kesejahteraan Penduduk. Jumlah Konsumsi Kalori Dan Protein Dihitung Berdasarkan Jumlah Dari Hasil Kali Antara Kuantitas Setiap Makanan Yang Dikonsumsi Dengan Besarnya Kandungan Kalori Dan Protein Dalam Setiap Makanan Tersebut. Angka Kecukupan Konsumsi Energi Dan Protein Berdasarkan Widyakarya Pangan Dan Gizi Ke-8 Tahun 2004 Masing-Masing Sebesar 2.000 Kkal Dan 50 Gram Protein Per Kapita Per Hari. Rata-Rata Kalori Yang Dikonsumsi Oleh Penduduk DIY Selama Periode 2002-2012 Cukup Berfluktuasi Dengan Besaran Antara 1.766 Kkal Sampai 1.915 Kkal Per Kapita Per Hari. Jika Mengacu Pada Standar Kecukupan Kebutuhan Minimum Energi Yang Sebesar 2.000 Kkal Per Kapita Per Hari, Maka Rata-Rata Konsumsi Kalori Penduduk DIY Masih Di Bawah Standar Yang Ditentukan. Angka Tertinggi Yang Pernah Dicapai Adalah 1.915 Kkal Per Kapita Per Hari Di Tahun 2007. Setelah Turun Hingga 1.766 Kkal Di Tahun 2008, Rata-Rata Konsumsi Kalori Penduduk Dalam Tiga Tahun Terakhir Menunjukkan Peningkatan Hingga Menjadi 1.852 Kkal Di Tahun 2010, Meskipun Kembali Menurun Menjadi 1.838 Kkal Per Kapita Per Hari Di Tahun 2012. Secara Umum, Selama Sepuluh Tahun Terakhir Konsumsi Kalori Per Kapita Per Hari Penduduk Perdesaan Selalu Lebih Tinggi Dibandingkan Dengan Penduduk Perkotaan. Pada Tahun 2012, Konsumsi Per Kapita Per Hari Penduduk Kota Tercatat Sebesar 1.823 Kkal, Sementara Konsumsi Per Kapita Per Hari Penduduk Perdesaan Tercatat Sebesar 1.867 Kkal. Fenomena Ini Terjadi Karena Adanya Kecenderungan Penduduk Perkotaan Terutama Mereka Yang Berstatus Pelajar/Mahasiswa Dalam Mengkonsumsi Makanan Dan Minuman Jadi, Sementara Penduduk Desa Cenderung Mengkonsumsi Bahan Makanan Yang Diolah Terlebih Dahulu. Konsumsi Protein Penduduk DIY Selama Periode 2002-2012 Juga Cukup Berfluktuasi Dan Mencapai Puncak Di Tahun 2007 Dengan Nilai 55,30 Gram Per Kapita Per Hari. Meskipun Konsumsi Protein Menurun Selama Tahun 2008 Hingga Mencapai 49,56 Gram, Dalam Lima Tahun Terakhir Polanya Semakin Meningkat Menjadi 53,13 Gram Per Kapita Per Hari Di Tahun 2012. Jika Mengacu Pada Kebutuhan Minimum Protein Yang Sebesar 50 Gram Per Kapita Per Hari, Maka Konsumsi Protein Penduduk DIY Sudah Melebihi Kebutuhan Minimum Yang Ditentukan. Grafik 16.2. Rata-Rata Konsumsi Kalori Per Kapita Per Hari Si Di DIY, 2002-2012 Kilo Kalori Sumber BPS DIY Grafik 16.3. Rata-Rata Konsumsi Protein Per Kapita Per Hari Yang Di DIY, 2002-2012 Gram Sumber BPS DIY Ht Tp //Y Og Y Ka Rta .B Ps .G O. Id 72 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Berdasarkan Pola Konsumsi Protein Per Kapita Per Hari Menurut Wilayah Selama Sepuluh Tahun Terakhir, Penduduk Perkotaan Masih Lebih Tinggi Dalam Mengkonsumsi Protein Dibandingkan Dengan Penduduk Perdesaan. Hal Ini Terjadi Karena Sumber-Sumber Protein Yang Dikonsumsi Penduduk Perkotaan Sudah Lebih Bervariasi Dibandingkan Dengan Penduduk Perdesaan. Bahkan, Dalam Beberapa Tahun Terakhir Pola Konsumsi Protein Penduduk Perdesaan Masih Berada Di Bawah Angka Kecukupan Protein Yang Ditentukan. Perkembangan Konsumsi Kalori Dan Protein Per Kapita Berdasarkan Kelompok Makanan Selama Tahun 2010-2012 Disajikan Dalam Tabel 16.3. Berdasarkan Kelompok Makanan, Konsumsi Kalori Dan Protein Yang Tertinggi Bersumber Dari Kelompok Padi-Padian Dan Makanan Jadi. Selama Tahun 2012, Kedua Kelompok Tersebut Memiliki Pangsa Sebesar 38,51 Persen Dan 24,69 Persen Dari Total Konsumsi Kalori Penduduk DIY. Sementara, Pangsa Protein Kedua Kelompok Tersebut Masing-Masing Mencapai 31,24 Persen Dan 28,12 Persen Dan Diikuti Oleh Kelompok Kacang-Kacangan Dengan Porsi 12,78 Persen. Porsi Konsumsi Kalori Dan Protein Yang Berasal Dari Kelompok Buah-Buahan, Umbi-Umbian, Kelompok Ikan Dan Kelompok Daging Masih Relatif Rendah Sehingga Pemerintah Perlu Mendorong Masyarakat Dalam Meningkatkan Konsumsi Energi Dan Protein Yang Bersumber Dari Kelompok-Kelompok Makanan Tersebut. Tabel 16.3. Rata-Rata Konsumsi Kalori Dan Protein Per Kapita Per Hari Di DIY Menurut Kelompok Makanan, 2010-2012 Kelompok Makanan Kalori Kkal Protein Gram 2010 2011 2012 2010 2011 2012 Padi-Padian 701 37,85 700 38,23 708 38,51 16,45 31,11 16,44 30,55 16,60 31,24 Umbi-Umbian 33 1,79 26 1,41 21 1,16 0,24 0,45 0,19 0,35 0,17 0,32 Ikan 15 0,80 14 0,76 17 0,91 2,36 4,46 2,1 3,90 2,58 4,86 Daging Dan Hasilnya 40 2,15 41 2,26 48 2,62 2,48 4,69 2,64 4,91 2,84 5,35 Telur, Susu Dan Hasilnya 63 3,38 62 3,38 57 3,09 3,48 6,58 3,46 6,43 3,18 5,99 Sayur-Sayuran 44 2,35 41 2,26 44 2,40 2,9 5,48 2,8 5,20 2,90 5,46 Kacang-Kacangan 79 4,24 72 3,91 73 3,95 6,86 12,97 6,92 12,86 6,79 12,78 Buah-Buahan 41 2,24 43 2,35 48 2,63 0,46 0,87 0,45 0,84 0,52 0,98 Lemak Dan Minyak 211 11,39 201 10,98 203 11,03 0,49 0,93 0,43 0,80 0,39 0,73 Bahan Minuman 119 6,42 118 6,46 102 5,53 1,01 1,91 0,97 1,80 0,77 1,45 Bumbu-Bumbuan 10 0,53 12 0,64 9 0,50 0,38 0,72 0,44 0,82 0,36 0,68 Konsumsi Lainnya 60 3,21 54 2,97 55 2,98 1,22 2,31 1,12 2,08 1,09 2,05 Makanan Jadi 438 23,66 447 24,38 454 24,69 14,55 27,52 15,85 29,46 14,94 28,12 Jumlah 1852 100 1832 100 1838 100 52,88 100 53,81 100 53,13 100 Sumber Susenas, BPS DIY Cat Angka Dalam Kurung Menunjukkan Persentase Tahukah Anda Konsumsi Kalori Per Hari Penduduk DIY Masih Di Bawah Standar Yang Ketentuan Sebesar 2000 Kilo Kalori, Sementara Konsumsi Protein Sudah Memenuhi Standar Yang Ditentukan Sebesar 50 Gram. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 73 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Grafik 17.2. Pangsa Volume Ekspor DIY Menurut Negara Tujuan, 2012 Persen Sumber Dinas Perindustrian, Perdagangan Dan Koperasidiy Grafik 17.3. Pangsa Nilai Ekspor DIY Menurut Negara Tujuan, 2012 Persen Sumber Dinas Perindustrian, Perdagangan Dan Koperasidiy Terjaminnya Ketersediaan/Stok Berbagai Komoditas Kebutuhan Masyarakat Merupakan Hal Yang Sangat Penting Untuk Dijaga. Untuk Menjaga Stabilitas Perdagangan, Baik Perdagangan Dalam Negeri Maupun Luar Negeri, Perlu Adanya Aktivitas Perdagangan Yang Mencakup Diantaranya Adalah Ekspor Dan Impor Beberapa Komoditas Barang Untuk Kebutuhan Masyarakat Di DIY. Sumber Data Ekspor Dan Impor Luar Negeri Yang Disajikan Berasal Dari Dinas Perindustrian Dan Perdagangan DIY. Kinerja Ekspor Luar Negeri Komoditas Asal DIY Dalam Enam Tahun Terakhir Cukup Berfluktuasi. Dari Sisi Volume Ada Kecenderungan Semakin Menurun Dari 36,62 Ribu Ton Di Tahun 2007 Menjadi 33,54 Ribu Ton Di Tahun 2012. Krisis Finansial Yang Melanda Beberapa Negara Tujuan Ekspor Seperti Amerika Serikat Dan Uni Eropa Sejak Akhir Tahun 2007 Sangat Berpengaruh Terhadap Penurunan Volume Ekspor Komoditas Asal DIY, Meski Di Tahun 2012 Sedikit Mengalami Peningkatan. Pengaruh Tersebut Juga Sangat Terlihat Jelas Dari Sisi Nilei Ekspor Yang Melorot Tajam Hingga Menjadi US 108,7 Juta Di Tahun 2009. Namun Demikian, Dalam Tiga Tahun Terakhir Nilai Nominal Ekspor Komoditas Asal DIY Meningkat Menjadi US US 140,23 Juta Di Tahun 2010 Dan US US 177,07 Juta Di Tahun 2012. Peningkatan Nilai Ekspor Ini Lebih Disebabkan Oleh Pengaruh Kenaikan Harga Dan Menguatnya Nilai Mata Uang, Karena Dari Sisi Volume Justru Menurun. Sebagai Catatan, Nilai Ekspor Masih Dalam Bentuk Nominal Dan Dihitung Atas Dasar Harga Pasar Yang Berlaku. Berdasarkan Volumenya, Komoditas Asal DIY Selama Tahun 2012 Sebagian Besar Diekspor Ke Negara-Negara Uni Eropa Dengan Porsi 40,43 Persen. Nilai Ekspor Komoditas Ke Negara-Negara Uni Eropa Hanya Memiliki Pangsa Sebesar 42,71 Persen. Negara-Negara Uni Eropa Tujuan Utama Ekspor Komoditas Asal DIY Terdiri Dari Jerman, Perancis, Inggris Dengan Pangsa Nilai Ekspor Masing-Masing Mencapai 14,38 Persen 3,21 Persen Dan 3,20 Persen. Dibandingkan Dengan Tahun 2011, Nilai Ekspor Ke Beberapa Negara Uni Eropa Seperti Jerman, Belgia, Belanda Dan Italia Selama Tahun 2012 Mengalami Peningkatan Yang Cukup Signifikan. Grafik 17.1. Volume Dan Nilai Ekspor DIY, 2007-2012 Sumber Dinas Perindustrian, Perdagangan Dan Koperasi DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 74 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Pangsa Volume Ekspor Ke Negara-Negara Di Kawasan Asia Selama 2012 Mencapai 26,24 Persen, Sementara Pangsa Nilainya Mencapai 26,03 Persen. Negara-Negara Di Kawasan Asia Yang Menjadi Tujuan Ekspor Utama Komoditas Asal DIY Adalah Jepang, Korea Selatan, China, Thailand Dan India Dengan Pangsa Nilai Ekspor Masing-Masing Negara Sebesar 11,75 Persen 8,06 Persen 2,96 Persen 2,74 Persen Dan 1,36 Persen. Dibandingkan Dengan Tahun 2011, Nilai Ekspor Selama Tahun 2012 Ke Negara-Negara Di Kawasan Asia Mengalami Peningkatan Yang Signifikan, Kecuali Ekspor Ke India Yang Justru Menurun Sebesar 57,14 Persen. Hal Ini Mengindikasikan Kawasan Asia Timur Dan Asia Tenggara Menjadi Pasar Alternatif Yang Cukup Potensial Bagi Pengembangan Komoditas Ekspor Asal DIY. Meskipun Dari Sisi Volume Pangsa Ekspor Ke Amerika Serikat Dan Kanada Hanya Sebesar 12,05 Persen, Namun Nilai Ekspor Selama Tahun 2012 Memiliki Pangsa Mencapai 20,78 Persen. Rinciannya Adalah Amerika Serikat 18,92 Persen Dan Kanada 1,86 Persen. Pangsa Nilai Ekspor Ke Amerika Serikat Masih Menjadi Yang Terbesar, Meskipun Nilainya Mengalami Penurunan Sebesar 24,87 Persen Dibandingkan Dengan Tahun 2011. Komoditas Ekspor Unggulan DIY Berdasarkan Nilai Ekspornya Adalah Tekstil Dan Pakaian Jadi Dengan Pangsa Sebesar 30,74 Persen. Berikutnya Secara Berturut-Turut Adalah Komoditas Mebel Kayu, Sarung Tangan Kulit, Dan Sarung Tangan Sintetis Dengan Pangsa Nilai Ekspor Masing-Masing Sebesar 16,89 Persen 13,20 Persen Dan 10,61 Persen. Komoditas Ekspor Yang Lainnya Memiliki Pangsa Nilai Di Bawah 5 Persen. Perkembangan Kegiatan Impor Di DIY Relatif Sulit Untuk Dicatat Dengan Kondisi Sebenarnya. Hal Ini Disebabkan Oleh Pelabuhan Bongkar Dan Pelaku Impor Umumnya Berada Di Luar DIY. Di Samping Itu, Tidak Semua Importir Melaporkan Realisasi Impornya, Sehingga Yang Tercatat Adalah Realisasi Dari Importir Yang Secara Rutin Melaporkan Ke Dinas Perindagkop DIY. Meskipun Demikian, Dapat Dipastikan Bahwa Barang Yang Diimpor Dari Luar Negeri Semuanya Merupakan Bahan Baku Produksi, Bukan Barang Konsumtif. Barang-Barang Tersebut Diantaranya Adalah Tekstil, Bahan Baku Susu, Kulit Disamak, Sparepart Mesin Pertanian, Kapas, Label Dan Asesoris Garmen. Tabel 17.1. Volume Dan Nilai Ekspor DIY Berdasarkan Negara Tujuan, 2012 Juta US Negara Tujuan Vol 000 Ton Nilai US Juta Distribusi Pertum Buhan Nilai Vol Nilai Amerika Serikat 3,57 33,51 10,64 18,92 -24,87 Jerman 3,54 25,47 10,55 14,38 24,55 Korea Selatan 0,92 14,27 2,74 8,06 11,40 Jepang 4,22 20,81 12,58 11,75 89,35 India 0,27 2,4 0,81 1,36 -57,14 Perancis 2,01 5,68 5,99 3,21 16,39 Inggris 0,65 5,67 1,94 3,20 24,62 Turki 0,73 3,41 2,18 1,93 -16,83 China 2,14 5,24 6,38 2,96 32,66 Belanda 3,06 7,73 9,12 4,37 99,23 Belgia 1,33 3,53 3,97 1,99 18,46 Australia 3,11 6,29 9,27 3,55 111,78 Spanyol 0,98 2,89 2,92 1,63 -2,36 Italia 1,26 19,37 3,76 10,94 681,05 Kanada 0,47 3,29 1,40 1,86 43,04 Thailand 0,32 1,09 0,95 0,62 -10,66 Uni Emirat Arab 0,38 1,24 1,13 0,70 13,76 Malaysia 0,33 0,64 0,98 0,36 -24,71 Iran 0,22 0,41 0,66 0,23 -34,92 Portugal 0,00 0,11 0,00 0,06 -31,25 Lainnya 4,03 14,02 12,02 7,92 28,98 Jumlah 33,54 177,07 100 100 22,62 Sumber Dinas Perindustrian, Perdagangan Dan Koperasi DIY Tahukah Anda Komoditas Ekspor Unggulan DIY Adalah Tekstil Dan Pakaian Jadi, Mebel Kayu, Sarung Tangan Kulit Dan Sintetis. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rt .B Ps .G O. Id 75 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Realisasi Impor Luar Negeri Yang Tercatat Masuk Ke DIY Selama Tahun 2012 Mencapai US 13,21 Juta Dan Mengalami Penurunan Sebesar 49,15 Persen Dibandingkan Dengan Tahun 2011. Dari Sisi Volume, Impor Yang Masuk Tercatat Sebanyak 1,91 Ribu Ton Yang Didominasi Oleh Komoditas Tekstil Dan Sparepart Mesin Pertanian. Penurunan Volume Dan Nilai Impor Terjadi Di Semua Negara Asal Dan Yang Tertinggi Adalah Nilai Impor Dari China Dan Singapura Yang Turun Lebih Dari 75 Persen. Satu-Satunya Nilai Impor Yang Meningkat Impor Komoditas Asal Jepang Yang Tumbuh Sebesar 284 Persen, Meskipun Dari Sisi Volume Pangsanya Relatif Rendah. Distribusi Persentase Volume Impor Ke DIY Selama Tahun 2012 Menunjukkan Bahwa Komoditas Asal Korea Selatan, China, Hongkong Dan Taiwan Cukup Mendominasi Dengan Pangsa Masing-Masing Sebesar 33,51 Persen 25,65 Persen 17,28 Persen Dan 13,09 Persen. Sementara, Volume Impor Dari Negara-Negara Lainnya Memiliki Share Di Bawah Lima Persen. Berdasarkan Distribusi Nilai Impor, Komoditas Impor Asal Negara Korea Selatan Juga Cukup Menguasai Pasar Impor DIY Dengan Total Nilai Sebesar US 3,95 Juta Atau Memiliki Porsi Sebesar 29,90 Persen Dari Total Nilai Impor DIY. Urutan Selanjutnya Adalah Impor Komoditas Asal Jepang, China, Taiwan, Hongkong, Dan Amerika Serikat Dengan Porsi Masing-Masing Mencapai 21,80 Persen 14,46 Persen 7,80 Persen Dan 7,80 Persen. Tabel 17.2. Volume Dan Nilai Impor DIY Menurut Negara Asal, 2012 Negara Asal Volume 000 Ton Nilai US Juta China 0,49 25,65 1,91 14,46 Korea Selatan 0,64 33,51 3,95 29,90 Selandia Baru 0,00 0,00 0,13 0,98 Hongkong 0,33 17,28 1,03 7,80 Taiwan 0,25 13,09 1,46 11,05 Amerika Serikat 0,13 6,81 1,03 7,80 Jepang 0,01 0,52 2,88 21,80 Malaysia 0,00 0,00 0,13 0,98 Singapura 0,00 0,00 0,02 0,15 Vietnam 0,00 0,00 0,11 0,83 Lainnya 0,06 3,14 0,54 4,09 Jumlah 1,91 100 13,21 100 Sumber Dinas Perindustrian, Perdagangan Dan Koperasi DIY Tahukah Anda Impor Utama Yang Tercatat Ke DIY Selama Tahun 2012 Berasal Dari Korea Selatan Dengan Nilai Mencapai US 3,98 Juta Dan Sebagian Besar Merupakan Komoditas Bahan Baku Industri Seperti Tekstil Dan Sparepart Mesin Pertanian. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 76 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PDRB DAN LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI Pola Perkembangan PDRB DIY Dalam Satu Dasa Warsa Terakhir Menunjukkan Tren Yang Semakin Meningkat. Atas Dasar Harga Berlaku, PDRB Meningkat Dari Rp 13,48 Triliun Di Tahun 2000 Menjadi Rp 57,03 Triliun Di Tahun 2012. Sementara, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 PDRB Meningkat Menjadi Rp 22,31 Triliun Di Tahun 2012. Selama Periode 2000-2012, Kinerja Perekonomian DIY Mampu Tumbuh Dengan Rata-Rata 4,67 Persen Per Tahun. Laju Pertumbuhan Ekonomi DIY Cukup Berfluktuasi Dengan Besaran Antara 3,7 Sampai 5,32 Persen. Setelah Mengalami Kontraksi Yang Cukup Besar Di Tahun 1998, Secara Bertahap Perekonomian DIY Mulai Pulih Yang Ditunjukkan Oleh Laju Pertumbuhan Ekonomi Hingga Mencapai 5,12 Persen Di Tahun 2004. Meskipun Masih Tumbuh Positif, Perekonomian DIY Mengalami Perlambatan Dan Hanya Tumbuh 3,7 Persen Di Tahun 2006 Sebagai Imbas Dari Kenaikan Harga BBM Di Akhir Tahun 2005 Dan Dampak Bencana Gempa Bumi Yang Melanda DIY Pada Bulan Mei 2006. Selama Tahun 2009, Perekonomian Juga Mengalami Perlambatan Dari 5,03 Persen Menjadi 4,43 Persen Sebagai Imbas Dari Krisis Finansial Yang Melanda Beberapa Negara Tujuan Ekspor Terutama Amerika Serikat Dan Eropa. Selama Tahun 2010 Sampai 2012 Perekonomian Kembali Membaik Yang Ditandai Oleh Laju Pertumbuhan Ekonomi Hingga Mencapai 4,88 Persen Dan 5,32 Persen. Pertumbuhan Ekonomi Sebesar 5,32 Persen Selama Tahun 2012 Didorong Oleh Pertumbuhan Positif Di Semua Sektor. Sektor Jasa-Jasa Serta Perdagangan, Hotel Dan Restoran Memiliki Andil Terbesar Terhadap Pertumbuhan Masing-Masing Sebesar 1,14 Persen Dan 1,10 Persen. Sementara Andil Terendah Dihasilkan Sektor Listrik, Gas Dan Air Bersih Sebesar 0,04 Persen. Tabel 18.1. PDRB DIY Atas Dasar Harga Berlaku Dan Konstan, 2000-2012 Rp Triliun Sumber BPS DIY Tabel 18.2. Pola Pertumbuhan Ekonomi DIY, 2000-2012 Sumber BPS DIY Tabel 18.1. PDRB Sektoral DIY ADHB Dan ADHK Rp Miliar, Pertumbuhan Serta Andil , 2012 Sektor ADHB ADHK Pertum Buhan Andil Pertanian 8.355 3.707 2,04 0,33 Pertambangan Penggalian 362 157 11,96 0,08 Industri Pengolahan 7.434 2.983 6,79 0,85 Listrik, Gas Air Bersih 676 201 4,26 0,04 Konstruksi 5.581 2.188 7,23 0,72 Perdagangan, Hotel Restoran 10.247 4.611 5,19 1,10 Pengangkutan Komunikasi 4.573 2.431 8,00 0,89 Keuangan, Real Estat Jasa Perusahaan 5.158 2.185 7,95 0,82 Jasa-Jasa 10.381 3.818 6,47 1,14 PDRB 51.785 22.132 5,17 5,17 Sumber BPS DIY Ttp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 77 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 STRUKTUR PEREKONOMIAN Struktur Perekonomian Suatu Wilayah Dapat Dikaji Berdasarkan Andil Atau Kontribusi Dari Semua Sektor/Lapangan Usaha Yang Ada Dalam Perekonomian. Struktur Perekonomian DIY Sampai Tahun 2012 Didominasi Oleh Empat Lapangan Usaha, Yakni Sektor Jasa-Jasa Sektor Perdagangan, Hotel Dan Restoran Sektor Industri Pengolahan Dan Sektor Pertanian. Sektor Jasa- Jasa Memberi Sumbangan Terbesar Dengan Nilai Andil Sebesar 20,23 Persen. Andil Terbesar Dari Sektor Ini Dihasilkan Oleh Subsektor Jasa Pemerintahan Umum, Sehingga Besarnya Peranan Sektor Jasa-Jasa Juga Menunjukkan Peran Dan Kinerja Pemerintahan Yang Semakin Besar. Selama Dua Belas Tahun Terakhir Andil Sektor Jasa- Jasa Meningkat Dari 17,98 Persen Menjadi 20,23 Persen. Sektor Perdagangan, Hotel Dan Restoran Memiliki Sumbangan Terbesar Kedua Dalam Struktur Perekonomian Dengan Nilai Andil Sebesar 20,09 Persen Di Tahun 2012. Nilai Andil Tersebut Meningkat Dari 19,53 Persen Di Tahun 2000. Sebagai Salah Satu Daerah Destinasi Pariwisata Di Indonesia, DIY Memiliki Potensi Pariwisata Yang Luar Biasa Baik Wisata Alam Maupun Wisata Budaya Yang Sangat Penting Dalam Mendorong Dan Menopang Perkembangan Sektor Perdagangan, Hotel Dan Restoran Dengan Cara Meningkatkan Volume Kunjungan Wisata Maupun Lamanya Berwisata. Sumbangan Sektor Industri Pengolahan Dan Sektor Pertanian Dalam Struktur Perekonomian Tahun 2012 Juga Cukup Dominan Dengan Nilai Andil Masing-Masing Sebesar 13,35 Persen Dan 14,65 Persen. Berdasarkan Data Series Dalam Dua Belas Tahun Terakhir, Peranan Sektor Pertanian Dalam Perekonomian Menunjukkan Tren Yang Semakin Menurun Dari 20,56 Persen Di Tahun 2000 Menjadi 14,65 Persen Di Tahun 2012. Sementara, Peranan Sektor Industri Pengolahan Juga Menunjukkan Pola Yang Semakin Menurun, Meskipun Dalam Tujuh Tahun Terakhir Relatif Stagnan Dengan Andil Sekitar 14 Persen. Penyebabnya Adalah Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Yang Cenderung Lebih Lambat Dibandingkan Dengan Pertumbuhan Sektor Jasa-Jasa. Fenomena Industrialisasi Yang Digagas Sejak Akhir Periode 70-An Kurang Menunjukkan Hasil Yang Signifikan, Karena Dari Sisi Nilai Tambah Maupun Dalam Menyerap Tenaga Kerja Justru Mengalami Stagnasi. Sektor Perekonomian Yang Mengalami Peningkatan Andil Adalah Sektor Jasa-Jasa Listrik, Gas Dan Air Bersih Konstruksi Dan Keuangan, Real Estat Dan Jasa Perusahaan. Fenomena Ini Menunjukkan Perubahan Struktural Dalam Perekonomian Di DIY Lebih Bergeser Dari Sektor Agraris Sektor Primer Menuju Sektor Jasa-Jasa Tersier. Tabel 18.2. Distribusi Persentase PDRB ADHB DIY Menurut Lapangan Usaha, 2000-2012 Sektor 2000 2005 2010 2012 Pertanian 20,56 15,75 14,56 14,65 Pertambangan Penggalian 0,87 0,78 0,67 0,67 Industri Pengolahan 16,07 14,16 14,02 13,35 Listrik, Gas Air Bersih 0,74 1,30 1,33 1,28 Konstruksi 6,99 8,80 10,59 10,85 Perdagangan, Hotel Restoran 19,53 19,21 19,74 20,09 Pengangkutan Komunikasi 8,55 10,22 9,03 8,60 Keuangan, Real Estat Jasa Perusahaan 8,71 9,95 9,98 10,30 Jasa-Jasa 17,98 19,81 20,07 20,23 PDRB 100 100 100 100 Sumber BPS DIY Tahukah Anda Struktur Perekonomian DIY Lebih Didominasi Oleh Sektor Jasa-Jasa Dan Sektor Perdagangan, Hotel Dan Restoran. Selama Satu Dekade Terakhir Struktur Perekonomian DIY Lebih Bergeser Ke Arah Sektor Tersier Sektor Yang Berbasis Jasa. Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 78 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 PDRB PER KAPITA PDRB Per Kapita Yang Dihitung Dari Nilai PDRB Dibagi Dengan Jumlah Penduduk Tengah Tahun Menjadi Salah Satu Ukuran Kesejahteraan Penduduk Secara Kasar Dalam Suatau Wilayah. Semakin Tinggi Nilai PDRB Per Kapita Di Suatu Wilayah Maka Mencerminkan Tingkat Kesejahteraan Secara Rata-Rata Yang Semakin Tinggi Pula. Meskipun Demikian, Indikator Ini Memiliki Kelemahan Karena Masih Mengandung Pajak Tak Langsung Dan Penyusutan Serta Mengabaikan Transfer Faktor Produksi Antar Wilayah. Perkembangan PDRB Per Kapita Dalam Satu Dasa Warsa Terakhir Menunjukkan Pola Yang Semakin Meningkat. Pada Tahun 2000 PDRB Per Kapita DIY Atas Dasar Harga Pasar Yang Berlaku Mencapai Rp 4,32 Juta Per Tahun Dan Meningkat Secara Bertahap Menjadi Rp 16,23 Juta Per Tahun Di Tahun 2012. Meskipun Demikian, Angka Tersebut Masih Mengandung Komponen Perubahan Harga Inflasi/Deflasi. Secara Riil Atau Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Nilai PDRB Per Kapita DIY Meningkat Secara Bertahap Hingga Mencapai Level Rp 6,63 Juta Per Tahun Pada Tahun 2012 Atau Mengalami Pertumbuhan Rata-Rata Sebesar 3,64 Persen Per Tahun. Secara Kasar, Fakta Ini Menunjukkan Adanya Perbaikan Kesejahteraan Penduduk Secara Rata-Rata Di DIY Selama Satu Dasa Warsa Terakhir. Tabel 18.3. PDRB Perkapita DIY Per Tahun Menurut ADHB Dan ADHK, 2000-2012 Rp Juta Sumber BPS DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 79 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 PDRB Dibandingkan Dengan Lima Provinsi Lainnya Di Pulau Jawa, Nilai PDRB DIY Selama Tahun 2012 Baik Atas Dasar Harga Pasar Yang Berlaku Maupun Atas Harga Konstan Tahun 2000 Berada Di Posisi Yang Terendah. Kontribusi PDRB DIY Terhadap Total PDRB 33 Provinsi PDB Nasional Atas Dasar Harga Yang Berlaku Hanya Sebesar 0,85 Persen. Dibandingkan Dengan Andil Tahun 2011 Yang Mencapai 0,86 Persen, Andil Tahun 2012 Sedikit Menurun. Peringkat PDRB DIY Secara Nasional Berada Diurutan Ke Dua Puluh Setelah Provinsi Jambi Dan Di Atas Provinsi Kalimantan Tengah. Posisi Ini Tidak Berubah Sejak Tahun 2010. Kontribusi PDRB Seluruh Provinsi Di Pulau Jawa Terhadap Total PDRB 33 Provinsi PDB Nasional Mencapai 57,62 Persen Dan Relatif Tidak Berubah Dibandingkan Dengan Andil Tahun Sebelumnya. Fenomena Ini Menunjukkan Kegiatan Perekonomian Masih Terkonsentrasi Di Pulau Jawa, Meskipun Secara Bertahap Dalam Sepuluh Tahun Terakhir Kontribusinya Semakin Berkurang. Kontribusi PDRB DIY Masih Sangat Rendah Dan Dari Sisi Level Pertumbuhannya Juga Menjadi Yang Terendah. Secara Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-Provinsi Di Pulau Jawa Mencapai 6,58 Persen, Sementara Di Level DIY Hanya 5,32 Persen. Hal Ini Terkait Dengan Luas Wilayah Yang Relatif Lebih Sempit Dan Jumlah Penduduk Yang Relatif Lebih Rendah Maupun Ketiadaan Kawasan Perekonomian/Industri Yang Berskala Besar Maupun Andil Dari Sektor Migas. Kegiatan Perekonomian DIY Masih Berorientasi Pada Sektor Jasa Terutama Jasa Pendidikan Dan Kegiatan Jasa Yang Berbasis Pariwisata Dan Kebudayaan. Di Samping Juga Masih Bertumpu Pada Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah. PDRB PER KAPITA Perbandingan Nilai PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Maupun Atas Dasar Harga Konstan Antar Provinsi Di Pulau Jawa Masih Menunjukkan Adanya Gap Yang Cukup Lebar. Berdasarkan Grafik 19.1. Level PDRB Per Kapita DKI Jakarta Yang Mencapai 112,14 Juta Rupiah Per Tahun Jauh Lebih Tinggi Dibandingkan Dengan Lima Provinsi Yang Lainnya. PDRB Per Kapita Provinsi Lainnya Masih Berada Di Bawah 27 Juta Rupiah Per Tahun Dan Secara Berturut-Turut Adalah Jawa Timur Rp26,44 Juta Jawa Barat Rp21,25 Juta Banten Rp19,- Juta Jawa Tengah Rp17,14 Juta Dan DIY Rp16,23 Juta. Tabel 19.1. PDRB Provinsi-Provinsi Di Pulau Jawa, 2012 Rp Triliun Provinsi PDRB Pering Kat Nasional Pertum Buhan Kontri Busi ADHB ADHK DKI Jakarta 1103,74 449,82 1 6,55 16,40 Jawa Barat 946,86 364,41 3 6,21 14,07 Banten 212,86 100,00 8 6,13 3,16 Jawa Tengah 556,48 210,85 4 6,37 8,27 D.I. Yogyakarta 57,03 23,31 20 5,32 0,85 Jawa Timur 1001,72 393,67 2 7,27 14,88 33 Provinsi 6731,53 2512,99 6,33 100 Sumber PDRB DAU, BPS Grafik 19.1. PDRB Perkapita Provinsi-Provinsi Di Pulau Jawa, 2012 Rp Juta Sumber PDRB DAU, BPS Ht Tp //Y Og Y Ka Rta .B Ps .G O. Id 80 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Berdasarkan Peringkat Secara Nasional, PDRB Per Kapita DIY Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2012 Berada Di Urutan Berada Ke-25 Dan Berada Di Antara Provinsi Kalimantan Barat Dan Sulawesi Tenggara. PDRB Per Kapita Tertinggi Dari 33 Provinsi Dicapai Oleh Provinsi DKI Jakarta Rp112,14 Juta Sebagai Representasi Dari Pusat Pemerintahan Dan Pusat Perekonomian. Kalimantan Timur Dan Riau Berada Diurutan Kedua Dan Ketiga Dengan Nilai PDRB Per Kapita Sebesar Rp 109,66 Juta Dan Rp79,11 Juta. Faktor Potensi Migas Cukup Berpengaruh Terhadap Pencapaian PDRB Per Kapita Di Kedua Provinsi Ini. Sementara, PDRB Per Kapita Yang Terendah Terdapat Di Provinsi Maluku Utara Dengan Nilai Rp 6,37 Juta Per Tahun. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Secara Nasional, IPM DIY Tahun 2012 Yang Mencapai 76,75 Menduduki Peringkat Keempat Setelah Provinsi DKI Jakarta, Sulawesi Utara Dan Riau. Keunggulan DIY Terletak Pada Tingginya Rata-Rata Usia Harapan Hidup Penduduk Saat Lahir Yang Merepresentasikan Indikator Kesehatan. Rata-Rata Usia Harapan Hidup DIY Menjadi Yang Tertinggi Secara Nasional Dan Hal Ini Menunjukkan Tingkat Kesehatan Penduduk DIY Relatif Lebih Baik Dibandingkan Provinsi Lainnya Di Indonesia. Seperti Yang Sudah Diuraikan Dalam Bab 7, Angka Harapan Hidup Yang Tinggi Didukung Oleh Sarana Dan Prasarana Kesehatan Yang Memadai Dan Mudah Diakses. Selain Itu, Tingkat Keamanan Dan Kenyamanan Berdomisili Di DIY Cukup Tinggi, Terbukti Dengan Tingginya Preferensi Penduduk Untuk Menghabiskan Masa Tuanya Di DIY. Angka Melek Huruf Di DIY Yang Sebesar 92,02 Persen Relatif Lebih Rendah Dibandingkan Dengan Provinsi Lainnya. Meskipun Demikian, Dari Sisi Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk DIY Yang Sebesar 9,21 Tahun Berada Di Peringkat Keempat Sesudah DKI Jakarta 10,98 Tahun, Kepulauan Riau 9,81 Tahun Dan Kaltim 9,22 Tahun. Pada Aspek Ekonomi, Daya Beli Penduduk DIY Menduduki Peringkat Ke-2 Sesudah Riau, Dengan Nilai Pengeluaran Per Kapita Yang Disesuaikan Sebesar Rp653,78 Ribu Rupiah. Fenomena Ini Terkait Dengan Tingkat Harga Barang Dan Jasa Yang Relatif Lebih Rendah Dan Hal Ini Juga Mengindikasikan Bahwa Daya Beli Masyarakat DIY Relatif Tinggi, Sehingga Cukup Untuk Memenuhi Kebutuhan Hidup. Tabel 19.2. IPM 33 Provinsi Di Indonesia, 2012 Provinsi Angka Harapan Hidup Tahun Angka Melek Huruf Rata- Rata Lama Sekolah Tahun PPP Ribu Rp/Bln IPM NAD 68,94 96,99 8,93 618,79 72,51 Sumut 69,81 97,51 9,07 643,63 75,13 Sumbar 70,02 97,23 8,60 641,85 74,70 Riau 71,69 98,45 8,64 654,48 76,90 Jambi 69,44 96,20 8,20 640,82 73,78 Sumsel 70,05 97,50 7,99 637,47 73,99 Bengkulu 70,39 95,69 8,48 634,74 73,93 Lampung 70,05 95,13 7,87 625,52 72,45 Babel 69,21 95,88 7,68 648,49 73,78 Kep. Riau 69,91 97,80 9,81 648,92 76,20 DKI 73,49 99,21 10,98 635,29 78,33 Jabar 68,60 96,39 8,08 638,90 73,11 Jateng 71,71 90,45 7,39 643,53 73,36 DIY 73,33 92,02 9,21 653,78 76,75 Jatim 70,09 89,28 7,45 651,04 72,83 Banten 65,23 96,51 8,61 636,73 71,49 Bali 70,84 90,17 8,57 640,86 73,49 NTB 62,73 83,68 7,19 645,72 66,89 NTT 68,04 89,23 7,09 610,29 68,28 Kalbar 66,92 91,13 7,14 638,82 70,31 Kalteng 71,41 97,88 8,15 644,21 75,46 Kalsel 64,52 96,43 7,89 643,66 71,08 Kaltim 71,58 97,55 9,22 649,85 76,71 Sulut 72,44 99,53 9,00 643,20 76,95 Sulteng 67,11 96,16 8,13 637,34 72,14 Sulsel 70,45 88,73 7,95 643,59 72,70 Sultra 68,21 92,04 8,25 625,81 71,05 Gorontalo 67,47 96,16 7,49 630,01 71,31 Sulbar 68,27 88,79 7,32 639,56 70,73 Maluku 67,84 98,17 9,15 620,08 72,42 Malut 66,65 96,43 8,71 606,22 69,98 Papbar 69,14 93,74 8,45 601,56 70,22 Papua 69,12 75,83 6,87 611,99 65,86 Indonesia 69,87 93,25 8,08 641,04 73,29 Sumber BPS Ket. PPP Pengeluaran Perkapita Yang Telah Disesuaikan Angka Sementara Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 81 Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id Halaman Ini Sengaja Dikosongkan Ht Tp //Y Og Ya K Rta .B Ps .G O. Id 83 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 1. Luas Wilayah, Ketinggian, Dan Jarak Lurus Ke Ibukota Provinsi Menurut Kabupaten/Kota Di D.I. Yogyakarta Kabupaten/Kota Ibukota Luas Wilayah Km2 Persentase Luas Ketinggian M Jarak Lurus Km 1 2 3 4 5 6 1. Kulonprogo Wates 586,27 18,40 50 22 2. Bantul Bantul 506,85 15,91 45 12 3. Gunungkidul Wonosari 1.485,36 46,63 185 30 4. Sleman Sleman 574,82 18,04 145 9 5. Yogyakarta Yogyakarta 32,50 1,02 75 2 D.I. Yogyakarta Yogyakarta 3.185,80 100,00 Sumber Badan Pertanahan Nasional D.I. Yogyakarta Tabel 2. Jumlah Desa Di D.I. Yogyakarta Menurut Kabupaten/Kota Dan Letak Geografis, 2011 Kabupaten/Kota Pesisir Bukan Pesisir Jumlah Lembah/ Daerah Aliran Sungai Lereng/ Punggung Bukit Dataran 1 2 3 4 5 6 1. Kulonprogo 10 - 22 56 88 2. Bantul 5 - 11 59 75 3. Gunungkidul 18 - 56 70 144 4. Sleman - - 11 75 86 5. Yogyakarta - - - 45 45 D.I. Yogyakarta 33 - 100 305 438 Sumber Statistik Podes DIY 2011, Badan Pusat Statistik Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 84 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 3. Rencana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah RAPBD Pemerintah D.I. Yogyakarta, 2010- 2012 Rp 000 Rincian 2010 2011 2012 1 2 3 4 A. Pendapatan Asli Daerah PAD 621.738.060 700.339.192 800.156.498 1. Pajak Daerah 526.658.538 592.498.872 689.572.065 2. Retribusi Daerah 35.839.076 37.709.418 36.228.288 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 25.376.334 30.557.391 31.863.499 4. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 33.864.112 39.573.511 42.492.646 B. Dana Perimbangan 615.334.816 714.542.343 850.513.085 1. Dana Bagi Hasil Pajak Dan Bukan Pajak 76.479.469 74.240.415 74.403.649 2. Dana Alokasi Umum 527.471.247 620.812.328 757.056.696 3. Dana Alokasi Khusus 11.384.100 19.489.600 19.052.740 C. Penerimaan Lainnya Yang Sah 4.056.726 4.593.565 284.778.165 1. Hibah 4.056.726 4.593.565 5.496.225 2. Dana Darurat - - - 3. Dana Bagi Hasil Pajak Dari Provinsi Dan Pemda Lainnya - - - 4. Dana Penyesuaian Dan Otonomi Khusus - - 279.281.940 5. Bantuan Keuangan Dari Provinsi Atau Pemda Lainnya - - - 6. Dana Tunjangan Pendidikan - - - Jumlah Pendapatan Daerah 1.241.129.602 1.419.475.100 1.935.447.748 A. Belanja Tidak Langsung 793.215.967 849.118.418 1.267.028.063 1. Belanja Pegawai 357.054.577 443.439.504 490.659.484 2. Belanja Bunga 19.464 - - 3. Belanja Subsidi - - - 4. Belanja Hibah 79.964.292 7.618.834 355.793.657 5. Belanja Bantuan Sosial 94.390.428 105.752.387 94.674.768 6. Belanja Bagi Hasil Kepada Prov./Kab./Kota Dan Pemerintah Desa 195.720.206 215.127.693 251.788.474 7. Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov./Kab./Kota Dan Pemerintah Desa 60.067.000 67.180.000 54.111.680 8. Belanja Tidak Terduga 6.000.000 10.000.000 20.000.000 B. Belanja Langsung 601.230.133 741.667.293 857.260.645 1. Belanja Pegawai 91.305.152 90.164.079 111.508.041 2. Belanja Barang Dan Jasa 378.233.586 501.329.695 527.793.940 3. Belanja Modal 131.691.395 150.173.519 217.958.664 Jumlah Belanja Daerah 1.394.446.100 1.590.785.711 2.124.288.708 Surplus/Defisit -153.316.498 -171.310.611 -188.840.960 Sumber BPKD DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 85 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 4. Jumlah Penduduk Usia Kerja 15 Tahun Menurut Kegiatan Selama Seminggu Yang Lalu, TPAK Dan TPT Di D.I. Yogyakarta, 2006-2012 Orang Status 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 8 Angkatan Kerja 1.871.974 1.889.445 1.999.734 2.016.694 1.882.296 1.872.912 1.944.858 Bekerja 1.754.950 1.774.245 1.892.205 1.895.648 1.775.148 1.798.595 1.867.708 Pengangguran 117.024 115.200 107.529 121.046 107.148 74.317 77.150 Bukan Angkatan Kerja 790.801 866.354 836.444 855.025 815.838 850.717 800.214 Sekolah 330.151 309.754 284.792 308.401 279.420 282.226 229.521 Mengurus RT 350.850 447.280 445.969 461.014 437.630 429.555 412.624 Lainnya 109.800 109.320 105.683 85.610 98.788 138.936 108.069 Penduduk Usia Kerja 2.662.775 2.755.799 2.836.178 2.871.719 2.698.134 2.723.629 2.745.072 TPAK 70,30 68,56 70,51 70,23 69,76 68,77 70,85 TPT 6,25 6,10 5,38 6,00 5,69 3,97 3,97 Sumber Sakernas Agustus, BPS Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 86 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 5. Jumlah Penduduk Usia Kerja 15 Tahun Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Di D.I. Yogyakarta, 2006-2012 Orang Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 8 Pertanian 612.454 545.800 560.089 570.574 539.703 431.070 502.570 Pertambangan, Penggalian, LGA 19.150 26297 21239 20617 15.758 16.711 16.323 Industri 191.091 209.456 250.507 237.240 247.093 266.768 282.602 Konstruksi 133.499 153.273 150.571 145.381 109.933 133.128 132.849 Perdagangan, Hotel Dan Restoran 411.000 435.072 456.825 455.331 438.282 480.136 464.415 Transportasi Dan Komunikasi 57.522 58.821 88.960 82.639 67.368 68.200 61.339 Keuangan, Real Estate Dan Jasa Perusahaan 45.076 47.183 41.732 48.441 38.651 50.063 57.228 Jasa-Jasa 280.783 298.343 322.282 335.425 318.360 352.519 350.382 Jumlah 1.750.575 1.774.245 1.892.205 1.895.648 1.775.148 1.798.595 1.867.708 Sumber Sakernas Agustus, BPS Tabel 6. Jumlah Penduduk Usia Kerja 15 Tahun Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Di D.I. Yogyakarta, 2006-2012 Orang Status Pekerjaan 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 8 Berusaha Sendiri 194.600 236655 311.450 271.699 244.167 250.121 237.061 Berusaha Dibantu Anggota Rumah Tangga/Buruh Tidak Tetap 423.396 407798 431.446 451.329 432.308 348.023 350.829 Berusaha Dibantu Buruh Tetap 50.613 55153 75.608 56.174 69.183 76.714 81.806 Pekerja/Buruh/Karyawan 555.707 600855 583.342 614.886 542.632 721.598 729.522 Pekerja Bebas Di Sektor Pertanian 31.900 43344 57.016 54.807 35.860 24.928 41.188 Pekerja Bebas Di Sektor Non Pertanian 134.173 134160 122.476 145.312 116.098 126.229 121.332 Pekerja Tak Dibayar 360.186 296280 310.867 301.441 334.900 250.982 305.970 Jumlah 1.750.575 1774245 1.892.205 1.895.648 1.775.148 1.798.595 1.867.708 Sumber Sakernas Bulan Agustus, BPS Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 87 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 7. Laju Inflasi Kota Yogyakarta Menurut Kelompok Komoditas, 2006-2012 Persen Kelompok Komoditas 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 8 Bahan Makanan 15,62 13,30 14,92 3,91 18,86 1,82 8,10 Makanan Jadi, Minuman, Rokok Dan Tembakau 13,85 7,33 9,01 7,50 5,47 7,07 6,90 Perumahan, Air, Listrik, Gas Dan Bahan Bakar 6,68 6,17 13,78 1,40 5,49 3,01 2,99 Sandang 8,04 9,34 9,90 5,81 5,41 9,40 3,56 Kesehatan 16,09 4,37 8,19 1,86 1,97 5,64 1,93 Pendidikan, Rekreasi Dan Olahraga 15,36 12,57 5,62 2,26 4,25 1,73 1,43 Transportasi, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 1,50 2,97 6,12 -1,23 5,57 2,40 1,30 Umum 10,40 7,98 10,80 2,93 7,38 3,88 4,31 Sumber BPS DIY Tabel 8. IHK Bulan Desember Kota Yogyakarta Menurut Kelompok Komoditas, 2009-2012 Kelompok Komoditas 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 Bahan Makanan 127,24 151,24 154,00 166,48 Makanan Jadi, Minuman, Rokok Dan Tembakau 120,37 126,96 135,94 145,32 Perumahan, Air, Listrik, Gas Dan Bahan Bakar 118,34 124,84 128,60 132,44 Sandang 119,19 125,64 137,45 142,34 Kesehatan 112,27 114,48 120,94 123,28 Pendidikan, Rekreasi Dan Olahraga 114,49 119,36 121,42 123,16 Transportasi, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 102,03 107,71 110,29 111,72 Umum 116,64 125,25 130,11 135,72 Sumber BPS DIY Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 88 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 9. Garis Kemiskinan, Jumlah Dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Wilayah Di D.I. Yogyakarta, 2006-2012 Daerah Tahun Garis Kemiskinan Rp/Kapita/Bln Jumlah Penduduk Miskin 000 Persentase Penduduk Miskin 1 2 3 4 5 Perkotaan Maret 2006 184.638 346,00 17,85 Maret 2007 200.855 335,30 15,63 Maret 2008 208.655 324,20 14,99 Maret 2009 228.236 311,47 14,25 Maret 2010 240.282 308,36 13,98 Maret 2011 265.752 304,34 13,16 September 2011 273.678 298,92 12,88 Maret 2012 274.662 305,89 13,13 Perdesaan Maret 2006 148.523 302,70 27,64 Maret 2007 156.349 298,20 25,03 Maret 2008 169.934 292,10 24,32 Maret 2009 182.706 274,31 22,60 Maret 2010 195.406 268,94 21,95 Maret 2011 217.923 256,55 21,82 September 2011 226.770 265,31 22. 57 Maret 2012 231.855 259,44 21,76 Kotadesa Maret 2006 170.720 648,70 19,15 Maret 2007 184.965 633,50 18,99 Maret 2008 194.830 616,30 18,32 Maret 2009 221.978 585,78 17,23 Maret 2010 224.258 577,30 16,83 Maret 2011 249.629 560,88 16,08 September 2011 257.909 564,23 16,14 Maret 2012 260.173 565,32 16,05 Sumber BPS DIY H Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 89 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 10. Garis Kemiskinan, Jumlah Dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/ Kota Di D.I. Yogyakarta, 2011-2012 Kabupaten/Kota 2011 2012 Garis Kemiskinan Rp HC 000 Jiwa HCI Persen Garis Kemiskinan Rp HC 000 Jiwa HCI Persen 1 2 3 4 5 6 7 Kulonprogo 240.301 92,76 23,62 256.575 92,40 23,32 Bantul 264.546 159,38 17,28 284.923 158,80 16,97 Gunungkidul 220.479 157,09 23,03 238.438 156,50 22,72 Sleman 267.107 117,32 10,61 288.048 116,80 10,44 Yogyakarta 314.311 37,74 9,62 340.324 37,60 9,38 DIY 257.909 564,30 16,14 270.110 562,10 15,88 Sumber BPS DIY Catatan Angka Kemiskinan Bulan September Tabel 11. Angka Harapan Hidup E0 Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Di D.I. Yogyakarta, 2004-2012 Tahun Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 D.I. Yogyakarta 72,60 72,90 73,00 73,10 73,11 73,16 73,22 73,27 73,32 Kulonprogo 72,60 73,07 73,20 73,47 73,79 74,09 74,38 74,48 74,58 Bantul 70,80 70,87 70,90 70,95 71,11 71,21 71,31 71,33 71,34 Gunungkidul 70,40 70,44 70,60 70,75 70,79 70,88 70,97 71,01 71,04 Sleman 72,70 72,70 73,80 74,10 74,43 74,74 75,06 75,18 75,29 Kota Yogyakarta 72,90 72,90 73,10 73,14 73,27 73,35 73,44 73,48 73,51 Sumber BPS DIY Catatan Angka Sementara Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 90 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 12. Angka Melek Huruf Penduduk Berusia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kabupaten/Kota Di D.I. Yogyakarta, 2004-2012Persen Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 D.I. Yogyakarta 85,78 86,69 86,69 87,78 89,46 90,18 90,84 91,49 92,02 Kulonprogo 86,41 86,50 87,53 88,69 88,72 89,52 90,69 92,00 92,04 Bantul 85,76 86,38 86,38 88,46 88,60 89,14 91,03 91,23 92,19 Gunungkidul 83,80 84,50 84,50 84,50 84,50 84,52 84,66 84,94 84,97 Sleman 89,70 90,50 90,50 91,49 91,49 92,19 92,61 93,44 94,53 Kota Yogyakarta 96,69 97,08 97,08 97,55 97,70 97,94 98,03 98,07 98,10 Sumber BPS DIY Catatan Angka Sementara Tabel 13. Rata-Rata Usia Lama Sekolah Penduduk Berusia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kabupaten/Kota Di D.I. Yogyakarta, 2004-2012Tahun Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 D.I. Yogyakarta 8,22 8,38 8,50 8,59 8,71 8,78 9,07 9,20 9,21 Kulonprogo 7,40 7,70 7,80 7,80 7,80 7,89 8,20 8,37 8,37 Bantul 7,91 8,00 8,00 8,36 8,55 8,64 8,82 8,92 8,95 Gunungkidul 7,40 7,60 7,60 7,60 7,60 7,61 7,65 7,70 7,70 Sleman 9,79 10,07 10,10 10,10 10,10 10,18 10,30 10,51 10,52 Kota Yogyakarta 10,69 10,82 10,80 10,95 11,42 11,48 11,48 11,52 11,56 Sumber BPS DIY Catatan Angka Sementara Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 91 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 14. Pengeluaran Perkapita Disesuaikan PPP Menurut Kabupaten/Kota Di D.I. Yogyakarta, 2004-2012Rp 000 Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 D.I. Yogyakarta 636,74 638,03 638,77 639,88 643,25 644,67 646,56 650,16 653,78 Kulonprogo 616,94 617,92 619,65 624,09 628,29 629,50 630,38 631,42 634,34 Bantul 634,48 637,07 637,07 637,79 642,19 643,89 646,08 651,17 654,06 Gunungkidul 613,62 614,63 615,67 617,70 621,67 623,09 625,20 628,73 631,91 Sleman 638,04 639,06 639,37 640,60 645,15 646,08 647,84 650,27 654,11 Kota Yogyakarta 637,93 639,11 639,23 640,55 645,10 647,59 649,71 653,79 657,65 Sumber BPS DIY Catatan Angka Sementara Tabel 15. Indeks Pembangunan Manusia IPM Menurut Kabupaten/Kota Di D.I. Yogyakarta, 2004-2012 Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 D.I. Yogyakarta 72,91 73,50 73,70 74,15 74,88 75,23 75,77 76,32 76,75 Kulonprogo 70,92 71,50 72,01 72,76 73,26 73,77 74,49 75,04 75,33 Bantul 71,50 71,95 71,96 72,78 73,38 73,75 74,53 75,05 75,51 Gunungkidul 68,86 69,27 69,44 69,68 70,00 70,17 70,45 70,84 71,11 Sleman 75,10 75,57 76,22 76,70 77,24 77,70 78,20 78,79 79,39 Kota Yogyakarta 77,42 77,70 77,81 78,14 78,95 79,28 79,52 79,89 80,24 Sumber BPS DIY Catatan Angka Sementara Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 92 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 16. PDRB DIY Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2012 Juta Rupiah LAPANGAN USAHA 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 1. PERTANIAN 4.941.800 5.993.781 6.366.771 6.644.695 7.373.852 8.355.326 A. Tanaman Bahan Makanan 3.610.606 4.419.013 4.652.257 4.817.985 5.348.388 6.136.638 B. Tanaman Perkebunan 118.189 149.666 139.878 147.300 173.453 188.126 C. Peternakan Hasil-Hasilnya 742.176 889.911 987.858 1.067.708 1.204.853 1.335.596 D. Kehutanan 350.341 385.215 419.458 430.726 450.657 462.997 E. Perikanan 120.487 149.976 167.320 180.976 196.501 231.969 2. PERTAMBANGAN PENGGALIAN 258.761 280.106 293.983 304.660 361.793 379.951 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4.475.680 5.062.275 5.528.856 6.396.639 7.434.020 7.611.825 A. Industri Bukan Migas 4.475.680 5.062.275 5.528.856 6.396.639 7.434.020 7.611.825 1. Makanan, Minuman Tembakau 1.858.825 2.379.204 2.650.343 3.385.042 4.237.759 4.273.263 2. Tekstil, Barang Dari Kulit Alas Kaki 815.415 778.189 877.451 843.173 972.033 1.039.011 3. Kayu Barang Dari Kayu Lainnya 547.573 512.338 455.006 469.291 416.066 374.232 4. Kertas Barang Cetakan 207.421 217.375 236.405 245.159 235.655 233.788 5. Pupuk, Kimia Barang Dari Karet 196.203 232.749 282.326 351.537 369.169 391.614 6. Semen Barang Galian Bukan Logam 214.571 232.562 249.411 283.281 313.558 318.348 7. Alat Angkutan, Mesin Peralatannya 339.812 362.243 391.774 435.995 465.967 490.244 8. Barang Lainnya 295.859 347.616 386.139 383.161 423.814 491.326 4. LISTRIK, GAS AIR BERSIH 423.370 488.334 560.316 607.072 675.912 727.714 A. Listrik 398.572 461.850 531.446 576.248 642.759 690.775 B. Air Bersih 24.798 26.484 28.870 30.824 33.153 36.939 5. KONSTRUKSI 3.470.711 4.075.606 4.431.411 4.833.423 5.580.599 6.186.322 6. PERDAGANGAN, HOTEL RESTORAN 6.326.700 7.321.299 8.165.613 9.008.181 10.246.578 11.457.201 A. Perdagangan Besar Eceran 2.701.533 3.150.428 3.497.028 3.884.721 4.395.608 4.884.831 B. Hotel 549.130 717.179 801.873 867.922 1.052.324 1.262.869 C. Restoran 3.076.036 3.453.693 3.866.713 4.255.538 4.798.646 5.309.500 7. PENGANGKUTAN KOMUNIKASI 3.318.453 3.739.697 3.809.094 4.119.970 4.572.928 4.903.522 A. Pengangkutan 2.416.332 2.793.303 2.840.046 3.052.517 3.368.744 3.606.797 1. Angkutan Rel 84.774 100.512 108.273 116.488 92.322 102.630 2. Angkutan Jalan Raya 2.042.214 2.326.738 2.325.993 2.479.466 2.714.321 2.845.463 3. Angkutan Udara 197.837 255.865 279.763 307.392 379.594 453.148 4. Jasa Penunjang Angkutan 91.508 110.188 126.016 149.172 182.508 205.555 B. Komunikasi 902.120 946.393 969.048 1.067.453 1.204.184 1.296.725 1. Pos Dan Telekomunikasi 815.643 856.584 877.087 969.135 1.092.873 1.176.253 2. Jasa Penunjang Komunikasi 86.477 89.809 91.961 98.318 111.312 120.472 8. KEUANGAN, PERSEWAAN JASA PERUSAHAAN 3.188.428 3.724.285 4.090.675 4.552.667 5.158.229 5.876.203 A. Bank 491.845 695.720 735.275 875.831 1.044.942 1.286.608 B. Lembaga Keuangan Bukan Bank 333.072 395.721 430.102 487.047 620.529 687.369 C. Jasa Penunjang Keuangan 8.208 9.471 11.505 11.993 14.531 15.583 D. Real Estat 2.219.808 2.467.057 2.742.483 2.980.646 3.264.491 3.659.334 E. Jasa Perusahaan 135.495 156.316 171.310 197.151 213.736 227.309 9. JASA-JASA 6.512.834 7.416.303 8.160.329 9.158.283 10.381.238 11.536.320 A. Pemerintahan Umum 4.598.174 5.238.291 5.762.623 6.490.409 7.376.908 8.276.612 1. Administrasi Pemerintah Pertahanan 2.833.995 3.225.149 3.515.340 3.950.219 4.494.533 5.047.312 2. Jasa Pemerintah Lainnya 1.764.179 2.013.142 2.247.283 2.540.190 2.882.375 3.229.300 B. Swasta 1.914.660 2.178.012 2.397.706 2.667.874 3.004.330 3.259.708 1. Jasa Sosial Kemasyarakatan 947.148 1.079.643 1.174.713 1.293.736 1.454.805 1.546.758 2. Jasa Hiburan Rekreasi 116.859 121.786 132.694 147.827 172.353 191.224 3. Jasa Perorangan Rumahtangga 850.652 976.582 1.090.299 1.226.312 1.377.171 1.521.726 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 32.916.736 38.101.684 41.407.049 45.625.589 51.785.150 57.034.383 Sumber BPS DIY Ket Angka Sementara Angka Sangat Sementara Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O Id 93 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 17. PDRB DIY Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Sektor, 2007-2012 Juta Rupiah LAPANGAN USAHA 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 1. PERTANIAN 3.333.382 3.523.943 3.642.696 3.632.681 3.557.865 3.706.923 A. Tanaman Bahan Makanan 2.492.372 2.673.405 2.773.292 2.757.165 2.654.468 2.773.919 B. Tanaman Perkebunan 86.905 88.807 93.429 95.772 97.405 99.200 C. Peternakan Hasil-Hasilnya 483.795 484.151 493.162 492.699 518.141 536.505 D. Kehutanan 186.281 190.344 190.273 190.177 190.700 191.589 E. Perikanan 84.029 87.236 92.539 96.868 97.152 105.709 2. PERTAMBANGAN PENGGALIAN 138.358 138.328 138.748 139.967 156.711 159.808 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 2.528.020 2.562.549 2.610.760 2.793.580 2.983.167 2.915.722 A. Industri Bukan Migas 2.528.020 2.562.549 2.610.760 2.793.580 2.983.167 2.915.722 1. Makanan, Minuman Tembakau 854.291 965.586 1.020.655 1.173.572 1.345.071 1.271.890 2. Tekstil, Barang Dari Kulit Alas Kaki 505.206 452.315 477.007 446.259 476.534 479.031 3. Kayu Barang Dari Kayu Lainnya 367.545 321.518 267.691 270.040 237.464 210.925 4. Kertas Barang Cetakan 138.467 139.745 143.755 147.619 141.058 138.820 5. Pupuk, Kimia Barang Dari Karet 130.505 144.582 163.472 197.749 205.690 214.368 6. Semen Barang Galian Bukan Logam 134.743 136.179 137.245 151.233 161.558 160.023 7. Alat Angkutan, Mesin Peralatannya 218.330 217.340 220.616 237.318 244.152 246.895 8. Barang Lainnya 178.932 185.285 180.317 169.791 171.639 193.771 4. LISTRIK, GAS AIR BERSIH 165.772 174.933 185.599 193.027 201.243 215.597 A. Listrik 152.779 162.218 172.772 179.870 187.992 200.981 B. Air Bersih 12.993 12.715 12.827 13.157 13.251 14.616 5. KONSTRUKSI 1.732.945 1.838.429 1.923.720 2.040.306 2.187.805 2.318.448 6. PERDAGANGAN, HOTEL RESTORAN 3.750.365 3.947.662 4.162.116 4.383.851 4.611.402 4.920.045 A. Perdagangan Besar Eceran 1.613.884 1.698.740 1.791.892 1.889.077 1.971.863 2.090.487 B. Hotel 287.901 342.329 364.119 376.543 421.779 487.361 C. Restoran 1.848.580 1.906.592 2.006.105 2.118.231 2.217.759 2.342.196 7. PENGANGKUTAN KOMUNIKASI 1.875.307 2.008.919 2.128.594 2.250.664 2.430.696 2.581.620 A. Pengangkutan 1.286.540 1.351.435 1.416.841 1.458.821 1.530.366 1.608.411 1. Angkutan Rel 36.850 39.517 44.028 45.785 34.378 37.466 2. Angkutan Jalan Raya 1.041.603 1.073.134 1.104.480 1.129.742 1.169.792 1.194.788 3. Angkutan Udara 159.105 185.357 209.573 222.471 260.228 304.650 4. Jasa Penunjang Angkutan 48.982 53.427 58.759 60.823 65.968 71.507 B. Komunikasi 588.767 657.484 711.754 791.843 900.330 973.209 1. Pos Dan Telekomunikasi 532.306 595.092 643.590 715.123 812.899 882.793 2. Jasa Penunjang Komunikasi 56.460 62.393 68.164 76.720 87.431 90.416 8. KEUANGAN, PERSEWAAN JASA PERUSAHAAN 1.695.163 1.793.789 1.903.411 2.024.368 2.185.221 2.402.718 A. Bank 250.720 318.858 329.114 372.961 421.524 499.447 B. Lembaga Keuangan Bukan Bank 184.786 181.372 202.655 218.339 250.365 264.153 C. Jasa Penunjang Keuangan 5.330 5.534 6.027 6.264 6.775 6.745 D. Real Estat 1.181.982 1.210.446 1.284.735 1.338.835 1.412.809 1.530.192 E. Jasa Perusahaan 72.346 77.579 80.880 87.969 93.749 102.181 9. JASA-JASA 3.072.200 3.223.929 3.368.614 3.585.598 3.817.665 4.088.337 A. Pemerintahan Umum 2.121.210 2.230.824 2.332.559 2.491.965 2.642.246 2.843.023 1. Administrasi Pemerintah Pertahanan 1.345.636 1.409.288 1.460.885 1.557.187 1.652.758 1.779.933 2. Jasa Pemerintah Lainnya 775.574 821.536 871.674 934.778 989.488 1.063.090 B. Swasta 950.990 993.105 1.036.055 1.093.633 1.175.419 1.245.314 1. Jasa Sosial Kemasyarakatan 429.787 450.616 470.494 493.810 525.092 547.505 2. Jasa Hiburan Rekreasi 76.936 79.678 83.729 88.685 97.039 105.334 3. Jasa Perorangan Rumahtangga 444.267 462.811 481.832 511.138 553.288 592.475 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 18.291.512 19.212.481 20.064.257 21.044.042 22.131.774 23.309.218 Sumber BPS DIY Ket Angka Sementara Angka Sangat Sementara Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps Go .Id 94 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 18. Distribusi Persentase PDRB DIY Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2012 LAPANGAN USAHA 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 1. PERTANIAN 15,01 15,73 15,38 14,56 14,24 14,65 A. Tanaman Bahan Makanan 10,97 11,60 11,24 10,56 10,33 10,76 B. Tanaman Perkebunan 0,36 0,39 0,34 0,32 0,33 0,33 C. Peternakan Hasil-Hasilnya 2,25 2,34 2,39 2,34 2,33 2,34 D. Kehutanan 1,06 1,01 1,01 0,94 0,87 0,81 E. Perikanan 0,37 0,39 0,40 0,40 0,38 0,41 2. PERTAMBANGAN PENGGALIAN 0,79 0,74 0,71 0,67 0,70 0,67 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 13,60 13,29 13,35 14,02 14,36 13,35 A. Industri Bukan Migas 13,60 13,29 13,35 14,02 14,36 13,35 1. Makanan, Minuman Tembakau 5,65 6,24 6,40 7,42 8,18 7,49 2. Tekstil, Barang Dari Kulit Alas Kaki 2,48 2,04 2,12 1,85 1,88 1,82 3. Kayu Barang Dari Kayu Lainnya 1,66 1,34 1,10 1,03 0,80 0,66 4. Kertas Barang Cetakan 0,63 0,57 0,57 0,54 0,46 0,41 5. Pupuk, Kimia Barang Dari Karet 0,60 0,61 0,68 0,77 0,71 0,69 6. Semen Barang Galian Bukan Logam 0,65 0,61 0,60 0,62 0,61 0,56 7. Alat Angkutan, Mesin Peralatannya 1,03 0,95 0,95 0,96 0,90 0,86 8. Barang Lainnya 0,90 0,91 0,93 0,84 0,82 0,86 4. LISTRIK, GAS AIR BERSIH 1,29 1,28 1,35 1,33 1,31 1,28 A. Listrik 1,21 1,21 1,28 1,26 1,24 1,21 B. Air Bersih 0,08 0,07 0,07 0,07 0,06 0,06 5. KONSTRUKSI 10,54 10,70 10,70 10,59 10,78 10,85 6. PERDAGANGAN, HOTEL RESTORAN 19,22 19,22 19,72 19,74 19,79 20,09 A. Perdagangan Besar Eceran 8,21 8,27 8,45 8,51 8,49 8,56 B. Hotel 1,67 1,88 1,94 1,90 2,03 2,21 C. Restoran 9,34 9,06 9,34 9,33 9,27 9,31 7. PENGANGKUTAN KOMUNIKASI 10,08 9,82 9,20 9,03 8,83 8,60 A. Pengangkutan 7,34 7,33 6,86 6,69 6,51 6,32 1. Angkutan Rel 0,26 0,26 0,26 0,26 0,18 0,18 2. Angkutan Jalan Raya 6,20 6,11 5,62 5,43 5,24 4,99 3. Angkutan Udara 0,60 0,67 0,68 0,67 0,73 0,79 4. Jasa Penunjang Angkutan 0,28 0,29 0,30 0,33 0,35 0,36 B. Komunikasi 2,74 2,48 2,34 2,34 2,33 2,27 1. Pos Dan Telekomunikasi 2,48 2,25 2,12 2,12 2,11 2,06 2. Jasa Penunjang Komunikasi 0,26 0,24 0,22 0,22 0,21 0,21 8. KEUANGAN, PERSEWAAN JASA PERUSAHAAN 9,69 9,77 9,88 9,98 9,96 10,30 A. Bank 1,49 1,83 1,78 1,92 2,02 2,26 B. Lembaga Keuangan Bukan Bank 1,01 1,04 1,04 1,07 1,20 1,21 C. Jasa Penunjang Keuangan 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03 0,03 D. Real Estat 6,74 6,47 6,62 6,53 6,30 6,42 E. Jasa Perusahaan 0,41 0,41 0,41 0,43 0,41 0,40 9. JASA-JASA 19,79 19,46 19,71 20,07 20,05 20,23 A. Pemerintahan Umum 13,97 13,75 13,92 14,23 14,25 14,51 1. Administrasi Pemerintah Pertahanan 8,61 8,46 8,49 8,66 8,68 8,85 2. Jasa Pemerintah Lainnya 5,36 5,28 5,43 5,57 5,57 5,66 B. Swasta 5,82 5,72 5,79 5,85 5,80 5,72 1. Jasa Sosial Kemasyarakatan 2,88 2,83 2,84 2,84 2,81 2,71 2. Jasa Hiburan Rekreasi 0,36 0,32 0,32 0,32 0,33 0,34 3. Jasa Perorangan Rumahtangga 2,58 2,56 2,63 2,69 2,66 2,67 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber BPS DIY Ket Angka Sementara Angka Sangat Sementara Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 95 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 19. Laju Pertumbuhan Ekonomi DIY Menurut Sektor, 2007-2012 Persen LAPANGAN USAHA 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 1. PERTANIAN 0,80 5,72 3,37 -0,27 -2,06 4,19 A. Tanaman Bahan Makanan -1,44 7,26 3,74 -0,58 -3,72 4,50 B. Tanaman Perkebunan 6,82 2,19 5,20 2,51 1,71 1,84 C. Peternakan Hasil-Hasilnya 6,92 0,07 1,86 -0,09 5,16 3,54 D. Kehutanan 6,91 2,18 -0,04 -0,05 0,27 0,47 E. Perikanan 19,79 3,82 6,08 4,68 0,29 8,81 2. PERTAMBANGAN PENGGALIAN 9,69 -0,02 0,30 0,88 11,96 1,98 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1,89 1,37 1,88 7,00 6,79 -2,26 A. Industri Bukan Migas 1,89 1,37 1,88 7,00 6,79 -2,26 1. Makanan, Minuman Tembakau -0,69 13,03 5,70 14,98 14,61 -5,44 2. Tekstil, Barang Dari Kulit Alas Kaki -1,24 -10,47 5,46 -6,45 6,78 0,52 3. Kayu Barang Dari Kayu Lainnya 9,34 -12,52 -16,74 0,88 -12,06 -11,18 4. Kertas Barang Cetakan 7,17 0,92 2,87 2,69 -4,44 -1,59 5. Pupuk, Kimia Barang Dari Karet 11,17 10,79 13,07 20,97 4,02 4,22 6. Semen Barang Galian Bukan Logam 6,29 1,07 0,78 10,19 6,83 -0,95 7. Alat Angkutan, Mesin Peralatannya -0,82 -0,45 1,51 7,57 2,88 1,12 8. Barang Lainnya -0,47 3,55 -2,68 -5,84 1,09 12,89 4. LISTRIK, GAS AIR BERSIH 8,45 5,53 6,10 4,00 4,26 7,13 A. Listrik 8,98 6,18 6,51 4,11 4,52 6,91 B. Air Bersih 2,50 -2,14 0,88 2,58 0,71 10,30 5. KONSTRUKSI 9,66 6,09 4,64 6,06 7,23 5,97 6. PERDAGANGAN, HOTEL RESTORAN 5,06 5,26 5,43 5,33 5,19 6,69 A. Perdagangan Besar Eceran 5,14 5,26 5,48 5,42 4,38 6,02 B. Hotel 10,78 18,91 6,37 3,41 12,01 15,55 C. Restoran 4,16 3,14 5,22 5,59 4,70 5,61 7. PENGANGKUTAN KOMUNIKASI 6,45 7,12 5,96 5,73 8,00 6,21 A. Pengangkutan 4,16 5,04 4,84 2,96 4,90 5,10 1. Angkutan Rel 2,55 7,24 11,42 3,99 -24,91 8,98 2. Angkutan Jalan Raya 4,49 3,03 2,92 2,29 3,55 2,14 3. Angkutan Udara 1,67 16,50 13,06 6,15 16,97 17,07 4. Jasa Penunjang Angkutan 6,57 9,07 9,98 3,51 8,46 8,40 B. Komunikasi 11,83 11,67 8,25 11,25 13,70 8,09 1. Pos Dan Telekomunikasi 12,09 11,79 8,15 11,11 13,67 8,60 2. Jasa Penunjang Komunikasi 9,48 10,51 9,25 12,55 13,96 3,41 8. KEUANGAN, PERSEWAAN JASA PERUSAHAAN 6,49 5,82 6,11 6,35 7,95 9,95 A. Bank 33,50 27,18 3,22 13,32 13,02 18,49 B. Lembaga Keuangan Bukan Bank -8,39 -1,85 11,73 7,74 14,67 5,51 C. Jasa Penunjang Keuangan 6,80 3,84 8,89 3,95 8,15 -0,44 D. Real Estat 4,57 2,41 6,14 4,21 5,53 8,31 E. Jasa Perusahaan 7,85 7,23 4,25 8,77 6,57 8,99 9. JASA-JASA 3,61 4,94 4,49 6,44 6,47 7,09 A. Pemerintahan Umum 3,50 5,17 4,56 6,83 6,03 7,60 1. Administrasi Pemerintah Pertahanan 3,42 4,73 3,66 6,59 6,14 7,69 2. Jasa Pemerintah Lainnya 3,65 5,93 6,10 7,24 5,85 7,44 B. Swasta 3,85 4,43 4,32 5,56 7,48 5,95 1. Jasa Sosial Kemasyarakatan 1,03 4,85 4,41 4,96 6,33 4,27 2. Jasa Hiburan Rekreasi 8,80 3,56 5,08 5,92 9,42 8,55 3. Jasa Perorangan Rumahtangga 5,88 4,17 4,11 6,08 8,25 7,08 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 4,31 5,03 4,43 4,88 5,17 5,32 Sumber BPS DIY Ket Angka Sementara Angka Sangat Sementara Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 96 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 20. PDRB DIY Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Penggunaan, 2007-2012 Juta Rupiah Komponen Penggunaan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 14.303.801 15.674.783 18.615.698 20.610.786 23.198.963 26.319.415 A. Makanan 6.735.959 7.431.548 8.762.853 9.608.852 10.936.141 12.408.752 B. Bukan Makanan 7.567.842 8.243.235 9.852.846 11.001.934 12.262.821 13.910.663 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 522.632 682.748 924.600 1.171.357 1.437.471 1.724.961 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6.671.520 7.980.673 9.727.103 10.789.365 11.717.424 13.066.881 4. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 9.178.969 10.834.671 12.983.264 13.964.317 15.027.836 16.466.550 5. Perubahan Inventori 1.016.832 1.600.619 1.401.260 1.025.286 823.693 859.193 6. Diskrepansi Statistik 505.312 502.425 545.574 600.545 634.701 984.496 7. Ekspor Barang-Barang Dan Jasa-Jasa 10.676.446 12.595.237 14.674.509 15.989.976 17.873.357 20.145.476 A. Antar Negara/Luar Negeri 1.288.749 1.200.821 1.319.367 1.116.017 1.226.875 1.299.105 B. Antar Provinsi 9.387.697 11.394.416 13.355.141 14.873.959 16.646.482 18.846.371 Dikurangi 8. Impor Barang-Barang Dan Jasa-Jasa 13.458.163 16.954.421 20.770.323 22.744.584 25.087.856 27.781.823 A. Antar Negara/Luar Negeri 574.159 507.308 627.861 538.717 640.380 635.518 B. Antar Provinsi 12.884.003 16.447.113 20.142.462 22.205.867 24.447.476 27.146.305 Produk Domestik Regional Bruto 29.417.349 32.916.736 38.101.684 41.407.049 45.625.589 51.785.150 Sumber BPS DIY Ket Angka Sementara Angka Sangat Sementara Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 97 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 21. PDRB DIY Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Penggunaan, 2007-2012 Juta Rupiah Komponen Penggunaan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 8.132.032 8.628.747 9.211.149 9.881.633 10.568.418 11.281.010 A. Makanan 4.108.534 4.264.429 4.432.214 4.675.896 4.943.452 5.204.542 B. Bukan Makanan 4.023.498 4.364.318 4.778.935 5.205.737 5.624.966 6.076.468 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 343.688 407.634 486.709 565.674 644.235 701.601 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 3.537.965 3.811.938 4.099.838 4.218.037 4.441.356 4.675.089 4. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 4.997.308 5.210.714 5.378.099 5.561.444 5.818.323 6.106.980 5. Perubahan Inventori 1.234.317 1.042.504 823.452 644.651 678.019 712.788 6. Diskrepansi Statistik 211.414 267.951 246.606 224.243 -187.896 -423.797 7. Ekspor Barang-Barang Dan Jasa-Jasa 7.690.728 8.153.611 8.409.941 8.950.512 9.551.439 10.282.575 A. Antar Negara/Luar Negeri 898.174 919.861 824.999 892.262 895.912 967.265 B. Antar Provinsi 6.792.554 7.233.750 7.584.943 8.058.250 8.655.527 9.315.310 Dikurangi 8. Impor Barang-Barang Dan Jasa-Jasa 7.855.940 8.310.618 8.591.537 9.002.152 9.382.118 10.027.028 A. Antar Negara/Luar Negeri 292.182 317.138 258.238 286.818 264.574 278.084 B. Antar Provinsi 7.563.757 7.993.480 8.333.299 8.715.334 9.117.544 9.748.943 Produk Domestik Regional Bruto 18.291.512 19.212.481 20.064.257 21.044.042 22.131.774 23.309.218 Sumber BPS DIY Ket Angka Sementara Angka Sangat Sementara Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id 98 Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Tabel 22. Laju Pertumbuhan PDRB DIY Menurut Penggunaan, 2007-2012 Persen Komponen Penggunaan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 2 3 4 5 6 7 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 2,17 6,11 6,75 7,28 6,95 6,74 A. Makanan 0,91 3,79 3,93 5,50 5,72 5,28 B. Bukan Makanan 3,48 8,47 9,50 8,93 8,05 8,03 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 16,61 18,61 19,40 16,22 13,89 8,90 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 7,51 7,74 7,55 2,88 5,29 5,26 4. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 2,74 4,27 3,21 3,41 4,62 4,96 5. Perubahan Inventori 25,72 -15,54 -21,01 -21,71 5,18 5,13 6. Diskrepansi Statistik -28,26 26,74 -7,97 -9,07 -183,79 125,55 7. Ekspor Barang-Barang Dan Jasa-Jasa 4,96 6,02 3,14 6,43 6,71 7,65 A. Antar Negara/Luar Negeri -9,75 2,41 -10,31 8,15 0,41 7,96 B. Antar Provinsi 7,27 6,50 4,85 6,24 7,41 7,62 Dikurangi 8. Impor Barang-Barang Dan Jasa-Jasa 5,06 5,79 3,38 4,78 4,22 6,87 A. Antar Negara/Luar Negeri -17,48 8,54 -18,57 11,07 -7,76 5,11 B. Antar Provinsi 6,18 5,68 4,25 4,58 4,61 6,93 Produk Domestik Regional Bruto 4,31 5,03 4,43 4,88 5,17 5,32 Sumber BPS DIY Ket Angka Sementara Angka Sangat Sementara Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id Ht Tp //Y Og Ya Ka Rta .B Ps .G O. Id